Sabtu, 24 Agustus 2013

MURAH HATI


"  Murah Hati Dan Dermawan Serta Membelanjakan Dalam Arah Kebaikan Dengan Percaya Penuh Kepada Allah Ta'ala "

Allah Ta'ala berfirman: "Dan apa saja yang engkau semua nafkahkan, maka Allah akan menggantinya." (Saba': 39)

Allah Ta'ala juga berfirman: "Dan barang-barang baik -dari rezeki- yang engkau semua nafkahkan itu adalah untuk dirimu sendiri dan engkau semua tidak menafkahkannya melainkan karena mengharapkan keridhaan Allah, juga barang-barang baik yang engkau semua nafkahkan itu, niscaya akan dibalas kepadamu dan tidaklah engkau semua dianiaya." (al-Baqarah: 272)

Allah Ta'ala berfirman lagi: "Dan barang-barang baik yang berupa apapun juga yang engkau semua nafkahkan, maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui." (al-Baqarah: 273)

Dari Ibnu Mas'ud r.a. dari Nabi s.a.w., sabdanya: "Tiada kehasudan yang dibolehkan melainkan dalam dua macam perkara, yaitu: seorang yang dikarunia oleh Allah akan harta, kemudian ia mempergunakan guna menafkahkannya itu untuk apa-apa yang hak -kebenaran- dan seorang yang dikaruniai oleh Allah akan ilmu pengetahuan, kemudian ia memberikan keputusan dengan ilmunya itu -antara dua orang atau dua golongan yang berselisih- serta mengajarkannya pula." (Muttafaq 'alaih)

Artinya ialah bahwa seorang itu tidak patut dihasudi atau iri kecuali dalam salah satu kedua perkara di atas itu.

Dari Ibnu Mas'ud r.a. pula katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Siapakah diantara engkau semua yang harta orang yang mewarisinya itu dianggap lebih disukai daripada hartanya sendiri?" Para sahabat menjawab: "Ya Rasulullah, tiada seorangpun dari kita ini, melainkan hartanya adalah lebih dicintai olehnya." Kemudian beliau s.a.w. bersabda: "Sesungguhnya hartanya sendiri ialah apa yang telah terdahulu digunakannya, sedang harta orang yang mewarisinya adalah apa-apa yang ditinggalkan olehnya -setelah matinya." (Riwayat Bukhari)

Keterangan:
Maksudnya yang telah terdahulu digunakannya, misalnya yang dipakai untuk makan minumnya, pakaiannya, perumahannya atau yang diberikan untuk sedekah atau lain-lain yang berupa pertolongan kesosialan. Selebihnya tentulah akan ditinggalkan, jika telah meninggal dunia. Oleh sebab itu hadits di atas secara tidak langsung memberikan sindiran kepada kita kaum Muslimin agar harta yang ada di tangan kita yang sebenarnya hanya titipan dari Allah Ta'ala itu, supaya gemar kita nafkahkan untuk jalan kebaikan, semasih kita hidup di dunia ini. Dengan demikian kemanfaatannya akan dapat kita rasakan setelah kita ada di akhirat nanti.

Dari 'Adi bin Hatim r.a. bahwasanya Rasulullah s.a.w. bersabda: "Takutlah engkau semua dari siksa api neraka, sekalipun dengan menyedekahkan potongan kurma." (Muttafaq 'alaih)

Dari Jabir r.a., katanya: "Tiada pernah sama sekali Rasulullah s.a.w. itu dimintai sesuatu, kemudian beliau berkata: "Jangan." (Muttafaq 'alaih)

Dari Abu Hurairah r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Tiada seharipun yang sekalian hamba berpagi-pagi pada hari itu, melainkan ada dua malaikat yang turun. Seorang diantara keduanya itu berkata: "Ya Allah, berikanlah kepada orang yang menafkahkan itu akan gantinya," sedang yang lainnya berkata: "Ya Allah, berikanlah kepada orang yang menahan -tidak suka menafkahkan hartanya- itu kerusakan -yakni hartanya menjadi habis-." (Muttafaq 'alaih)

Dari Abu Hurairah r.a. pula bahwasanya Rasulullah s.a.w. bersabda: "Allah Ta'ala berfirman -dalam hadits Qudsi-: "Belanjakanlah -hartamu-, pasti engkau diberi nafkah -harta oleh Tuhan-." (Muttafaq 'alaih)

Dari Abdullah bin 'Amr bin al-'Ash radhiallahu 'anhuma bahwasanya ada seorang lelaki yang bertanya kepada Rasulullah s.a.w.: "Manakah di dalam Islam itu amalan yang terbaik?" Beliau s.a.w. bersabda: "Engkau memberikan makanan serta mengucapkan salam kepada orang yang engkau ketahui dan orang yang tidak engkau ketahui." (Muttafaq 'alaih)

Dari Abdullah bin 'Amr bin al-'Ash r.a. pula, katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Ada empat puluh macam amalan dan setinggi-tingginya adalah meminjamkan kambing -untuk diambil susunya-. Tiada seorang yang mengamalkan dengan satu perkara daripada empat puluh macam perkara itu, melainkan Allah Ta'ala akan memasukkannya dalam syurga." (Riwayat Bukhari) Keterangan hadits ini sudah terdahulu dalam bab Banyaknya Jalan-jalan Kebaikan -lihat hadits no.138-.

Dari Abu Umamah Shuday bin 'Ajlan r.a. katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Hai anak Adam, sesungguhnya jikalau engkau memberikan apa-apa yang kelebihan padamu, sebenarnya hal itu adalah lebih baik untukmu dan jikalau engkau tahan -tidak engkau berikan kepada siapapun-, maka hal itu adalah menjadikan keburukan untukmu. Engkau tidak akan tercela karena adanya kecukupan -maksudnya menurut syariat engkau tidak dianggap salah, jikalau kehidupanmu itu dalam keadaan yang cukup dan tidak berlebih-lebihan. Lagi pula mulailah -dalam membelanjakan nafkah- kepada orang yang wajib engkau nafkahi. Tangan yang bagian atas adalah lebih baik daripada tangan yang bagian bawah -yakni yang memberi itu lebih baik daripada yang meminta-." (Riwayat Muslim)

Dari Anas r.a., katanya: "Tiada pernah Rasulullah s.a.w. itu diminta untuk kepentingan Islam, melainkan tentu memberikan pada yang memintanya itu. Sesungguhnya  pernah ada seorang lelaki datang kepada beliau s.a.w., kemudian beliau memberinya sekelompok kambing yang ada diantara dua gunung -yakni karena banyaknya hingga seolah-olah memenuhi dataran yang ada diantara dua gunung-. Orang itu lalu kembali kepada kaumnya kemudian berkata: "Hai kaumku, masuklah engkau semua dalam Agama Islam, sebab sesungguhnya Muhammad memberikan sesuatu pemberian sebagai seorang yang tidak takut akan kemiskinan." Sekalipun lelaki itu masuk Islam dan tiada yang dikehendaki olehnya melainkan harta dunia, tetapi tidak lama kemudian Agama Islam itu baginya adalah lebih ia cintai daripada dunia dan segala sesuatu yang ada di atasnya ini -yakni Islamnya amat baik dan sebenar-benarnya-." (Riwayat Muslim)

Dari Umar r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. membagikan suatu pembagian, lalu saya berkata: "Ya Rasulullah, sebenarnya selain yang Tuan beri itulah yang lebih berhak daripada mereka yang Tuan beri itu." Beliau lalu bersabda: "Sebenarnya mereka itu -yakni yang diberi- memberikan pilihan kepadaku, apakah mereka itu meminta padaku dengan jalan yang tidak baik -seolah memaksa-maksa-, kemudian saya memberikan sesuatu pada mereka ataukah mereka menyuruh saya untuk berlaku kikir, sedangkan saya ini bukanlah seorang yang kikir." (Riwayat Muslim)

Dari Jubair bin Muth'im r.a. bahwasanya ia berkata, ia pada suatu ketika berjalan bersama Nabi s.a.w. ketika pulang dari peperangan Hunain, kemudian mulailah ada beberapa orang A'rab -penduduk pedalaman- meminta-minta kepada beliau, sehingga beliau itu dipaksanya sampai kesebuah pohon samurah, lalu pohon tersebut menyambar selendangnya -yakni selendang beliau itu terikat oleh duri-durinya-. Selanjutnya Nabi s.a.w. berdiri -sambil memegang kendali untanya- lalu bersabda: "Berikanlah padaku selendangku. Andaikata saya mempunyai ternak sebanyak hitungan duri-duri pohon ini, sesungguhnya semuanya itu akan saya bagikan kepadamu, selanjutnya engkau semua tidak akan menganggap saya sebagai seorang kikir, pendusta atau pengecut." (Riwayat Bukhari)

Dari Abu Hurairah r.a. bahwasanya Rasulullah s.a.w. bersabda: "Tidaklah sesuatu pemberian sedekah itu mengurangi banyaknya harta. Tidaklah Allah itu menambahkan seorang akan sifat pengampunannya, melainkan ia akan bertambah pula kemuliaannya. Juga tidaklah seorang itu merendahkan diri karena mengharapkan keridhaan Allah, melainkan ia akan diangkat pula derajatnya oleh Allah 'Azzawajalla. (Riwayat Muslim)

Dari Abu Kabsyah, yaitu Umar bin Sa'ad al-Anmari r.a. bahwasanya ia mendengar Rasulullah s.a.w. bersabda: "Ada tiga perkara yang saya bersumpah atasnya dan saya memberitahukan kepadamu semua akan suatu Hadis, maka peliharalah itu: Tidaklah harta seorang itu akan menjadi berkurang sebab disedekahkan, tidaklah seorang hamba dianiaya dengan suatu penganiayaan dan ia bersabar dalam menderitanya, melainkan Allah menambahkan kemuliaan padanya, juga tidaklah seorang hamba itu membuka pintu permintaan, melainkan Allah membuka untuknya pintu kemiskinan," atau sabda beliau s.a.w. merupakan kalimat lain yang senada dengan uraian di atas. "Saya akan memberitahukan lagi kepadamu semua suatu hadits maka peliharalah itu: Sesungguhnya dunia ini untuk empat macam golongan orang yaitu: Seorang hamba yang dikarunia rezeki oleh Allah berupa harta dan ilmu pengetahuan, kemudian ia bertaqwa kepada Tuhannya dan mempererat hubungan kekeluargaan serta mengetahui pula haknya Allah dalam apa yang dimilikinya itu, maka ini adalah tingkat yang seutama-utamanya, juga seorang hamba yang dikaruniai ilmu pengetahuan tetapi tidak dikaruniai harta, kemudian orang itu benar keniatannya, lalu ia berkata: "Andaikata saya mempunyai harta, niscaya saya akan melakukan sebagaimana yang dilakukan si Fulan itu -dalam hal kebaikan-, maka orang tadi karena keniatannya tadi, pahalanya sama antara ia dengan orang yang akan dicontohnya. Ada pula seorang hamba yang dikarunia harta tetapi tidak dikarunia ilmu pengetahuan, kemudian ia menubruk -mempergunakan- hartanya dalam hal-hal yang tidak dimakluminya -secara awur-awuran atau sembarangan dan boros- serta ia tidak pula bertaqwa kepada Tuhannya dan tidak suka mempereratkan tali kekeluargaannya, bahkan tidak pula mengetahui hak-hak Allah dalam hartanya itu, maka orang semacam ini adalah dalam tingkat yang seburuk-buruknya, juga seorang hamba yang tidak dikarunia harta dan tidak pula ilmu pengetahuan, lalu ia berkata: "Andaikata saya mempunyai harta sesungguhnya saya akan melakukan sebagaimana yang dilakukan oleh si Fulan -yang memboroskan hartanya tersebut dalam hal keburukan-, maka orang itu karena keniatannya adalah sama dosanya antara ia sendiri dengan orang yang akan dicontohnya itu." Diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dan ia mengatakan bahwa ini adalah hadits hasan shahih.

Dari Aisyah radhiallahu 'anha bahwasanya para sahabat sama menyembelih kambing -lalu mereka sedekahkan kecuali belikatnya-, kemudian Nabi s.a.w. bertanya: "Bagian apakah yang tertinggal dari kambing itu?" Aisyah menjawab: "Tidak ada yang tertinggal daripadanya, melainkan belikatnya." Beliau lalu bersabda: "Sesungguhnya semua anggotanya itu masih tertinggal, kecuali belikatnya yang tidak." Diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dan ia mengatakan bahwa ini adalah hadits shahih. Maknanya ialah supaya disedekahkanlah semuanya kecuali belikatnya, maka sabda beliau s.a.w. itu jelasnya ialah bahwa di akhirat semua itu masih tetap ada pahalanya -sebab disedekahkan- kecuali belikatnya yang tidak ada pahalanya -karena dimakan sendiri-.

Dari Asma' binti Abu Bakar as-Shiddiq radhiallahu 'anhuma, katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda kepadaku: "Jangan engkau menyimpan apa-apa yang ada di tanganmu, sebab kalau demikian maka Allah akan menyimpan terhadap dirimu -yakni engkau tidak diberi rezeki lagi-." Dalam riwayat lain disebutkan: "Nafkahkanlah, atau berikanlah atau sebarkanlah dan jangan engkau menghitung-hitungnya, sebab kalau demikian maka Allah akan menghitung-hitungkan karunia yang akan diberikan padamu. Jangan pula engkau mencegah -menahan untuk memberikan sesuatu-, sebab kalau demikian maka Allah akan mencegah pemberianNya padamu." (Muttafaq 'alaih)

Dari Abu Hurairah r.a. bahwasanya ia mendengar Rasulullah s.a.w. bersabda: "Perumpamaan orang kikir dan orang yang suka menafkahkan itu adalah seperti dua orang lelaki yang di tubuhnya ada dua buah baju kurung dari besi -masing-masing sebuah-, antara dua susunya dengan tulang lehernya. Adapun orang yang suka menafkahkan, maka tidaklah ia menafkahkan sesuatu, melainkan makin sempurnalah atau mencukupi seluruh kulitnya sampai-sampai menutupi tulang-tulang jari-jarinya, bahkan menutupi pula bekas-bekasnya -ketika berjalan-. Adapun orang kikir maka tidaklah ia menginginkan hendak menafkahkan sesuatu, melainkan makin melekatlah setiap kolongan -ruang kosong- itu pada tempatnya. Ia hendak meluaskan kolongan tadi, tetapi tidak dapat melebar." (Muttafaq 'alaih) Aljubbah atau Addir'u artinya baju kurung. Artinya ialah bahwa seorang yang suka membelanjakan itu setiap ia menafkahkan sesuatu, maka makin sempurna dan memanjanglah sehingga tertariklah pakaian yang dikenakannya itu sampai ke belakangnya, sehingga dapat menutupi kedua kaki serta bekas jalan dan langkah-langkahnya.

Dari Abu Hurairah r.a. pula, katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Barangsiapa bersedekah dengan sesuatu senilai sebiji buah kurma yang diperolehnya dari hasil kerja yang baik -bukan haram- dan memang Allah itu tidak akan menerima kecuali yang baik. Maka sesungguhnya Allah akan menerima sedekah orang itu dengan tangan kanannya -sebagai kiasan kekuasaanNya-, kemudian memperkembangkan pahala sedekah tersebut untuk orang yang melakukannya, sebagaimana seorang dari engkau semua memperkembangkan anak kudanya sehingga menjadi seperti gunung -yakni memenuhi lembah gunung karena banyaknya-." (Muttafaq 'alaih) Alfaluwwu dengan fathahnya fa' dan dhammahnya lam serta syaddahnya wawu, ada juga yang mengucapkan dengan kasrahnya fa', sukunnya lam serta diringankannya wawu yakni wawunya tidak disyaddahkan -dan berbunyi Alfilwu-, artinya anak kuda.

Keterangan:
Hadis di atas menurut uraian Imam al-Maziri diartikan sebagai perumpamaan yakni yang lazim berlaku di kalangan bangsa Arab. Misalnya dalam percakapan mereka sehari-hari untuk memudahkan pengertian. Jadi seperti sedekah yang benar-benar diterima oleh Allah, lalu dikatakan "diterima dengan tangan kanannya," juga seperti perlipat gandaan pahala, dikatakan dengan "perawatan atau pemeliharaan yang sebaik-baiknya." Imam Tirmidzi berkata: "Para alim-ulama ahlus sunnah wal jama'ah berkata: "Kita semua mengimankan apapun yang terkandung dalam hadits itu dan tidak perlu kita fahamkan sebagai perumpamaan, namun demikian kitapun tidak akan menanyakan dan tidak pula memperdalamkan: "Jadi bagaimana wujud sebenarnya?" Misalnya mengenai tangan kanan Tuhan, perawatan dan pemeliharaan yang dilakukan olehNya dan lain-lain sebagainya."

Dari Abu Hurairah r.a. pula dari Nabi s.a.w., sabdanya: "Pada suatu ketika ada seorang lelaki berjalan di suatu tanah lapang -yang tidak berair-, lalu ia mendengar suatu suara dalam awan: "Siramlah kebun si Fulan itu!" Kemudian menyingkirlah awan itu menuju ke tempat yang ditunjukkan, lalu menghabiskan airnya di atas tanah lapang berbatu hitam itu. Tiba-tiba sesuatu aliran air dari sekian banyak aliran airnya itu mengambil air hujan itu seluruhnya, kemudian orang tadi mengikuti aliran air tersebut. Sekonyong-konyong tampaklah olehnya seorang lelaki yang berdiri di kebunnya mengalirkan air itu dengan alat keruknya. Orang itu bertanya kepada pemilik kebun: "Hai hamba Allah, siapakah nama Anda?" Ia menjawab: "Namaku Fulan," dan nama ini cocok dengan nama yang didengar olehnya di awan tadi. Pemilik kebun bertanya: "Mengapa Anda tanya nama saya?" Orang itu menjawab: "Sesungguhnya saya tadi mendengar suatu suara di awan yang inilah air yang turun daripadanya. Suara itu berkata: "Siramlah kebun si Fulan itu! Nama itu sesuai benar dengan nama Anda. Sebenarnya apakah yang Anda lakukan?" Pemilik kebun menjawab: "Adapun Anda menanyakan semacam ini, karena sesungguhnya saya selalu melihat -memperhatikan benar-benar- jumlah hasil yang keluar dari kebun ini. Kemudian saya bersedekah dengan sepertiganya, saya makan bersama keluarga saya yang sepertiganya dan saya kembalikan pada kebun ini yang sepertiganya pula -untuk bibit-bibitnya-." (Riwayat Muslim)

http://stat.ks.kidsklik.com/statics/u/prf/106704418513640682891064956113.gif
Meskipun aku bukan seorang penulis, sejatinya aku gemar dan semangat menulis,terutama di saat-saat suasana hatiku genting. Ku kobarkan semangat untuk terus berusaha belajar menulis tanpa harus jadi penulis

Murah Hati dan Mengutamakan Orang Lain

Disadari atau tidak, sering atau jarang, murah hati termasuk mengutamakan orang lain adalah hal yang langka dan sulit kita temukan dalam kehidupan dunia serba hedonis, kapitalistik, dan individualis. Tak terkecuali di negeri kita yang berpenduduk mayoritas muslim terbesar di dunia. Segala sesuatu berupa barang dan jasa dinilai uang dan materi. Di sekitar kita, banyak anak yatim yang terlantar bahkan dimanfaatkan oleh pihak tak bertanggung jawab, orang miskin yang dipandang sebelah mata oleh orang kaya, dan orang yang enggan mengutamakan sesamanya di atas kepentingan pribadinya. Jika toh ada yang mengutamakan sesamanya, biasanya disertai rasa pamrih atau riya’. Mereka lupa bahwa mereka diciptakan Allah sebagai makhluk sosial yang bersosialisasi dan berbagi dengan sesamanya-tanpa pandang ststus sosial, ras, bahkan agama. Mereka juga lupa bahwa dalam kehidupan mereka, ada hak orang lain yang wajib mereka penuhi dan utamakan. Sebagaimana Allah telah menetapkan bahwa dalam kehidupan dengan harta yang kita miliki, ada hak anak yatim, orang miskin, dan siapapun yang wajib kita tolong. Oleh karena itu, mengutamakan orang lain adalah akhlaq baik dan terpuji yang diperintahkan oleh Allah kepada setiap muslim. Sebaliknya, Allah membenci orang yang enggan menolong sesamanya, sebagaimana yang terdapat dalam firmanNya yang artinya,
” Tahukah kamu orang yang mendustakan agama? Dialah orang yang menghardik anak yatim, dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin. Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang sholat, yaitu orang yang lalai dari sholatnya, orang-orang yang berbuat riya’ dan enggan menolong dengan barang yang berguna. ” (al Ma’uun : 1-7).
Tentang hal ini, Rasulullah SAW adalah suri teladan terbaik yang layak kita ikuti. Sebagaimana dituturkan oleh Abu Hurairah ra, ia berkata,
” seorang lelaki datang kepada rasulullah SAW, kemudian berkata, ” ya Rasulullah, aku sedang kesusahan.” Kemudian rasulullah SAW mengutus dia untuk menemui salah seorang istrinya. Maka istri rasulullah berkata, ” demi Allah yang mengutusmu dengan hak, aku tidak mempunyai apapun kecuali air. ” Kemudian rasulullah mengutus lelaki tadi kepada istri beliau yang lain. Maka istri rasulullah itupun berkata seperti istri yang tadi, sehingga semua istri rasulullah mengatakan hal yang sama, ” demi Allah yang mengutusmu dengan hak, aku tidak mempunyai apapun kecuali air.” Rasulullah SAW pun bersabda, ” Siapa yang mau menjamu tamu pada malam ini?”. Kemudian seorang lelaki dari kaum anshar berkata, ” Saya wahai rasul “. Orang anshar itu lalu membawa lelaki tadi ke rumahnya dan berkata kepada istrinya, ” wahai istriku, muliakanlah tamu rasulullah SAW ini.” Dalam riwayat lain, ia berkata kepada istrinya, ” Apakah engkau punya sesuatu?”. Istrinya berkata, ” Tidak,kecuali makanan anak kita.” Maka orang anshar itu berkata, ” Hiburlah mereka. Jika mereka mau makan, maka tidurkanlah mereka. Jika tamu kita sudah masuk, matikanlah lampu dan perlihatkan kepadanya seolah-olah kita sedang makan. ” Kemudian mereka semua duduk, dan tamu pun makan. Akhirnya sahabat anshar dan istrinya tidur dalam keadaan lapar. Ketika datang waktu subuh, sahabat anshar itu pergi menemui nabi SAW. Nabi pun berkata, ” Allah sungguh takjub karena perbuatan engkau dan istrimu tadi malam, saat menjamu tamu. “ (mutafaq ‘alaih)
Subhanallah! Demikian perilaku rasulullah dan para sahabatnya dalam menguatamakan orang lain diatas kepentingan pribadi mereka. Sudahkah kita temukan perilaku demikian dalam diri umat Islam dimasa kini, dimana sistem kapitalis yang memuja hedonisme dan individualisme telah merasuki kehidupan kita saat ini?

Hadits HR. Ath-Thabrani – Sifat Murah Hati

Rasulullah SAW bersabda :
“Maafkanlah kesalahan orang yang murah hati, sesungguhnya Allah menuntun tangannya jika dia terpeleset, seorang pemurah hati dekat kepada Allah, dekat kepada manusia dan dekat kepada surga. Seorang yang bodoh tapi murah hati lebih disukai oleh Allah daripada seorang yang alim tapi kikir”.
Penjelasan dari hadits diatas adalah :
Murah hati dan dermawan merupakan dua sifat yang sudah menjadi tradisi kuat dalam kehidupan umat islam, dua sifat ini merupakan sebagian kecil dari akhlak-akhlak mulia umat islam yang bisa dirasakan dalam kehidupan keseharian. Bukti kesempurnaan iman seseorang.
Sifat murah hati sangat disukai oleh Allah dan sangat dianjurkan di dalam islam, membayar zakat adalah contoh dari sikap bermurah hati seorang muslim yang melaksanakan anjuran Islam yang juga tercermin pada rukun islam.
Hati yang tulus dan ikhlas dalam memberi, menyantuni anak yatim, orang fakir miskin dan janda-janda tua juga merupakan implementasi dari perwujudan sifat murah hati.  Contoh lain dari implementasi sifat murah hati yaitu bermurah hati kepada tamu, dengan cara menyambut dan menjamunya dengan baik. Bahkan sikap seperti ini adalah merupakan indikator kedalaman iman seseorang.
Insyaallah dengan sikap bermurah hati hidup kita akan tenang dan selalu dalam lindungan Allah SWT. Amin.
Wassalam,

Murah Hati – Boros – Kikir


http://sabdaislam.files.wordpress.com/2009/12/clip_image00163.jpg?w=510&h=170
Murah Hati – Boros – Kikir
1. Tangan yang di atas (pemberi) lebih baik daripada tangan yang di bawah (penerima). (HR. Bukhari)
2. Maafkanlah kesalahan orang yang murah hati (dermawan). Sesungguhnya Allah menuntun tangannya jika dia terpeleset (jatuh). Seorang pemurah hati dekat kepada Allah, dekat kepada manusia dan dekat kepada surga. Seorang yang bodoh tapi murah hati (dermawan) lebih disukai Allah daripada seorang alim (tekun beribadah) tapi kikir. (HR. Ath-Thabrani)
3. Barangsiapa melakukan pemborosan (royal dan tabdzir) maka Allah akan mencegahnya dari perolehan (rezekiNya). (HR. Asysyihaab)
4. Tidak akan berkumpul dalam hati seorang hamba kekikiran dan keimanan. (HR. Aththalayisi)
5. Jauhilah kekikiran. Sesungguhnya kekikiran itu telah rnembinasakan (umat-umat) sebelum kamu. (HR. Muslim)
6. Kemurahan hati adalah dari (harta) kemurahan hati dan pemberian Allah. Bermurah hatilah niscaya Allah bermurah hati kepadamu. (HR. Ath-Thabrani)

Keteladanan Nabi: Murah Hati, Akhlak Mulia, Rendah Hati, Zuhud

Mengani kisah teladan akhlak yang mulia dari Nabi Muhammad SAW (Pembahasan "Keteladanan dalam Akhlak", kebanyakan dinukil dari buku penulis, "Hatta Yalama 'sy-Syahab", dengan beberapa perubahan)), maka cukup bagi saya untuk menyebutnya, meski hanya satu contoh, tentang segala yang berkait dengan budi pekertinya yang mulia, termasuk segi- segi keagungannya yang universal, baik yang berhubungan dengan kemurahan hati dan zuhud, atau dengan kerendahan hati dan kesantunannya, dengan kekuatan dan keberaniannya, atau yang berhubungan dengan berpolitik dan keteguhannya memegang prinsip. 

Tentang keteladanan bermurah hati, maka Rasulullah saw. selalu memberi tanpa takut terhadap kekurangan dan kemiskinan. Beliau lebih murah hati daripada angin yang berhembus, terlebih lagi jika pada bulan Ramadhan. 

Al-Hafizh Abu Syaikh meriwayatkan dari Anas bin Malik ra. Ia berkata:

 لَمْ يُسْأَلْ رَسُوْلُ اﷲِ صَلَّى اﷲُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ شَيْئًا قَطُّ عَلَى الإِسْلاَمِ إِلاَّ أَعْطَاهُ، وَأَنَّ رَجُلاً أَتَاهُ فَسَأَلَهُ، فَأَعْطَاهُ غَنَمًا بَيْنَ جَبَلَيْنِ ، فَرَجَعَ إِلَى قَوْمِهِ ، فَقَالَ ׃ أَسْلِمُوا ، فَإِنَّ مُحَمَّدًا يُعْطِيْ عَطَاءَ مَنْ لاَ يَخْشَىَ الْفَاقَةَ٠ 

Rasulullah saw. tidak pernah diminta - sesuatu dalam Islam kecuali beliau memberinya. Sesungguhnya ada seorang laki- laki yang datang kepadanya dan meminta, maka Rasulullah saw. memberi kambing antara dua gunung, maka laki-laki tersebut pulang ke kaumnya, dan berkata kepada mereka, "Masuklah kalian agama Islam. Karena sesungguhnya Muhammad memberikan pemberian tanpa merasa khawatir menjadi sengsara". 

Dan dari Anas diriwayatkan:

 مَاسُئِلَ رَسُوْلُ اﷲِ صَلَّى اﷲُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ شَيْئًا قَطُّ ٬ قَالَ ׃ لاَ 

Rasulullah saw, tidak pernah dimintai sesuatu dan berkata “tidak” (menolak). Tentang keteladanan zuhud, Abdullah bin Mas’ud berkata:

 دَخَلْتُ عَلَى الرَّسُوْلِ صَلَّى اﷲُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَقَدْ قَامَ عَلَى حَصِيْرٍ٬ لَقَدْ أَثَّرَ فِى جَنْبِهِ الشَّرِيْفِ٬ فَقُلْتُ ׃ يَا رَسُوْلَ اﷲِ٬ لَوِاتَّخَْذْنَا لَكَ وِطَاءً تَجْعَلَهُ بَيْنَكَ وَبَيْنَ الْْحَصِيْرِيَقِييْكَ مِنْهُ فَقَالَ ׃ مَالِى وَلِلدُُّنْيَا ٬ مَاأَنَا وَالدُُّنْيَا إِلاَّكَرَاكِبٍ اِسْتَظَلَّ تَحْتَ شَجَرَةٍ ثُمَّ رَاحَ وَتَرَكَهَا٬ وَهُوَ الْقَائِلُ ׃ اَللَّهُمَّ اجْعَلْ رِزْقَ آلِ مُحَمَّدٍ كَفَافًا 

Aku menemui Rasulullah saw. ketika beliau baru bangun dari sebuah tikar yang telah memberi bekas pada punggungnya yang mulia. Maka aku berkata, "Wahai Rasulullah, bagaimana jika aku buatkan untukmu alas yang melindungi tubuhmu dari tikar tersebut?" Rasulullah saw. bersabda, "Apalah aku dengan dunia ini. Apalah arti dunia bagiku. Hidup di dunia ini semata-mata hanya seperti seorang pengembara yang berteduh di bawah pohon, kemudian ia pergi dan meninggalkan pohon tersebut". Beliau adalah yang berkata, "Ya Allah, jadikanlah rizki keluarga Muhammad pas-pasan". 

Ibnu Jarir meriwayatkan dari ‘Aisyah ra. Bahwa ia berkata:

 مَاشَبَعَ رَسُوْلُ اﷲِ صَلَّى اﷲُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ خُبْرِبُرٍّ ﴿حِنْطَةٍ﴾ ثَلاَثَةَ أَيَّامٍ تِبَاعًا مُنْذُ قَدِمَ الْمَدِيْنَةَ حَتَّى مَضَى لِسَبِيْلِهِ 

Rasulullah saw. tidak pernah kenyang dengan roti gandum tiga hari berturut-turut sejak datang ke Madinah hingga berlalu untuk jalannya (beliau wafat). Ahmad meriwayatkan dari Anas ra.:

 إِنَّ فَاطِمَةَ رَضِيَ اﷲُ عَنْهَانَا وَلَتِ النَّبِيِّ صَلَّى اﷲُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كِسْرَةً مِنْ خُبْزِ الشَّعِيْرِ٬ فَقَالَ لَهَا عَلَيْهِ الصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ ׃ هَذَا أَوَّلُ طَعَامٍ أَكَلَهُ أَبُوْكَ مُنْذُ ثَلاَثَةِ أَيَّامٍ 

Sesungguhnya Fatimah ra. memberi Rasulullah saw. sekerat roti gandum, maka Rasulullah saw. berkata kepada putrinya itu, "Ini adalah makanan yang pertama kali ayahmu makan sejak tiga hari". 

Bagaimana Rasulullah saw. tidak menjadi teladan yang tinggi dalam zuhud, sedang beliau adalah pelaksana apa yang diinginkan Allah, yang berfirman kepadanya: 

Dan janganlah kamu tujukan kedua matamu kepada apa yang telah Kami berikan kepada golongan-golongan dari mereka, sebagai bunga kehidupan dunia untuk Kami cobai mereka dengannya. Dan karunia Tuhan kamu adalah lebih baik dan lebih kekal. (Q.S. 20:131) 

Hendaklah kita tidak mempunyai pengertian bahwa Rasulullah saw. berzuhud karena beliau fakir atau sedikit makanan. Jika beliau menginginkan kehidupan yang melimpah ruah, bersenang-senang dengan bunga kehidupan dunia, maka dunia akan tunduk kepadanya untuk memberikan segala apa yang beliau ingini. Tetapi dari zuhudnya itu beliau menginginkan beberapa masalah, yang di bawah ini penyusun sebutkan beberapa yang paling penting: 
  • Beliau hendak mengajarkan kepada generasi Muslim dengan zuhudnya itu akan arti tolong-menolong, pengurbanan dan mendahulukan orang lain. Al-Baihaqi meriwayatkan dari 'Aisyah ra. bahwa ia berkata:
 مَاشَبَعَ رَسُوْلُ اﷲِ صَلَّى اﷲُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثَلاَثَةَ أَيَّامٍ مُتَوَاِلَيْةٍ وَلَوْشِئْنَا شَبَّعْنَا وَلَكِنَّهُ يُؤَثِرُ عَلَى نَفْسِهِ 
Selama tiga hari berturut-turut, Rasulullah saw. tidak merasa kenyang. Dan jika kami inginkan, kami dapat mengenyangkan beliau, tetapi beliau lebih mengutamakan kepentingan orang lain. Dan telah kita sebutkan. bahwa Rasulullah saw. memberi pemberian dengan tidak merasa khawatir akan ditimpa kemiskinan. 
  • Beliau menginginkan agar generasi Muslim meneladani hidup dengan kecukupan yang memuaskan, karena dikhawatirkan mereka akan terbuai oleh bunga kehidupan dunia yang memalingkan mereka dari kewajiban dakwah dan meninggikan kalimah Allah. Juga dikhawatirkan akan tenggelam dalam kehidupan dunia, sehingga membinasakan mereka sebagaimana orang-orang terdahulu. 
  • Beliau menginginkan untuk memberikan pemahaman kepada orang yang hatinya diliputi berbagai macam penyakit, seperti kaum munafik dan kafir, bahwa dari dakwah yang beliau serukan kepada umat manusia tidak menginginkan harta dan kesenangan fana, palsu, bukan pula kemewahan dan kenikmatan duniawi, bukan mengejar dunia dengan mengatasnamakan agama. Tetapi yang beliau inginkan adalah mendapatkan pahala Allah semata. Syi'amya, adalah syi'ar para Nabi sebelumnya:
Hai hambaku, aku tiada meminta harta benda kepada kamu (sebagai upah) bagi seruahku. Upahku hanyalah dari Allah. (Q.S. 11:29) 

Tentang teladan Kerendahan hati, adalah beliau yang selalu mengucapkan salam kepada para sahabatnya, memperhatikan secara serius terhadap pembicaraan mereka, baik kecil maupun besar. Jika beliau bersalaman, maka tidak akan menarik tangannya sebelum orang yang disalaminya melepaskan. Beliau selalu menghadiri pertemuan para sahabatnya hingga usai. Beliau pergi ke pasar, membawa barang-barangnya sendiri dan berkata, "Aku adalah yang lebih berhak untuk membawanya". Beliau tidak merendahkan pekerjaan buruh, baik sewaktu membangun masjidnya yang mulia maupun sewaktu menggali parit. Beliau selalu memenuhi undangan orang merdeka, budak maupun hamba perempuan, menerima udzur orang yang berudzur, menambal bajunya dan memperbaiki sandalnya, bahkan tidak segan melakukan tugas ibu rumah tangga. Beliau juga menambatkan untanya, makan bersama Khadam, memenuhi hajat orang lemah dan sengsara. Beliau pun duduk di atas tanah ... 

Bagaimana Rasulullah saw. tidak memiliki kerendahan hati ini, sedang Allah berfirman kepadanya: 

Dan rendahkanlah dirimu terhadap orang-orang yang mengikutimu, yaitu orang-orang yang beriman. (Q.S. 26:215)

Sabar dan Murah Hati

Mujtahid

SALAH satu senjata untuk menggapai “kemenangan” adalah sabar. Secara etimologis, sabar berarti menahan diri dari segala sesuatu yang tidak disukai karena semata-mata mengharap ridha Allah. Sabar dan murah hati merupakan salah satu sifat orang cerdik yang menjadi perhiasan yang paling baik untuk mengurangi kesulitan.
Menurut al-Ghazali, sabar merupakan ciri khas manusia, binatang dan malaikat tidak memerlukan sabar. Binatang tidak sabar, karena ia tunduk dan dikendalikan oleh hawa nafsu. Malaikat tidak sabar, kerana ia senantiasa tunduk pada dzat kesuciannya. Berbeda dengan manusia, ia dibekali dua sifat yang saling tarik-menarik, antara kesucian (fithrah) dan kegelapan (dzulm), sehingga ia harus mengeluarkan jurus baru, yakni bersabar dan murah hati.
Menurut Ibn Abi Dunya, dalam buku yang berjudul “Menjinakkan Marah dan Benci” mencoba memberikan nasihat-nasihat (tausiyah) kepada kaum Muslim untuk membekali hidup ini dengan sabar dan murah hati. Tidak ada nilai yang berharga bagi manusia, kalau kesabaran dan bermurah hati itu hilang. Bermodal dari kedua hal itulah seorang dapat menuai kesuksesan menjalani kehidupan ini.
Ibn Abi Dunya adalah seorang ulama yang hidup pada dinasti Umayyah, suatu dinasti yang dikenal “Golden Age of Islam” (era kejayaan, keemasan Islam). Kepakaran dan kautamaannya mengantarkan ia menjadi pendidik di lingkungan istana. Selain dikenal sebagai pendidik, ia adalah penulis buku-buku tentang kezuhudan dan kelembutan hati.
Tuhan menciptakan manusia di muka bumi ini, dengan berbagai keutamaan, di antaranya kesabaran dan murah hati (hilm). Rasulullah menegaskan bahwa kesabaran dan kemurahhatian dapat membawa manfaat di dunia dan menghasilkan pahala berlimpah di akhirat. Menurut Ibn Abi Dunya, sabar dan murah hati merupakan puncak keutamaan, sumber kebaikan, dan pokok ketentraman hidup manusia.
Sabar terkait erat dengan akhlaq. Begitu pula dengan murah hati. Kedua hal ini menjadi nilai penting untuk mempertajam dan memupuk kepribadian akhlaq seseorang. Kedua nilai pokok ini tidak terbatas oleh ruang dan waktu, kapan dan di mana pun tetap diperlukan. Sedemikian pentingnya, Rasulullah mengilustrasikan bahwa sebagai salah satu bentuk akhlaq individu, menjadi ukuran kualitas iman seseorang. Seperti dalam sabdanya: “orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaqnya” (HR. Tirmidzi).
Relasi antara sabar dan akhlaq adalah relasi yang mengikat. Seseorang tidak bisa dikatakan berakhlaq apabila dirinya tidak punya kesabaran. Sehingga relasi ini menjadi kunci utama keberadaan akhlaq seseorang. Artinya, sesuatu yang berkaitan dengan tingkah laku, tabiat serta perangai seseorang harus dikendalikan dengan sabar. Menurut Ibn Abi Dunya, tidak ada sinergi positif yang lebih baik melebihi sinergi kecerdasan emosional (sabar) dan kecerdasan intelektual. Yang mengendalikan akal dan perbuatan adalah sabar dan murah hati, akhir dari suatu urusan adalah sabar, dan sebaik-baik perbuatan adalah memaafkan.
Marah dan benci adalah lawan dari kesabaran dan murah hati. Menjinakkan marah dan benci hanya cukup dengan sabar dan murah hati. Sebab, jika marah dan benci menyelimuti manusia, maka bencana pasti tak dapat dihindarkan. Kemarahan dan kebencian, kata Ibn Abi Dunya, hanya dapat diobati dengan sabar dan murah hati. Lebih dari itu, al-Qur’an sendiri, sebagai kitab rujukan yang utama, memberi peringatan; “apabila mereka marah, mereka memberi maaf” (QS. 42:37).
Dengan sabar dan murah hati, seorang akan terangkat derajat kemulyaannya, baik di sisi Allah, maupun di sisi manusia. Sifat sabar dan murah hati senantiasa membuat hidup seseorang menjadi indah dan sejuk, menjadi lapang dan luas, serta semua terasa menjadi nikmat apa yh dihadapi di dunia ini.

Kerendahan Hati Rasulullah

24 11 2009
http://sabdaislam.files.wordpress.com/2009/11/mutiara-hadits26.jpg?w=510&h=170
Sopan Santun dan Kerendahan Hati Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam adalah orang yang paling saying dan hormat kepaa para sahabatnya, memberi tempat lapang kepada meeka jika kesempitan, memulai salam kepada orang yang dijumpai, dan jika berjabat tangan dengan seseorang tidak pernah melepaskan sebelum orang tersebut melepaskannya tangannya.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam adalah orang yang paling rendah hati, jika berada bersama suatu kaum dalam majlis selau duduk bersama mereka dan tidak berdiri sebelum majlis selesai. Setiap yang duduk bersama beliau diberi haknya masing-masing sehinggat tidak seorang pun yang mereasa bahwa orang lain lebih mulia daripada dirinya di hadapan Rasululah shallallahu ‘alaihi wasallam.
Jika seseorang duduk di dekatnya, beliau tidak berdiri sebelum orang tersebut berdiri kecuali jika ada urusan yang mendadak maka beliau meminta izin kepadanya.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam benci kepada orang yang berdiri menghormatinya. (* ) dari Anas radhiyallahu ‘anhu berkata, ” Tak seorang pun yang mereka cintai lebih dari cinta mereka kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, tapi jika mereka melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mereka tidak berdiri untuk menghormatinya karena beliau membenci hal yang demikian. HR. Ahmad Dan Tirmadzi.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tidak menghadapi seseorang dengan sesuatu yang tidak disenganinya, mengunjungi oran gsakit dan mencintai orang –orang miskin, bersabahat dan menyaksiakan jenazah mereka, tidak menghina orang fakir karena kefakirannya, tidak takut kepada raja karena kedudukannya, dan membesarkan nikmat meskipun sedikit, maka beliau tidak pernah sekalipun mencela makanan, jika beliau suka dengan makanan tersebut maka beliau makan, tapi jika tidak maka beliau tinggalkan tanpa mencelanya, beliau makan dan minum dengan tangan kanannya setelah membaca bansmalah ( bismillah ) pada permulaannya dan mengucapkan hamdalah ( alhamdulillah ) pada akhirnya.
Beliau menyenangi hal-hal yang baik dan tidak suka kepada hal-hal yang tidak baik seperti bawang putih dan bawan merah atau yangserupa dengannya, beliau haji sambil mengatakan :
Ya Allah, ini adalah benar-benar haji yang tidak ada riya’ dan tidak mencari popularitas di dalamnya. HR. Maqdisy.
Beliau juga tidak berbeda dengan paras sahabatnya dalam pakaian dan tempat duduk, shingga pernah seorang arab badui datang sambil berkata : ” Mana di antara kamu yang bernama Muhammad ? “, Pakaian yang paling desenangi adalah qamis ( baju panjang sampai setengan betisnya), tidak berlebih-lebihan dalam makan atau pakaian, memakai peci, serban dan cincin perak pada jari kelingking kanannya serta mempunyai jenggot yang lebat.
(*) Diperbolehkan bagi tuan rumah untuk berdiri dalam menyambut tamu karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah melakukan hal itu, dan boleh juga ikut menyngsong orang yang baru datang untuk merangkulnya.

Dermawan dan Murah Hati

Imam Ali as dalam menggambarkan Rasulullah saw mengungkapkan "Beliau adalah orang yang paling pe murah dan dermawan. Sangat periang paling jujur sangat tepat janji berperangai sangat lembut dan paling mulia. Kewibawaannya mengesankan orang yang melihatnya. Siapa pun yang bergaul dengannya akan mencintainya. Tak seorang pun seperti dia sebelum dan sesudahnya. Beliau tidak akan membiarkan pengemis dengan tangan kosong. Pernah ada seseorang datang meminta sesuatu kepada beliau
lalu beliau memberinya domba yang banyak. Orang itu kembali ke keluarganya dan mengatakan 'Berimanlah kepada Muhammad! Dia akan memberi dan tidak takut miskin.'"
Tidak pernah beliau diminta sesuatu kemudian menjawab "Tidak". Suatu hari beliau menerima tujuh puluh ribu dirham lalu beliau bagikan kepada muslimin sampai uang itu habis. Suatu hari ada pengemis meminta kepada beliau. Karena beliau tidak punya sesuatu beliau berkata kepadanya "Belilah apa saja yang kamu perlukan dengan jaminanku. Bila aku sudah mempunyai uang akan kubayar hutangmu."
Umar berkata "Wahai Rasulullah sesuatu yang di luar kemampuan Anda itu tidak diinginkan." Nabi merasa tidak senang dengan perkataan ini.
Si pengemis mengatakan "Wahai Rasulullah ber infak lah dan jangan takut miskin." Nabi tersenyum dengan per kataan ini dan tampak kegembiraan di wajahnya.

204

Sepulang dari perang Hunain orang-orang Badui mengelilingi beliau. Mereka meminta sesuatu sampai beliau terpaksa berlindung di pohon. Mereka mengambil 'abâ`-nya. Beliau berkata "Hai orang-orang berikan 'abâ`-ku! Seandainya di tanganku unta sebanyak jumlah bebatuan ini pasti aku bagikan kepada kalian. Kalian tidak akan me li hatku kikir pendusta dan penakut."141
Imam Shadiq as berkata "Seorang lelaki datang ke pada Nabi saw dan menyodorkan uang 12 dirham kepada beliau. Karena bajunya sudah usang beliau berikan 12 dirham itu kepada Ali bin Abi Thalib seraya berkata 'Be li kan aku baju.'
Ali menceritakan 'Aku pergi ke pasar dan membeli baju seharga 12 dirham kemudian aku serahkan kepada Rasulullah. Beliau perhatikan baju itu lalu berkata 'Aku tidak suka baju ini apakah bisa dikembalikan kepada si penjualnya?'
Aku bilang aku tidak tahu. Lalu aku bawa baju itu ke si penjual. Aku bilang padanya 'Rasulullah tidak cocok dengan baju ini apakah jual beli ini bisa dibatalkan?'
'Bisa ' katanya. Ia ambil kembali baju itu dan uang 12 dirham dikembalikannya kepadaku. Aku terima uang itu kemudian aku berikan kepada Rasulullah. Bersama beliau kami ke pasar untuk membeli pakaian. Di tengah jalan kami bertemu dengan seorang budak wanita yang duduk sam bil menangis. Rasulullah menanyakan sebabnya. Ia men jawab 'Keluarga saya memberi saya empat dirham untuk membeli sesuatu untuk mereka. Tapi uang saya hilang. Saya


205
tidak berani pulang ke rumah.' Rasulullah memberinya empat dirham dan berkata 'Pulanglah ke rumahmu.'
Kami meneruskan niat kami ke pasar. Kami membeli baju seharga empat dirham buat beliau. Kemudian beliau memakainya dan berucap 'Alhamdulillah.'
Kami pulang ke rumah. Di tengah jalan beliau melihat seorang lelaki tidak berbaju dan mengatakan 'Siapa yang memberiku pakaian semoga Allah memberinya pakaia-npakaian dari surga.' Rasulullah mengeluarkan bajunya dan diberikan kepadanya.
Kami kembali ke pasar. Dengan sisa empat dirham kami membeli baju buat Rasulullah. Beliau memakainya dan memuji Allah. Lalu kami pulang. Di tengah jalan kami bertemu dengan budak tadi yang masih duduk di situ. 'Kenapa kamu tidak pulang?' tanya Rasulullah.
'Karena aku pulang terlambat aku takut dipukul ' ujarnya.
Nabi berkata 'Mari bersamaku tunjukkan rumahmu padaku. Aku akan menolongmu.'
Sampai di depan rumahnya Nabi mengucapkan 'Assalamu alaikum wahai tuan rumah!' Tiada yang menjawab.
Sampai tiga kali beliau mengulangi salamnya.
Pada ucapan salam yang ketiga tuan rumah men jawab 'Alaikumus salam wahai Rasulullah!'
Nabi berkata 'Kenapa salam pertama tidak kalian jawab?'
'Salam Anda kami dengar. Tapi kami ingin diulangi ' jawab si tuan rumah.


206

Rasulullah berkata 'Budak Anda terlambat datang aku minta kalian jangan menghukumnya!'
Ia mengatakan 'Wahai Rasulullah untuk meng hor mati kedatangan Anda kami bebaskan budak ini.'
'Alhamdulillah ' ucap Nabi.
'Aku tidak pernah menyaksikan uang 12 dirham lebih berkah dari uang 12 dirham ini. Beliau memberi baju dua orang tak punya baju dan membebaskan seorang budak.'"142
Imam Baqir as berkata "Seorang fakir datang kepada Nabi saw dan meminta sesuatu. Karena Rasulullah tidak memiliki apapun untuk diberikan kepadanya maka beliau bertanya kepada para sahabat 'Tidak adakah yang bisa meminjami aku sesuatu?'
Salah seorang menjawab 'Wahai Rasulullah aku yang akan memberinya.'
Beliau berkata 'Berikan kurma empat karung pada peminta ini nanti akan aku bayar.' Lelaki dari kaum An shar menyerahkan surat hak milik kurma kepada si pe m inta. Kemudian setelah itu orang Anshar ini datang dan me nagih haknya kepada Rasulullah. Beliau menjawab 'Insya Allah aku bayar.' Lalu si Anshar datang dan menagih lagi. Lama kemudian ia datang lagi dan Nabi menjawab 'Insya Allah aku akan membayar.'
'Kenapa tidak Anda bayar?' protesnya.
'Insya Allah aku bayar ' jawab beliau.
Ia terus mendesak 'Sampai kapan Anda mengatakan insya Allah?'


207

Nabi tertawa dan berkata kepada para sahabat 'Ada kah yang akan meminjamiku sesuatu?'
'Aku yang akan memberinya wahai Rasulullah ' jawab salah seorang sahabat.
Rasulullah berkata 'Berikan kepada orang ini de la pan karung.'
Si Anshar itu mengatakan 'Wahai Rasulullah aku memberi pinjaman empat karung kurma tidak lebih.'
Beliau berkata 'Empat karung tambahan ini juga menjadi milikmu.'"

Tawaduk

Meskipun Rasulullah saw memiliki kedudukan agung tetapi beliau sangat bertawaduk.
Ibn Amir menceritakan "Aku melihat Rasulullah sedang melakukan lemparan jumrah sambil menaiki unta. Beliau melempar jumrah tanpa acara pendahuluan dan penu tu pan.
Beliau naik keledai tanpa pelana dan mengajak seseorang untuk naik ke kendaraannya ini. Beliau mem b esuk orang sakit dan mengantarkan jenazah. Memenuhi un dan gan kaum budak. Menjahit sandal dan pakaiannya sendiri. Membantu keluarganya dalam pekerjaan-pekerjaan ru mah. Para sahabat tidak berdiri untuknya karena mereka tahu beliau tidak suka tindakan ini. Mengucapkan salam kepada anakanak. Terkadang orang-orang gemetar kare-


208
na kewibawaan beliau. Beliau berkata padanya 'Ten ang lah aku bukan raja. Aku anak seorang perempuan yang makan daging kering.'
Di tengah para sahabat beliau duduk seadanya se-perti salah satu di antara mereka. Orang asing yang da tang akan susah membedakan Nabi di antara para sa habat nya kecuali kalau ia bertanya. Karena itu para sahabat menye dia kan tempat khusus bagi beliau.
Aisyah berkata kepada Nabi 'Bersandarlah kalau makan supaya (dapat makan dengan) nyaman.'
Rasulullah menundukkan kepala hingga akan men ca pai tanah dan menjawab 'Tidak. Aku makan dan duduk seperti para budak.'
Siapa pun yang memanggilnya akan beliau jawab. Bila duduk bersama para sahabat dan mereka berbicara ten tang akhirat maka akan dibahasnya bersama mereka. Dan jika mereka berbicara soal makanan dan minuman urusan-urusan duniawi beliau akan membahasnya dengan tawaduk dan menjaga persahabatan dengan mereka."143
Imam Shadiq as berkata "Saudari sepersusuan Ra sulullah saw datang kepada beliau. Beliau gembira bertemu dengan saudarinya itu. Beliau menghamparkan 'abâ`-nya dan mempersilahkan ia duduk di atasnya. Berbincang-bincang dengannya dan tertawa. Ketika saudarinya berdiri dan sudah pergi saudara sepersusuan beliau datang. Be liau pun menghormatinya. Tetapi tidak seperti sikap be-


209
liau terhadap saudarinya. Beliau ditanya 'Mengapa Anda lebih menghormati saudari Anda?'
Beliau menjawab 'Karena ia banyak berbuat baik kepada ayahnya.'"

Rutinitas Domestik Nabi saw

Imam Husain as menceritakan "Aku bertanya ke pada ayahku tentang rutinitas Rasulullah saw di dalam ru mah. Ia menjawab 'Beliau mempunyai waktu-waktu khusus di dalam rumah. Bila berada di rumah beliau mem bagi waktu menjadi tiga bagian: sebagian untuk beri b adah se bagian untuk keluarga dan sebagian lagi untuk urusan-urus-an pribadi.'"
Beliau pun membagi waktu pribadinya antara dirinya sendiri dengan umat dan beliau mencurahkannya untuk urusan-urusan mereka. Bagian yang berkaitan dengan umat
beliau prioritaskan tokoh kaum dan tokoh agama atas yang lain. Itu pun menurut kadar keutamaan yang dimiliki tiaptiap individu tersebut. Sebagian mempunyai satu kep er luan saja sebagian yang lain dua keperluan dan yang lainnya lagi
lebih banyak lagi. Beliau memperhatikan urusan-urus-an dan usulan-usulan mereka memberikan pandangan ber dasar kan maslahat mereka dan maslahat umum.
Beliau berkata "Bagi yang hadir sampaikan masalahmasalah ini kepada yang tidak hadir." Juga berkata "Hajathajat mereka yang tidak sampai kepadaku sampaikanlah kepadaku. Barangsiapa menyampaikan hajat-hajat kaum


210
yang memerlukan kepada hakim niscaya pada hari kiamat langkah- langkah kakinya akan dikukuhkan." Masalah-masalah semacam ini disampaikan kepada beliau dan be liau tidak akan memperkenankan pada saat itu mereka menyebutkan masalah-masalah lainnya. Dalam per te muan-pertemuan ini para sahabat datang sebagai pengunjung. Tetapi mereka tidak akan keluar tanpa menimba ilmu dan masalah sosial.

Rutinitas Publik Nabi saw

Imam Husain as berkata "Aku bertanya kepada ayahku mengenai rutinitas publik Nabi saw. Apa yang beliau lakukan?
Ia menjawab 'Rasulullah saw tidak akan berbicara kecuali dalam masalah-masalah yang bermanfaat. Beliau akrab dengan para sahabat dan tidak akan mengadu domba mereka. Beliau menghormati tokoh suku dan menugaskan nya membina kaumnya. Memperingatkan mereka agar menjauhi perselisihan dan fitnah. Mengawasi mereka tanpa bersikap buruk terhadap mereka. Mem beri kan perhatian kepada para
sahabatnya. Mengetahui peris tiwa-peristiwa dan beritaberita sosial di dalam masyarakat. Mendukung perbuatanperbuatan baik dan mencela per bua tan-perbuatan buruk.
Beliau selalu awas dan tidak akan lalai dalam setiap urusan agar orang-orang yang ditugaskan oleh beliau tidak


211
lalai dan malas. Beliau selalu sigap dalam keadaan apapun. Tidak menyepelekan hak dan tidak sewenang-wenang. Sahabat- sahabat karibnya adalah orang-orang terbaik. Yang paling mulia dari mereka ialah yang mencintai kebaikan dan nasihat. Orang-orang yang paling dekat dengannya adalah mereka yang menolong sesama mukmin dan ber baik hati terhadap mereka lebih dari semua orang.'"144

Perilaku Nabi di Majelis dan Pertemuan

Imam Husain as berkata "Aku bertanya kepada ayahku tentang majelis Nabi saw. Ia menerangkan 'Beliau tidak akan duduk atau berdiri kecuali dengan zikir kepada Allah. Di majelis-majelis beliau tidak akan memilih (dan tidak akan menerima) tempat pribadi dan beliau melarang tin da kan ini. Bila datang ke majelis beliau akan duduk di tem pat kosong manapun dan beliau juga berpesan demikian.
Dalam menghormati dan memandang yang hadir
be liau perhitungkan manfaatnya. Supaya jangan sampai orang menyangka dirinya lebih dicintai ketimbang yang lain. Siapa yang duduk dengan beliau atau mendesak beliau agar dipenuhi hajatnya beliau akan sabar sampai ia pergi. Siapa yang meminta sesuatu pada beliau maka akan dipenuhi atau melegakannya dengan perkataan baik beliau. Orang-or ang senang dengan akhlak beliau dan bagi mereka beliau se bagai bapak mereka.
Dalam kebenaran di mata beliau semua orang sama. Majelis beliau sarat dengan kesabaran rasa malu dan


212
amanah. Di majelis ini tidak akan ada suara-suara keras (teriakanteriakan). Kehormatan setiap orang tidak akan jatuh dan kesalahan-kesalahan mereka tidak akan diper ha ti kan. Yang hadir adalah satu saudara dan sama. Dalam memperhatikan takwa mereka mengutamakan satu sama lain. Tawaduk dan rendah hati. Menghormati orang tua dan menyayangi anak-anak. Mendahulukan kebutuhan o-rang lain ketimbang kebutuhannya sendiri. Dan saling men jaga dari orang-orang asing.'"145

Perilaku Nabi terhadap Anggota Majelis

Imam Husain as bertanya lagi tentang perilaku Nabi terhadap sesama rekan majelis. Imam Ali as berkata "Be liau selalu ceria sopan dan ramah. Tidak kasar dan keras hati. Tidak berteriak dan tidak bicara kotor. Tidak men cari cela dan tidak mengumbar pujian. Beliau tidak akan bicara kecuali perkataan yang mengandung pahala. Bila beliau bicara
semua yang hadir diam. Seolah burung hinggap di kepala mereka. Bila beliau diam orang-orang akan bicara. Tetapi mereka tidak akan saling rebut dan bantah membantah.
Jika ada seorang yang bicara maka yang lain diam sam pai pembicaraannya selesai. Bila orang-orang tertawa Ra su lullah pun tertawa. Bila mereka mengungkapkan takjub dalam satu hal beliau pun demikian. Beliau sabar dengan perkataan dan pertanyaan kasar orang asing. Karena sikap Nabi ini para sahabat pun berusaha meniru Nabi dalam


213
menarik hati orang asing dan yang membutuhkan. Ra sulullah saw berpesan kepada mereka agar berupaya dalam memenuhi kebutuhan orang tak punya. Beliau hanya menerima keterangan seseorang tentang perbuatan baik. Dan tidak memotong pembicaraan orang lain sampai ia selesai bicara."146

Perilaku Nabi terhadap Kaum Muda

Nabi saw memperhitungkan daya masa muda dan kaum pemuda. Berulangkali beliau berpesan kepada sa habatsahabatnya: "Kenalilah potensi anak-anak muda. Hormatilah kepribadian mereka! Berikan kepada mereka tanggung jawab dan kontrollah mereka." Beliau sendiri melaksanakan amal (perintah) ini supaya orang-orang da pat meneladani beliau. Di bawah ini beberapa contohnya:
Di awal Islam As'ad bin Zurarah dan Dzakwan dari Madinah datang ke Mekkah. Di salah satu acara mereka bertemu dengan Nabi saw dan dengan penyampaian be liau mereka menerima Islam dan mengucapkan dua kali mat syahadah. Mereka berkata kepada Rasulullah ketika hendak kembali ke Madinah "Utuslah seseorang bersama kami ke Madinah untuk mengajarkan al-Quran kepada kami dan mengajak orang-orang kepada Islam. Rasulullah saw menugaskan Mush'ab bin Umair yang masih belia tetapi mampu menga jar al-Quran dengan baik supaya pergi ber sama As'ad dan Dzakwan ke Madinah dan mengajak o-rang-orang masuk Islam. Menjadi imam dalam shalat. Mem baca kan al-Quran kepada mereka dan berceramah.


214

Sampai di Madinah Mush'ab memulai tablignya. Karena dia pemuda yang potensial serius utama dan bijak maka orang-orang terutama anak-anak muda menerima dak wah nya dan Islam berkembang di Madinah. Kemudian Mush'ab menulis laporan tentang antusiasme orang-orang ini ke pada Islam kepada Rasulullah.147
Nabi saw ketika bergerak maju ke medan perang Shiffin beliau memilih 'Atab bin Asad seorang pemuda beru sia 21 atau 17 tahun sebagai pimpinan dan imam shalat je maah di Mekkah. Beliau berkata "Tahukah kamu kedudu kan apa dan kepada kaum mana aku mengangkatmu? Aku mengangkatmu sebagai gubernur al-Haram (Mekkah)." (Beliau mengulangi perkataan ini sampai tiga kali). "Ber buat baiklah kepada penduduk al-Haram."
'Atab diberi satu dirham setiap harinya. 'Atab dalam mengatur kota Mekkah menyayangi dan mengasihi kaum mukmin. Bersikap kasar dan tidak ramah terhadap kaum penentang. Rajin hadir dalam shalat berjamaah. Membaca khotbah dan berceramah dengan baik. Di saat sedang ber cera mah ia mengatakan: "Nabi telah menetapkan gaji harian untukku satu dirham. Aku qanâ'ah (merasa cukup) de-ngan gaji ini dan aku tidak membutuhkan seorang pun."148
Beberapa hari sebelum Rasulullah saw wafat beliau berencana menyiapkan pasukan untuk berperang mela wan bangsa Romawi. Untuk itu beliau memilih Usamah bin Zaid seorang pemuda berusia 17 tahun sebagai pimpinan pa su kan dan menjadi amir bagi Muhajirin dan Anshar. Beliau

215
mengatakan "Berhentilah di suatu tempat di luar kota sam pai para pasukan-pasukan datang kepadamu hingga ber kum pul semua." Beliau memerintahkan Muhajirin dan An shar "Susullah pasukan Usamah dan jangan mem bang kang!"
Beberapa sahabat dengan alasan Usamah masih muda mereka tidak hadir di medan pertempuran dan tidak patuh. Ketika berita ini sampai kepada Nabi yang dalam keadaan sakit keras beliau masuk mesjid dan naik mimbar. Setelah menyampaikan pujian kepada Allah beliau berkata "Perkataan macam apa yang kalian lontarkan tentang kepemimpinan Usamah. Lantaran dia muda kalian tidak mau mengikuti pasukan Islam? Dulu kalian juga protes kepemimpi nan ayahnya. Demi Allah Usamah layak se bagai pimpinan pasukan. Dia termasuk yang terbaik. Susullah pasukannya dan patuhilah dia!"149