Jumat, 17 Januari 2014

MATERI BUDI PEKERTI BAB I KLS 9 SMT GENAP



AKHLAK TERHADAP LINGKUNGAN
Akhlak Terhadap Lingkungan Keluarga & Kerabat

Assalamualaikum Wr.Wb.
Saudaraku, Alkhamdulillaahirrobil ‘alamiin …Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT. 
Sebab dengan Rahmatnya lah kita smua dapat menjalankan kehidupan ini dengan baik dan penuh makna serta manfa’at lahir dan bathin.

Shalawat dan salam tidak lupa semoga senantiasa tercurahkan kepada Junjungan Alam Rosulullaah SAW, keluarganya sahabat-sahabat serta tabi’t tabi’innya mudah-mudahan termasuk kita di dalamnya amiinn. Beliau yang telah membawa ummatnya dari zaman kegelapan (jahiliyah) menuju jaman yang penuh diterangi cahaya Islam.

Sehingga saya dapat membuat tulisan ini walau tulisan ini masih banyak kekurangan dan jauh dari sempurna, namun muda-mudahan dapat bermanfa’at khususnya bagi penulis secara pribadi.

Akhlak merupakan modal dasar kita dalam menjalani hidup dan kehidupan yang penuh dengan resiko dan tantangan perkembangan di jaman era global tentunya dibutuhkan keyakinan yang kuat dalam kepribadian, sikap dan prilaku agar tidak terlindas roda zaman yang begitu cepat berputar.

Berikut ini makalah pengajian kami hari ini. Semoga ilmu ini bermanfaat bagi kita semua. Jika anda suka, tolong direferensikan kepada teman. Kalau mau mencopy paste, anda dipersilakan.



AKHLAK DASAR BERGAUL  DENGAN ORANG LAIN

1.       Hendaknya berusaha semaksimal mungkin menjaga perasaan orang lain, tidak menghinanya, dan tidak pula mengejek atau mencelanya. “Hai orang-orang yang beriman janganlah suatu mengolok-olopk kaum yang lain, boleh jadi mereka (yang diolok-olok) lebih baik daripada mereka (yang mengolok-olok)…. (QS. Al-Hujurat 49:11)
2.       Hendaknya menjaga kondisi orang lain, memahami sifat dan akhlak mereka, serta bergaul dengan mereka secara baik.
وَلَا تَجْعَلُوا اللَّهَ عُرْضَةً لِأَيْمَانِكُمْ أَنْ تَبَرُّوا وَتَتَّقُوا وَتُصْلِحُوا بَيْنَ النَّاسِ
“Janganlah kamu jadikan (nama) Allah dalam sumpahmu sebagai penghalang untuik berbuat kebajikan, bertakwalah dan mengadakan ishlah di antara manusia….” (Qs. Al-Baqarah 2:224)
3.       Memposisikan mereka sesuai dengan posisinya masing-masing, dan memberikan kepada mereka hak-haknya sesuai dengan statusnya.
Tidaklah termasuk golongan kami, orang yang yang tidak mengasihi anak kecil dari kami dan tidak mengetahui hal orang yang lebih tua dari kami.” (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi).
4.       Bersikap rendah hati kepada mereka, tidak sombong, tidak takabur, dan tidak pongah. “Dan janganlah engkau palingkan mukamu dari manusia (karena sombong) ….” (QS. Luqman 31:18).
5.       Selalu tampil dengan muka manis dan cerah ketika berjumpa dengan orang lain.
تَبَسَّمُكَ فِى وَجْهِ أَخِيْكَ صَدَقَةٌ
Senyummu kepada saudaramu adalah sedekah.” (HR. Tirmidzi)
6.      Berbicara kepada mereka sesuai dengan kadar intelektual mereka.
“….dan katakanlah kepada mereka kata-kata yang memberi bekas pada apa-apa yang ada di hati mereka.” (QS. An-Nisa 4:63).
7.       Mendengarkan baik-baik permbicaraan mereka, serta menjauhi perdebatan dan berbantah dengan mereka.
“Aku penjamin rumah di tengah-tengah taman surga bagi siapa pun yang menghindari perbedatan sekalipun dia benar…” (HR. Abu Dawud).
8.       Selalu berbaik sangka kepada mereka dan tidak memata-matai mereka. “… jauhilah kebanyakan prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu dosa, dan janganlah mencari-cari kesalahan orang lain, dan janganlah sebagian kamu menggunjing sebagian yang lainnya ….”(QS. Al-Hujurat 49:12)


9.       Hendaknya menaruh perhatian kepada kehidupan mereka, memahami keadaan mereka, dan ingin selalu tahu mengenai persoalan-persoalan yang sedang mereka hadapi.
Seorang gadis datang kepada Rasulullah sambil berkata, “Sesungguhnya ayahku telah mengawinkan aku dengan anak saudaranya, agar menutupi kekurangannya dengan (memperalat) diriku. Padahal aku tidak menyukainya.” Maka Rasulullah saw. mengirimkan kepada ayahnya dan memerintahkan agar urusannya diserahkan kepada gadis itu. Gadis itu pun berkata lagi, “Aku telah memalui apa yang diperbuat oleh ayahku,tetapi aku ingin agar para wanita tahu, bahwa para bapak tidak berhak sedikut pun pperihal sesuatu (yang berkaitan dengan kawin paksa)” (HR. Nasa’i dan Ibnu Majah).
10.    Memaafkan kesalahan orang lain, dan tidak mencari-cari  keburukan mereka, dan menahan diri untuk tidak menumpahkan amarah kepada mereka.
لَيْسَ الشَّدِيدُ بِالصُّرَعَةِ إِنَّمَا الشَّدِيدُ الَّذِي يَمْلِكُ نَفْسَهُ عِنْدَ الْغَضَبِ * 
“Kekuatan itu tidak dibuktikan dengan kemenangan bertumbuk. Tetapi orang yang kuat ialah orang yang dapat mengawal dirinya ketika sedang marah.” (HR. Bukhari dan Muslim)
“Barangsiapa dapat menahan marah, dan dia dapat menguasainya, maka Allah akan memanggilnya pada hari kiamat di atas kepada makhluk-makhluk sampai Dia memberitahukannya, bidadari mana yang ia sukai.” (HR. Bukhari).

AKHLAK TERHADAP ORANG TUA
1.      Hendaknya senantiasa berbuat baik kepada orang tua, meskipun mereka kafir.  Ingatlah ketika ibu sedang mengandung.
وَوَصَّيْنَا الْإِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ حَمَلَتْهُ أُمُّهُ وَهْنًا عَلَى وَهْنٍ وَفِصَالُهُ فِي عَامَيْنِ أَنِ اشْكُرْ لِي وَلِوَالِدَيْكَ إِلَيَّ الْمَصِيرُ
”Dan  Kami perintahkan kepada manusia (berbuat) baik kepada dua orang ibu bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Ku-lah kembalimu”. (QS. Lukman 31:14).      
2.      Lakukan perbuatan yang mendatangkan keridhoan Allah dan keridhoan ibu bapak.
“Keridhoan Allah itu terletak pada keridhoan ibu bapak dan kemurkaan Allah itu terletak pada kemurkaan kedua ibu bapak pula.” (HR. Tirmidzi dan Hakim).
3.      Hendaknya merawat dengan baik, apalagi ketika mereka sangat memerlukan.
“Ada seorang lelaki datang kepada Nabi SAW minta izin  pergi jihad/perang, kemudian Nabi bertanya, "Apakah kedua orang tuamu masih hidup?" Ia menjawab, "Masih." Maka sabda Nabi, "Berjihadlah untuk kedua orang tuamu itu." (HR. Bukhori dan Muslim).”
4.      Hendaknya mendahulukan hak ibu sebelum hak bapak.
جَاءَ رَجُلٌ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ مَنْ أَحَقُّ النَّاسِ بِحُسْنِ صَحَابَتِي قَالَ أُمُّكَ قَالَ ثُمَّ مَنْ قَالَ ثُمَّ أُمُّكَ قَالَ ثُمَّ مَنْ قَالَ ثُمَّ أُمُّكَ قَالَ ثُمَّ مَنْ قَالَ ثُمَّ أَبُوكَ * 
Datang seorang laki-laki kepada Rasulullah saw. dan bertanya,“Ya Rasulullah, siapakah di antara manusia yang berhak aku pergauli dengan baik? Beliau menjawab, "Ibumu." Dia bertanya lagi, "Kemudian siapa?" Beliau menjawab, "Ibumu." Dia bertanya lagi, "Kemudian siapa?"  Beliau menjawab, "Ibumu." Dia bertanya lagi, "Kemudian siapa?" Beliau menjawab, "Bapakmu." (HR. Bukhori dan Muslim).
5.      Hendaknya tidak berkata kasar dan memelihara dengan sebaik-baiknya. 
وَقَضَى رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِنْدَكَ الْكِبَرَ أَحَدُهُمَا أَوْ كِلَاهُمَا فَلَا تَقُلْ لَهُمَا أُفٍّ وَلَا تَنْهَرْهُمَا وَقُلْ لَهُمَا قَوْلًا كَرِيمًا
“Dan Robb-mu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya, jika salah seorang dari keduanya atau keduanya sampai berusia lanjut dalam pemeliharaanmu, maka jangan sekali-kali mengatakan "uf, ah, uh, us, hus" dan janganlah kamu membentak mereka” (QS. Al-Isro' 17:23).
6.      Hendaknya memberikan nafkah kepada mereka, jika masih dibutuhkan. (QS. Al-Baqoroh 2:215).
7.      Hendaknya menolak dengan baik dan tidak mentaatinya jika mereka menyuruh  maksiat.
“Dan  Kami perintahkan kepada manusia (berbuat) baik kepada dua orang ibu bapaknya. Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan Aku dengan sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya.” (QS. Al-Ankabut 29:8).
8.      Tidak mencelanya, tidak mencacinya, tidak mengolok-oloknya. Termasuk dosa besar yaitu orang yang mencaci maki ibu bapaknya.
Para sahabat bertanya, "Apakah ada orang yang mencaci maki ibu bapaknya sendiri?" Rasulullah menjawab, "Jika ada seseorang yang mencaci maki ayah orang lain kemudian orang lain itu mencaci maki ibu bapaknya." (HR. Bukhori dan Muslim).
9.      Berbuat baik kepada orang tua bukan saja ketika masih hidup, tetapi setelah mereka wafatpun perlu dilakukan.



“….dengan cara (1) menyolatkan/ mendoakan kepada keduanya, (2) memohonkan ampun kepada keduanya, (3) menepati janji keduanya, (4) menyam-bung silaturahim yang dikenalnya, (5) menghormati sahabatnya.” (HR. Abu Dawud).
10.  Hendaknya selalu mendoakan keduanya  asal mereka bukan orang kafir.
رَبِّ ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِي صَغِيرًا
"Ya, Robb-ku kasihilah mereka berdua sebagaimana mereka telah mendidik aku waktu kecil." (QS. Al-Isro' 17:24). [Baca juga QS. At-Taubah 9:80-84 dan  Al-Munafiqun 63:5-6].
11.  Janganlah durhaka kepada ibu bapak.
أَلَا أُنَبِّئُكُمْ بِأَكْبَرِ الْكَبَائِرِ ثَلَاثًا الْإِشْرَاكُ بِاللَّهِ وَعُقُوقُ الْوَالِدَيْنِ وَشَهَادَةُ الزُّورِ أَوْ قَوْلُ الزُّورِ
“Mahukah aku ceritakan kepada kamu sebesar-besar dosa besar? Ada tiga perkara, yaitu mensyirikkan Allah, menghardik kedua ibu bapa dan bersaksi palsu atau kata-kata palsu. (HR. Bukhori dan Muslim).
12.  Ingatlah bahwa durhaka kepada mereka dipercepat siksanya.
“Semua dosa akan dibiarkan atau diakhirkan (siksaannya) sekehendak Allah sampai hari kiamat, kecuali durhaka kepada kedua orang tuanya, maka sesungguhnya dosa itu Allah akan menyegerakan azab kepada pelakunya.” (HR. Ibnu Hibban dan Ibnu Majah).
13.  Ingatlah bahwa tidak akan masuk surga anak durhaka sebelum ia bertaubat.
“Ada empat golongan yang Allah berhak tidak memasukkan mereka ke dalam surga bahkan tidak dapat merasakan nikmat yang ada di dalamnya, yaitu: (1) peminum khomer, (2) pemakan riba, (3) pemakan harta anak yatim secara zalim, (4) durhaka kepada orang tua, kecuali kalau mereka itu mau bertaubat.” (HR.. Hakim).
14.  Segera ingatlah jika hendak berbuat durhaka kepada orang tua, bahwa doanya mustajab. 
Ada tiga doa yang mustajab dan tidak diragukan, yaitu (1) doa orang yang teraniaya, (2) doa orang yang bepergian, dan  (3) doa kedua orang tua kepada anaknya.” (HR. Tirmidzi).
15.  Hendaknya selalu ingat bahwa berbuat baik kepada ibu bapak akan dipanjangkan umur.
Dan Allah akan menambah umur seorang hamba jika ia berbuat baik kepada ibu bapaknya, bahkan Allah akan menambah kebaikannya kepada siapa saja yang berbuat baik kepada ibu bapaknya, serta memberi nafkah kepada mereka jika diperlukan.” (HR. Ibnu Majah).
16.  Hendaknya selalu ingat bahwa memuliakan orang tua akan dimuliakan anak.
Jika seorang pemuda memuliakan/ menghormati orang tua karena usianya, maka Allah telah menentukan baginya orang yang akan menghormatinya pada hari  tuanya (HR. Tirmidzi)


            AKHLAK TERHADAP ANAK-ANAK
1.      Anak adalah rahmat Allah, hendaknya  disyukuri dengan curahan kasih sayang.
وَءَاتَيْنَاهُ أَهْلَهُ وَمِثْلَهُمْ مَعَهُمْ رَحْمَةً مِنْ عِنْدِنَا
 Dan Kami kembalikan kepadanya anak isterinya bersama mereka seganda mereka sebagai rahmat dari sisi kami.” (QS. Al-Anbiya' 21:84).
“Anak itu adalah buah hati dan sesungguhnya dia harum-haruman surga.” (HR. Tirmidzi).
2.      Anak adalah barang gadai. Sebaiknya orang tuanya menebusnya dengan akikah.
“Tiap-tiap anak itu tergadai dengan akikahnya yang disembelihkan baginya pada hari  ke tujuh, dan dicukur rambutnya, dan diberi nama.” (HR. Ahmad, Abu Dawud , Ibnu Majah, Tirmidzi, dan Nasa'i).
3.      Anak adalah amanah Allah, maka hendaknya dididik dan diajari tentang berbagai keperluan hidupnya untuk dunia dan akhirat.
“Kepunyaan Allah-lah apa yang ada  di langit dan di bumi.” (QS. Al-Baqoroh 2:284).
4.      Anak adalah penguji iman. Oleh karena itu perlu sabar agar tidak membuat  jauh dari Allah.
وَاعْلَمُوا أَنَّمَا أَمْوَالُكُمْ وَأَوْلَادُكُمْ فِتْنَةٌ وَأَنَّ اللَّهَ عِنْدَهُ أَجْرٌ عَظِيمٌ
“Ketahuilah bahwasannya harta-hartamu dan anak-anakmu itu adalah ujian, dan sesungguhnya di sisi Allah ada pahal yang besar. (QS. Al-Anfal 8:28).
 "Hai orang-orang yang beriman janganlah harta-hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah.  Barangsiapa berbuat maka mereka itulah orang-orang yang rugi  (QS. Al-Munafiqun 63:9).
5.      Anak adalah makhluk mulia. Oleh karena itu jangan sampai  menjadi hina karena kekafiran.
Dan sesungguhnya  telah kami muliakan anak-anak Adam. ….” (QS. Al-Isro' 17:70)
"Sesungguhnya orang-orang kafir, yakni ahli kitab dan orang-orang musyrik akan masuk neraka jahannam, mereka kekal di dalamnya. Mereka itulah seburuk-buruk makhluk (QS Al-Bayyinah  98:6). 
6.      Anak adalah media amal. Oleh karena itu hendaklh ia diberi makanan yang halal agar tumbuh dengan baik jasmani dan ruhainya. “Satu dinar kamu nafkahkan di jalan Allah, satu dinar kamu nafkahkan untuk memerdekakan budak,  satu dinar kamu nafkahkan untuk orang miskin, satu dinar kamu nafkahkan kepada ahlimu (anak isteri), yang paling besar pahalanya adalah yang kamu nafkahkan untuk anak isterimu.” (HR. Muslim).
7.      Anak adalah lahan dakwah. 
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا
"Hai orang-orang yang beriman jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka." (QS. At-Tahrim 66:6)
Ibnu Abbas mengartikan ayat ini, "Laksanakan amal, taat kepada Allah dan meninggalkan maksiat serta suruhlah anakmu selalu  berdzikir kepada Allah niscaya Allah akan menyelamatkan kamu dari api neraka."
8.      Anak adalah bekal akhirat, maka hendaklah diajari menjadi anak yang shalih. 
“Apabila manusia itu mati maka putuslah amalnya, kecuali tiga perkara, (1) shodaqoh jariyah, (2) ilmu yang bermanfaat, (3) anak sholih yang mendoakannya.” (HR. Muslim).
9.      Anak dilahirkan dalam keadaan suci, hendaknya diajarkan kelurusan beragamanya.
مَا مِنْ مَوْلُودٍ إِلَّا يُولَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ وَيُنَصِّرَانِهِ وَيُمَجِّسَانِهِ
“Tidaklah anak itu dilahirkan, melainkan dengan fitroh/kesucian, maka orang tuanyalah yang akan menjadikan Yahudi, Nasrani, atau Majusi.” (HR. Muslim).
10.  Anak dilahirkan tanpa ilmu, hendaknya diajarkan kewajiban belajar/menuntut ilmu. 
وَاللَّهُ أَخْرَجَكُمْ مِنْ بُطُونِ أُمَّهَاتِكُمْ لَا تَعْلَمُونَ شَيْئًا وَجَعَلَ لَكُمُ السَّمْعَ وَالْأَبْصَارَ وَالْأَفْئِدَةَ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan  tidak mengetahui sesuatu pun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan, dan  hati agar kamu bersyukur.” (QS. An-Nahl 16:78). 
11.  Anak dilahirkan dalam keadaan lemah, ajarkan latihan keterampilan dan kesehatan. Termasuk diberi makanan yang halal. 
“Orang mukmin yang kuat itu lebih baik dan lebih dicintai oleh Allah daripada orang mumin yang lemah.” (HR. Muslim).
12.  Anak dilahirkan dengan mengemban fungsi, hendaknya diajarkan kebiasan ikhlas ber-ibadah. 
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku.” (QS.Adz-Dzariyat 51:56).
13.  Anak dilahirkan dengan pertanggung- jawaban, hendaknya diajarkan kebaikan-kebaikan akhlak/moral. 
“Maka barangsiapa yang  mengerjakan kebaikan sebesar  atom, niscaya akan melihatnya. Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan sebesar atom,  niscaya ia kan melihatnya pula.” (QS. Az-Zalzalah  99:7-8).
14.  Anak termasuk makhluk terbagus, hendaknya dijaga dengan iman dan amal sholih. 
لَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنْسَانَ فِي أَحْسَنِ تَقْوِيمٍ () ثُمَّ رَدَدْنَاهُ أَسْفَلَ سَافِلِينَ () إِلَّا الَّذِينَ ءَامَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ
Sesungguhnya telah Kami ciptakan manusia itu dalam sebaik-baik kejadian, kemudian Kami kembalikan dia ke tempat yang serendah-rendahnya kecuali orang-orang yang beriman dan beramal sholih.” (QS. At-Tin 95:4-6).
15.  Anak termasuk makhluk terpandai, perlu dikembangkan akalnya untuk kemajuan. 
“Anak yang energik ketika kecilnya adalah pertanda ia akan menjadi cerdas ketika dewasa.” (HR.Tirmidzi).
16.  Anak termasuk makhluk terpercaya, perlu dibiasakan memegang amanah.  “Hai orang-orang yang beriman janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul dan janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepada-mu sedang kamu mengetahu.”  (QS.Al-Anfal 8:27).
17.  Hendaklah orang tua membangun dan melatih kepercayaan diri anak untuk menjadi pemimpin orang-orang yang bertaqwa. (QS. Furqan 25:74)
18.  Hendaklah setiap orang tua selalu berdoa untuk anak-anaknya.
رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا
“Ya, Robb kami, anugerahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan anak keturunan kami sebagai penyenang hati kami, dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertaqwa (QS. Al-Furqan 25:74).

            AKHLAK TERHADAP SAUDARA 
1.      Bergaul dengan mereka dengan cara yang baik. Jika mereka di bawah tangannya atau dalam pemeliharaannya, maka hendaklah ia diberi makan dari apa yang dimakannya, membebrinya pakaian dari apa yang ia pakai. (HR. Bukhari).
2.      Jika mereka diberi pekerjaan, maka hendaknya jangan diberi pekerjaan yang mereka tidak mampu mengerjakannya. (HR. Bukhari).
3.      Hendaknya saudara tua laki-laki berlaku terhadap adiknya, seperti ayah yang mengasihi terhadap anaknya (HR. Baihaqi).
4.      Hendaknya saudara muda memposisikan saudara tua sebagai orang yang dihormatinya.
لَيْسَ مِنَّا مَنْ لَمْ يَرْحَمْ صَغِيْرَنَا وَيَعْرِفْ حَقَّ كَبِيْرَنَا
Tidِaklah termasuk golongan kami, orang yang yang tidak mengasihi anak kecil dari kami dan tidak mengetahui hal orang yang lebih tua dari kami.” (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi).
5.      Hendaknya menyambung silaturahim dengan saudara  (HR. Bukhari dan Muslim), bukan justru memutuskan tali persaudaraan karena perkara duniawi, misalnya karena masalah warisan dan lain-lain.
6.      Hendaknya rasa cintanya kepada suadara tidak menyebabkan untuk berbuat tidak adil kepada orang lain.
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا كُونُوا قَوَّامِينَ بِالْقِسْطِ شُهَدَاءَ لِلَّهِ وَلَوْ عَلَى أَنْفُسِكُمْ أَوِ الْوَالِدَيْنِ وَالْأَقْرَبِينَ
“Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapa dan kaum kerabatmu." (QS. An-Nisa’ 4:135).
7.      Hendaknya tetap mengingatkan atau menasihatinya jika mereka berbuat maksiat, dengan cara yang baik dan merendahkan diri (QS. Asy-Syuara 26:214-215).
8.      Hendaknya tidak menjadikan saudara sebagai wali, jika mereka lebih mengutamakan kekafiran atas keimanan.
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا لَا تَتَّخِذُوا ءَابَاءَكُمْ وَإِخْوَانَكُمْ أَوْلِيَاءَ إِنِ اسْتَحَبُّوا الْكُفْرَ عَلَى الْإِيمَانِ وَمَنْ يَتَوَلَّهُمْ مِنْكُمْ فَأُولَئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ
“Hai orang-orang yanmg beriman, janganlah kamu jadikan bapak-bapak dan saudara-saudaramu menjadi wali(mu), jika mereka lebih mengutamakan kekafiran atas keimanan, dan siapa di antara kamu yang menjadikan mereka wali, maka mereka itulah orang-orang yang zalim.” (QS. At-Taubah 9:23).
9.      Benar-benar berbara’ terhadap saudar-sauadara yang mereka itu benar-benar menentang Allah dan Rasul-Nya.
لَا تَجِدُ قَوْمًا يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ يُوَادُّونَ مَنْ حَادَّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَلَوْ كَانُوا ءَابَاءَهُمْ أَوْ أَبْنَاءَهُمْ أَوْ إِخْوَانَهُمْ أَوْ عَشِيرَتَهُمْ
Kamu tidak akan mendapati suatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, saling berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, atau keluarga mereka.” (QS. Al-Mujadalah 58:22)


            AKHLAK TERHADAP SUAMI
1.      Hendaknyalah menjaga cinta kasih sayangnya, menjaga amanahnya, mempercayainya, agar ketenteraman dan kedamaian rumah tangga terjaga dan terwujud.
وَمِنْ ءَايَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَوَدَّةً وَرَحْمَةً إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir. “(QS. Ar-Rum 30:21)
2.      Hendaknya selalu menjaga keshalihahan dan kehormatan diri sendiri, baik ketika suami ada maupun tidak ada.
Perempuan yang terbaik yaitu bila kau lihat menyenangkan, bila kau perintah mentaatinya, bila diberi janji diterimanya dengan baik, dan bila kau pergi, dijaganya dengan baik dirinya dan hartamu.” (HR. Nasa’i). (Baca pula QS. 33:33)
3.      Hendaknya melayani suami dengan sebaik-baiknya dan tidak akan pernah menolak ajakannya, kecuali untuk berbuat maksiat. (HR. Muslim).
4.      Hendaknya menjaga kehormatan suaminya, kemuliaannya, hartanya, anak-anaknya, dan urusan rumah tangga lainya
إِذَا أَنْفَقَتِ الْمَرْأَةُ مِنْ طَعَامِ بَيْتِهَا غَيْرَ مُفْسِدَةٍ كَانَ لَهَا أَجْرُهَا بِمَا أَنْفَقَتْ وَلِزَوْجِهَا أَجْرُهُ بِمَا كَسَبَ
“Apabila seorang isteri membelanjakan dari makanan yang terdapat di rumahnya tanpa melakukan kerusakan, maka dia akan mendapat ganjaran dari apa yang telah dibelanjakannya dan suaminya juga beroleh pahala dari apa yang telah diusahakan..” (HR. Bukhari dan Muslim, baca juga)
5.      Hendaknya suka berhias untuk suami, bukan justru sebaliknya berhias jika akan bepergian semata.
6.      Hendaknya tidak menyakiti suami, baik dengan perkataan atau perbuatan.
“Tidaklah seorang isteri menyakiti suaminya di dunia, kecuali isteri-isteri dari kalangan bidadari berkata kepadanya, “Janganlah engkau menyakitinya, nanti engkau akan dimusuhi Allah. Suami yang ada di sisimu ibarat tamu yang segera berpisah denganmu yang akan segera berjumpa dengan kami.” (HR. Ibnu Majah).
7.      Hendaknya tidak mengumbar atau menyebarluaskan keburukan-keburukan suami. (HR. Muslim)
8.      Hendaknya tidak bercerita tentang wanita-wanita  lain. “Janganlah wanita-wanita bergaul dengan wanita lain, lalu menceritakan keadaan wanita itu kepada suaminya seolah-olah suaminya itu melihat langsung..” (HR Bukhari).
9.      Hendaklah meminta izin suaminya untuk hal-hal yang sunnah.
لَا تَصُمِ الْمَرْأَةُ وَبَعْلُهَا شَاهِدٌ إِلَّا بِإِذْنِهِ وَلَا تَأْذَنْ فِي بَيْتِهِ وَهُوَ شَاهِدٌ إِلَّا بِإِذْنِهِ
“Janganlah seseorang wanita berpuasa, sedang suaminya hadir (di rumah), kecuali dengan izinnya. Dia juga tidak boleh mengizinkan (orang lain) berada di rumahnya, sedang suaminya hadir, kecuali denganizinnya.” (HR. Bukhari).
10.    Menjaga harta suami dan memanfaatkannya dengan cara yang makruf, bukan menggunakan dengan berfoya-foya, berlebih-lebihan, bukan pula dengan memubazirknnya
وَمَا أَنْفَقَتْ مِنْ كَسْبِهِ مِنْ غَيْرِ أَمْرِهِ فَإِنَّ نِصْفَ أَجْرِهِ لَهُ * 
“Dan apapun yang dia belanjakan dari hasil kerja suaminya tanpa perintah atau izin suaminya itu, maka separuh dari pahalanya adalah untuk suaminya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

            AKHLAK TERHADAP ISTERI
1.      Hendaknyalah menjaga cinta kasih sayang-nya, menjaga amanahnya, mempercayainya, agar ketenteraman dan kedamaian rumah tangga terjaga dan terwujud. (QS. Ar-Rum 30:21)
2.      Hendaknya memperlakukan atau bergaul dengan istri dengan sebaik-baiknya
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا لَا يَحِلُّ لَكُمْ أَنْ تَرِثُوا النِّسَاءَ كَرْهًا وَلَا تَعْضُلُوهُنَّ لِتَذْهَبُوا بِبَعْضِ مَا ءَاتَيْتُمُوهُنَّ إِلَّا أَنْ يَأْتِينَ بِفَاحِشَةٍ مُبَيِّنَةٍ وَعَاشِرُوهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ فَإِنْ كَرِهْتُمُوهُنَّ فَعَسَى أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَيَجْعَلَ اللَّهُ فِيهِ خَيْرًا كَثِيرًا
“Hai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu mempusakai wanita dengan jalan paksa dan janganlah kamu menyusahkan mereka karena hendak mengambil kembali sebagian dari apa yang telah kamu berikan kepadanya, terkecuali bila mereka melakukan pekerjaan keji yang nyata. Dan bergaullah dengan mereka secara patut. Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak.” (QS. An-Nisa 4:19).
3.      Hendaknya memberi makan, pakaian dan tempat tinggal sesuai dengan apa yang ia makan atau yang ia pakai.
وَعَلَى الْمَوْلُودِ لَهُ رِزْقُهُنَّ وَكِسْوَتُهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ
“…Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara yang ma`ruf. Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya…”. (QS. Al-Baqarah 2:233, baca juga At-Thalaq 65:6)
4.      Hendaknya  mengajari dan mendidik isteri tentang ulumuddin agar hidupnya selamat. (QS. At-Tahrim 66:6).
5.      Hendaknya menerima keadaan isterinya dan tidak mencelanya.
“Janganlah seorang laki-laki beriman membenci wanita beriman. Apabila ia tidak menyukai sebagaian dari akhlaknya tentu ia akan menyukai akhlaknya yang lain (HR. Muslim).
6.      Hendaklah mencemburi isterinya, sebab kalau tidak seekor serigala masih mampu menerkam domba yang gesit sekali pun.
“Apakah kamu sekalian merasa heran dengan kecemburuan Sa’ad? Sungguh aku lebih pencemburu daripa dia. Dan Allah lebih pemncemburu daripada aku.” (HR. Muslim).
7.      Membantu urusannya, jika memang diperlukan dan waktu memungkinakan. Banyak riwayat yang mengisahkan bahwa Rasulullah saw. biasa  menjahit pakaiannya yang sobek, memperbaiki sandal, menambal ember dengan tanpa mengurangi kemualiaan beliau sebagai Rasul dan Khalifah.
8.      Hendaknya  menasihatinya jika melanggar syariat Allah dengan hati-hati. Jika terpaksa harus memukul pun harus berhati-hati dengan tidak meninggalkan bekas. (QS. An-Nisa’ 4:34).
9.      Hendaknya mengupayakan  jalan damai jika terjadi sengketa, dan menghindari talak. (QS. An-Nisa’ 4:35)
 Perbuatan halal yang sangat dibenci Allah Azza wa Jalla ialah talak.” (HR. Abu Dawud dan Hakim).
10.  Hendaknya berbuat adil jika isterinya lebih dari seorang.
وَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا تُقْسِطُوا فِي الْيَتَامَى فَانْكِحُوا مَا طَابَ لَكُمْ مِنَ النِّسَاءِ مَثْنَى وَثُلَاثَ وَرُبَاعَ فَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا تَعْدِلُوا فَوَاحِدَةً أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ ذَلِكَ أَدْنَى أَلَّا تَعُولُوا
“Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya. (QS. An-Nisa’ 4:3).
11.  Hendaknya tidak membeberkan rahasia dan aib isterinya (HR. Muslim).
12.  Hendaknya suka berdoa untuk kedamaian dan kebaikan keluarga dan anak cucunya.
 “Dan orang-orang yang berkata: "Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa.” (QS. Al-Furqan 25:74)


             AKHLAK TERHADAP SANAK  KERABAT

1.       Hendaknya tetap menjaga dan menjalin hubungan silaturahimز
يَاأَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا
“Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu, dan daripadanya Allah menciptakan isterinya; dan daripada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.” (QS. An-Nisa’ 4:1).
2.       Hendaknya jangan sampai hubungan silaturahim terputus hanya karena salah seorang dari kerabat itu berkuasa atau memegang jabatan lalu sombong (QS. Muhammad 47:22).
3.       Hendaknya  memberikan hak kepada kerabat, sesuai dengan kemampuannya, apalagi jika Allah melapangkan rezeki kepadanya.
فَآتِ ذَا الْقُرْبَى حَقَّهُ
“Maka berikanlah kepada kerabat yang terdekat akan haknya,…” (QS. Ar-Rum 30:38).
4.       Hendaknya tetap berbuat adil dan berbuat kebajikan kepada keluarga atau kerabat (QS. An-Nahl 16:90, An-Nisa’ 4:36).
5.       Hendaknya bersikap dan berakhlak yang baik dan berkata yang baik kepada kerabat.
وَإِذَا حَضَرَ الْقِسْمَةَ أُولُو الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِينُ فَارْزُقُوهُمْ مِنْهُ وَقُولُوا لَهُمْ قَوْلًا مَعْرُوفًا
“Dan apabila sewaktu pembagian itu hadir kerabat, anak yatim dan orang miskin, maka berilah mereka dari harta itu (sekedarnya) dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang baik.” (QS. An-Nisa 4:8).
6.       Hendaknya berakhlak atau berbakti kepada kerabat yang tua seperti bersikap kepada ibu atau bapaknya sendiri (HR. Bukhari dan Muslim)
7.       Hendaklah berakhlak atau menyayangi kerabat yang muda seperti menyayangi anak-anaknya sendiri. Kakak laki-laki dapat menjadi wali nikah bagi adik-adiknya, jika ayahnya telah tiada.
8.       Tetap menjalin hubungan silaturahim dengan kerabat, meskipun mereka kafir seperti berbuat baik kepada ayah dan ibu yang kafir. Akan tetapi tetap ingat  syariat Allah yang lainnya.
10.  Hendaknya tidak menjadikan kerabat sebagai wali, jika mereka lebih mengutamakan kekafiran atas keimanan.
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu jadikan bapak-bapak dan saudara-saudaramu menjadi wali(mu), jika mereka lebih mengutamakan kekafiran atas keimanan, dan siapa di antara kamu yang menjadikan mereka wali, maka mereka itulah orang-orang yang zalim.” (QS. At-Taubah 9:23).
11.  Benar-benar berbara’ terhadap kerabat yang mereka itu benar-benar menentang Allah dan Rasul-Nya.
Kamu tidak akan mendapati suatu kaum yang beriman kepada Allah danhari akhirat, saling berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, atau keluarga mereka.” (QS. Al-Mujadalah 58:22)
AKHLAK TERHADAP MERTUA
1.      Menantu laki-laki (suami) hendaknya mengingatkan istrinya untuk tetap berbuat baik kepada orang tuanya (mertuanya), hal demikian merupakan bagian dari rasa hormatnya kepada mertua.
2.      Suami istri sebaiknya bertempat tinggal terpisah dengan mertua agar lebih bisa mandiri dan tidak banyak ikut campur orang lain yang dapat merusak hubungan keharmonisan keluarga antara suami istri, terutama antara menantu putri dan mertua putri. Allah berfirman:
أَسْكِنُوهُنَّ مِنْ حَيْثُ سَكَنْتُمْ مِنْ وُجْدِكُمْ وَلَا تُضَارُّوهُنَّ لِتُضَيِّقُوا عَلَيْهِنَّ
"Tempatkanlah mereka (para isteri) di mana kamu bertempat tinggal menurut kemampuanmu dan janganlah kamu menyusahkan mereka untuk menyempitkan (hati) mereka." (QS Ath-Tholaq 65:6).
3.      Menantu laki-laki harus lebih bijaksana meminpin bahtera keluarga. Jangan mudah mengikuti bujukan-bujukan maksiat dari istri atau  orang tua. Jangan mudah terbius oleh isu atau provokasi dari luar. Jaga baik-baik hubungan menantu dan mertua. Nabi bersabda:
كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ فَالْأَمِيرُ الَّذِي عَلَى النَّاسِ رَاعٍ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ وَالرَّجُلُ رَاعٍ عَلَى أَهْلِ بَيْتِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْهُمْ وَالْمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ عَلَى بَيْتِ بَعْلِهَا وَوَلَدِهِ وَهِيَ مَسْئُولَةٌ عَنْهُمْ
"Kamu semua adalah pemimpin dan kamu semua akan bertanggungjawab terhadap apa yang kamu pimpin. Seorang pemerintah adalah pemimpin manusia dan dia akan bertanggungjawab terhadap rakyatnya. Seorang suami adalah pemimpin bagi ahli keluarganya dan dia akan bertanggungjawab terhadap mereka. Manakala seorang isteri adalah pemimpin rumah tangga, suami dan anak-anaknya, dia akan bertanggungjawab terhadap mereka.” (HR.Bukhari dan Muslim)
4.      Menjalin hubungan baik dengan mertua dengan mengingatkan suami atau istri untuk silaturahmi bersama ke tempat mertua perlu dilestarikan untuk mengurangi kecemburuan mertua terhadap menantu. 
5.      Menantu laki-laki jangan hanya meng-gantungkan bantuan orang tua atau mertua; hendaknya berusaha atau bekerja menurut kemampuannya untuk memenuhi kebutuhan keluarganya agar mertua tidak meresa kecewa dengan penyerahan anak putrinya, sehingga hubungan menantu dengan mertua tetap baik. Nabi Bersabda,
"Seutama-utama pekerjaan adalah berjualan yang diridhoi dan juga pekerjaan seseorang dengan tangannya (usahanya) sendiri.” (HR. Ahmad).
6.      Menantu laki-laki atau suami  jangan terlalu menampakkan kekagumannya terhadap isteri di hadapan keluarganya  dengan mencandai atau memujinya secara berlebihan karena hal ini dapat mengundang kecemburuan ibu terhadap menantu putrinya. Akan tetapi jika hal itu dilakukan di dalam keluarga mertua ada baiknya asal tidak berlebihan agar menampakkan keharmonisan keluarga Anda seperti yang diharapkan oleh mertua.
7.      Menantu laki-laki hendaknya membimbing keluarganya untuk tetap menaruh perhatian kepada kedua orangnya sendiri agar hubungan isterinya dengan orang tuanya tetap baik.
8.      Menantu laki-laki hendaknya membina keluarganya selalu menjalin hubungan baik dengan mertuanya agar tumbuh perasaan  yang baik. Jika mertua dalam keadaan sangat tua dan membutuhkan nafkah dan pemeliharaan maka hendaknya suami merelakan istri untuk merawatnya.
9.      Jangan sampai terjadi perseteruan antara menantu dan mertua (khususnya menantu putri dengan mertua putri) yang menyebabkan mertua marah dan berdoa kurang bagus. Ingatlah doa orang tua sangat mustajab.
10.  Menantu hendaknya tidak banyak bercerita kepada mertua tentang berbagai kesempitan hidupnya, kecuali mertua sendiri yang menanyainya. Hal demikian tidak membuat beratnya beban pikiran mertua. 
11.  Menantu putri jika di rumah mertuanya, maka hendaknya bersifat lebih mandiri dalam memenuhi kebutuhan suaminya, bukan hanya menggantungkan kepada mertua. Jika perlu malah membantu keperluan mertua.
12.  Menantu putri hendaknya hormat terhadap mertua. Sebagian  menantu putri (isteri) berpandangan tidak perlunya limpahan kasih sayang dari mertua, maka ia pun lantas kurang menghargai dan menghormatinya. Dalam pandangannya, kasih sayang cukup dari suami saja, maka jadilah hubungan mereka dingin-dingin saja, jauh dari rasa saling menghargai. Nabi bersabda,
"Jika seorang pemuda memuliakan/ menghormati orang tua karena usianya, maka Allah telah menentukan baginya orang yang akan menghormatinya pada hari  tuanya." (HR. Tirmidzi)
13.  Menantu wanita (istri) hendaknya selalu mengingatkan kepada suaminya agar tetap berbakti kepada orang tuanya. Hal demikian dapat menambah keharmonisan dan kasih sayang orang tua terhadap keluarga anak.
14.  Menantu putri (isteri) hendaknya lebih sabar jika mertuanya dalam usia lanjut ada dalam pemeliharaan suami. Meladeni mertua adalah mulia bukan hina. Berdoalah semoga kehadiran mertua menambah rahmat, karena suami semakin banyak amal sholihnya berbuat baik kepada orang tuanya.
AKHLAK TERHADAP MENANTU
1.      Mertua hendaknya memahami terhadap  menantu putrinya yang memang sudah menjadi tanggung jawab anak laki-lakinya. Mertua tidak perlu selalu ingin tahu urusan keluarga anaknya.
2.      Jika ada keinginan mertua untuk membantu anak dan menantunya adalah bagus.  Akan tetapi bantuan itu  hendaknya  tidak dengan menyakiti hati. Allah berfirman:
قَوْلٌ مَعْرُوفٌ وَمَغْفِرَةٌ خَيْرٌ مِنْ صَدَقَةٍ يَتْبَعُهَا أَذًى وَاللَّهُ غَنِيٌّ حَلِيمٌ
"Perkataan yang baik dan pemberian maaf lebih baik daripada sedekah yang diiringi dengan sesuatu yang menyakitkan (perasaan si penerima). Allah Maha Kaya lagi Maha Penyantun (QS. Al-Baqoroh 2:263).
3.      Mertua hendaknya berlaku sabar menghadapi sifat menantunya. Jika perlu tidak perlu merasa enggan memberikan nasihat. Akan tetapi jangan terlalu sering agar tidak dianggap orang tua yang ingin ikut campur.
4.      Kunjungan mertua ke rumah menantu menambah keharmonisan suasana keluarga. Jika memang tidak ada suatu kepentingan yang membutuhkan waktu yang lama, maka kunjungan itu sebaiknya tidak perlu dilama-lama waktunya hingga beberapa hari lamanya, kecuali memang diminta oleh keduanya.
5.      Mertua hendaknya menasihati anak dan menantunya, jika terjadi perselisihan suami isteri sedapat mungkin diselesaikan di dalam keluarga secara baik-baik. Jangan membawa masalah keluarga  keluar, jangan terdengar oleh mertua. Jika memang agak sulit diselesaikan, maka mintalah nasihat mertua atau orang tua jika dianggap perlu. Hal ini menambah penghormatan mertua kepada menantu.

وَإِنْ خِفْتُمْ شِقَاقَ بَيْنِهِمَا فَابْعَثُوا حَكَمًا مِنْ أَهْلِهِ وَحَكَمًا مِنْ أَهْلِهَا إِنْ يُرِيدَا إِصْلَاحًا يُوَفِّقِ اللَّهُ بَيْنَهُمَا إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلِيمًا خَبِيرًا
“Dan jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara keduanya, maka kirimlah seorang hakam dari keluarga laki-laki dan seorang hakam dari keluarga perempuan. Jika kedua orang hakam itu bermaksud mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi taufik kepada suami-isteri itu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (QS. An-Nisa 4:35)
6.      Mertua tidak berat sebelah dalam membantu penyelesaian masalah keluarga. Orang tua jangan  nampak terlalu membela anaknya sendiri.
Ada sebuah riwayat, suatu ketika Rasulullah berada di rumah 'Aisyah dan tiba-tiba Zainab datang. Zainab dan dan 'Aisyah berdebat dan bahkan  dengan suara yang makin meninggi. Saat itu pelaksanaan sholat akan segera ditunaikan dan Abu Bakar (ayah 'Aisyah) yang kebetulan lewat mendengar suara gaduh itu lantas berkata, "Keluarlah, ya Rasulullah untuk sholat dan taburkan debu ke mulut mereka!" Kemudian Rasulullah keluar untuk sholat. (Diriwayatkan oleh Muslim dalam kisah yang panjang).

AKHLAK TERHADAP KELUARGA

 Sebagai sang khalik, Allah SWT dengan sangat sempurna menciptakan makhluk-makhluknya tersebut, bahkan di antara mereka memiliki ketergantungan dan saling membutuhkan satu sama lain. Begitulah semua makhluk yang diciptakan sang khalik, semuanya harus berjalan sesuai dengan peraturan-Nya, sedikit saja berani keluar dari aturan-Nya maka malapetaka bisa menghampirinya.
Semua itu menunjukan kuasa Allah SWT dalam menetapkan perhitungan dan mengatur sistem alam raya, sekaligus membuktikan pula anugerah-Nya yang sangat besar bagi umat manusia dan seluruh makhluk. Keteraturan sistem alam raya tersebut harus terimplementasi sampai ke sistem yang paling kecil, keluarga misalnya. Sebuah keluarga tidak dapat hidup dengan tenang dan bahagia tanpa suatu peraturan, kendali, dan disiplin yang tinggi. Kepincangan dalam peraturan mengakibatkan kepincangan dalam kehidupan yang lebih luas. Dengan demikian, wajib hukumnya setiap makhluk untuk mengikuti seluruh aturan yang telah ditetapkan sang khalik dalam rangka menjaga kehidupan yang utuh dan penuh keteraturan.
 Tujuan pembuatanmakalah ini selain untuk memenuhi tugas mata kuliah akidah akhlak juga agar mahasiswa tahu bagaimana akhlak terhadap keluarga serta mengimplementasikan ke dalam kehidupan sehari-harinya.
 1. Apa saja aspek-aspek akhlak?
2. Sikap yang bagaimana yang harus ditunjukkan orang tua terhadap anak?
3. Sikap yang bagaimana yang harus di tunjukkan anak kepada orang tua?
 Sikap keteraturan yang ditampakkan oleh Allah SWT dalam mengelola alam semesta serta keteraturan yang harus dimunculkan ketika beribadah harus terimplementasi dalam kehidupan berkeluarga. Seorang kepala keluarga berkewajiban mengatur dan mengelola sistem yang akan diberlakukan di dalam keluarganya tersebut. Sistem yang dibangun tersebut seyogyanya mengakomodasi kepentingan-kepentingan anggota keluarganya secara keseluruhan, dan sebagai konsekwensinya seluruh anggota harus mempunyai komitmen untuk tidak keluar dari peraturan yang disepakati, sehingga dengan demikian diharapkan terjadi keharmonisan di antara anggota keluarga tersebut.
Beberapa sikap yang harus dimunculkan oleh setiap anggota keluarga tersebut diantaranya:
1. Tanggung jawab
Seperti telah diungkapkan sebelumnya bahwa keluarga – sebagaimana halnya bangsa – tidak dapat hidup tenang dan bahagia tanpa suatu peraturan, kendali dan disiplin yang tinggi. Kepincangan dalam menerapkan peraturan mengakibatkan kepincangan kehidupan. Memimpin rumah tangga adalah sebuah tanggung jawab, demikian juga memimpin bangsa. Rasulullah SAW bersabda: “Setiap kamu adalah pemimpin, dan setiap kamu akan dituntut pertanggungjawaban atas kepemimpinannya.”
Tanggung jawab itu pun idealnya harus ditunjang dengan kemampuan di berbagai bidang termasuk kemampuan leadership (kepemimpinan), dan disadari ataupun tidak, sikap bertanggung jawab ini akan menjadi contoh atau tauladan bagi anggota keluarga yang lain, karena sikap bertanggung jawab ini tidak hanya dibutuhkan oleh sang pemimpin tapi juga harus menjadi karakter setiap anggota keluarga, bahkan seluruh anggota masyarakat dan bangsa.
2. Kerjasama
Dalam konteks yang lebih besar, kepemimpinan suatu bangsa misalnya tidak mungkin mencapai sukses apabila langkah-langkah pemimpin daerah tidak searah dengan kepemimpinan pusat. Kepemimpinan di setiap daerah itu sendiri pun tidak akan berjalan mulus jika bertentangan dengan kepemimpinan atau langkah-langkah keluarga, dan dalam lingkup yang lebih sederhana, kepemimpinan keluarga pun tentu tidak akan berdaya jika tidak ditunjang kerjasama dari seluruh anggota keluarga itu sendiri, dengan demikian keharmonisan serta keteraturan dalam sebuah keluarga akan sukses jika didukung oleh semua pihak yang terlibat di dalamnya.
Dari keterkaitan-keterkaitan tersebut, terlihat jelas bahwa keteraturan yang di bangun dalam keluarga yang bersifat mikro sangat berpengaruh terhadap keteraturan keluarga dalam kontek makro, yaitu kehidupan berbangsa dan bernegara, dan jelaslah pula bahwa keluarga merupakan tulang punggung bagi tegaknya suatu bangsa.
3. Perhitungan dan Keseimbangan
Kepemimpinan, betapapun kecil dan sederhananya, membutuhkan perhitungan yang tepat. Jangankan mengelola sebuah keluarga, mengurus satu penjamuan kecil pun mengharuskan adanya perhitungan, keseimbangan dan keserasian antara jumlah undangan, kapasitas ruangan, serta konsumsi dan waktu penyelenggaraan. Sangat tidak baik jika kemampuan material seseorang atau kapasitas ruangan yang tersedia hanya cukup untuk sepuluh orang misalnya sementara yang diundang seratus orang, tindakan tersebut tentu mengabaikan keseimbangan . Pengaturan dan keseimbangan dalam kehidupan keluarga dituntut oleh ajaran Islam.
Hal tersebut lahir dari rasa cinta terhadap anak dan tanggung jawab terhadap generasi selanjutnya. Dalam al-Qur’an anak disebut sebagai “buah hati yang menyejukkan”, serta “Hiasan kehidupan dunia”. Bagaimana mungkin mereka menjadi “buah hati” dan “hiasan hidup” jika beban yang dipikul orang tuanya melebihi kemampuannya? Bukankah kita dianjurkan untuk berdoa: “Ya Tuhan kami, janganlah bebani kami apa yang tak sanggup kami pikul.
4. Disiplin
Keteraturan-keteraturan seperti yang telah diungkapkan sebelumnya pada aspek ibadah, ternyata berkorelasi dengan sikap kedisiplinan. Keteraturan waktu shalat misalnya, membutuhkan sikap kedisiplinan bagi yang menjalankannya, tanpa kedisiplinan, kebermaknaan shalat menjadi berkurang, bahkan bisa jadi hilang. Begitupun ibadah-ibadah yang lain.
Dalam kehidupan berkeluarga, sikap kedisiplinan ini begitu penting. Untuk mendapatkan kesejahteraan, seorang kepala keluarga perlu memiliki sikap disiplin dalam mengatur waktu untuk bekerja, ibadah dan istirahat, demikian juga seorang anak, untuk menggapai cita-citanya dia harus rela mendisiplinkan diri dan waktunya untuk belajar, bermain, ibadah dan istirahat. Tanpa kedisiplinan, keteraturan hidup susah tercapai.
5. Kasih sayang
Di antara perasaan-perasaan mulia yang ditanamkan Allah di dalam keluarga adalah perasaan kasih sayang. Seorang ayah rela bekerja keras mencari nafkah tentu karena kasih sayang terhadap anak dan istrinya, seorang ibu tanpa mengeluh dan tak kenal lelah mengandung anaknya selama sembilan bulan, inipun dilandasi cinta dan kasih sayang kepada sang jabang bayi, bahkan setelah sang anak lahir, dia pun rela mengorbankan diri dan waktunya untuk membesarkan anaknya tersebut, serta masih banyak lagi contoh keajaiban dari kekuatan besar yang dinamakan cinta yang merupakan anugrah dari Allah SWT.
Sejatinya, kekuatan besar tersebut melandasi seluruh aspek kehidupan berkeluarga, karena dengan cinta sesuatu yang berat akan terasa mudah. Dan sebaliknya, jika seseorang hatinya kosong dari cinta atau maka orang tersebut akan cenderung bersifat keras dan kasar, dan pada akhirnya bisa berakibat tidak baik bagi kelangsungan hidup berkeluarga, seperti timbulnya penyimpangan-penyimpangan dan lain sebagainya.
Rasulullah SAW bersabda:“Tidaklah termasuk golongan kami, orang-orang yang tidak mengasihi anak kecil di antara kami dan tidak mengetahui hak orang besar di antara kami.”
Walaupun cinta dan kasih sayang ini adalah sifat dasar yang harus dimiliki oleh setiap insan, tapi ternyata tidak semua orang mudah mendapatkannya, karena untuk mendapatkannya diperlukan sebuah perjuangan. Rasulullah SAW bersabda:
“Allah menjadikan kasih sayang di dalam hati orang-orang yang dikehendaki-Nya dari para hamba-Nya. Dan sesungguhnya Allah hanya mengasihi hamba-hamba –Nya yang suka mengasihi.”
Dengan demikian, perjuangan untuk mendapatkan kasih sayang-Nya adalah dengan berusaha sekuat tenaga dan terus menerus memancarkan kasih sayang kepada-Nya dan kepada sesama, karena semakin ia menyayangi atau mengasihi-Nya maka kasih sayang-Nya akan semakin ia dapatkan.
B. Ketauladan Ibu Dan Bapak Yang Wajib Ditunjukkan Kepada Anak
Hubungan yang sangat erat yang terjadi dalam pergaulan sehari-hari antara orang tua dan anak merupakan hubungan berarti yang diikat pula oleh adanya tanggung jawab yang benar sehingga sangat memungkinkan pendidikan dalam keluarga dilaksanakan atas dasar rasa cinta kasih sayang yang murni, rasa cinta kasih sayang orang tua terhadap anaknya.
Tetapi hubungan orang tua yang tidak serasi, banyak perselisihan dan percekcokan akan membawa anak kepada pertumbuhan pribadi dan tidak dibentuk, karena anak tidak mendapat suasana yang baik untuk berkembang, sebab selalu terganggu oleh suasana orang tuanya. Dan banyak lagi faktor-faktor tidak langsung dalam keluarga yang mempengaruhi pembinaan pribadi anak. Di samping itu, banyak pula pengalaman-pengalaman yang mempunyai nilai pendidikan baginya, yaitu pembinaan-pembinaan tertentu yang dilakukan oleh orang terhadap anak, baik melalui latihan-latihan atau pembiasaan, semua itu merupakan unsur pembinaan pribadi anak.
1. Contoh Tauladan
Suatu sikap keteladanan dan perbuatan yang baik dan positif yang dilaksanakan oleh orang tua sangat diperlukan. Hal ini merupakan proses pendisiplinan diri anak sejak dini, agar anak lekas terbiasa berbuat baik sesuai dengan aturan dan norma yang ditetapkan di masyarakat berdasarkan kaidah yang berlaku orang tua yang dapat memberi contoh tauladan yang baik kepada anak-anaknya adalah orang tua yang mampu dan dapat membimbing anak-anaknya ke jalan yang baik sesuai dengan yang diharapkan.
2. Pembentukan Sikap
Ngalim Purwanto (1997:140), mengemukakan definisi sikap ialah “Suatu cara bereaksi terhadap suatu perangsang” suatu kecenderungan untuk bereaksi dengan cara tertentu terhadap suatu perangsang atau situasi yang dihadapi. Untuk mengetahui sejauh mana peranan sikap orang tua terhadap anak, maka akan diperinci setiap sikap serta akibatnya yang dapat dilihat dari sifat-sifat kepribadian yang terbentuk, yaitu:
1) Sikap Terlalu Menyayangi Dan Melindungi Serta Memanjakan
2) Sikap Otoriter
3) Sikap Demokratis
C. Birrul Walidain
Birrul Wlidain terdiri dari kata birru dan al-walidain. Birru artinya kebajikan. Al-walidain artinya dua orang tua atau ibu dan bapak. Birrul Walidain merupakan suatu istilah yang berasal langsung dari Nabi Muhammad saw, yang berarti berbuat kebajikan kepada kedua orang tua. Semakna dengan birrul walidain, Al-Qur’an Al-Karim menggunakan istilah ihsan (wa bi al-walidaini ihsana), seperti yang terdapat dalam firman Allah SWT berikut ini:
وقضىربكاﻻتعبدوااﻻاياهوباالوالديناحسانا
“Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya…”(QS. Al-Isra’ 23)
Allah SWT mewasiatkan kepada umat manusia untuk berbuat ihsan kepada kedua orang tua kita, Allah SWT berfirman:
ووصينااﻻنسانبوالديهحسنا
“Dan Kami wajibkan manusia (berbuat) kebaikan kepada dua orang ibu bapaknya…”(QS. Al-Ankabut 8)
Allah SWT juga meletakan perintah berterima kasih kepada kedua orang tua langsung sesudah perintah berterima kasih kepada Allah SWT. Allah berfirman:
ووصينااﻻنسانبوالديهحملتهامهوهناعلىوهنوفصلهفىعاميناناشكرلىولوالديكالىالمصير
“Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu- bapanya; ibunya telah mengandungnya dalam Keadaan lemah yang bertambah- tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu.”(QS. Luqman 14)
Rasulullah juga mengaitkan bahwa keridhaan dan kemarahan Allah SWT berhubungan dengan keridhaan dan kemarahan kedua orang tua. Rasulullah bersabda:
“Keridhaan Rabb (Allah) ada pada keridhaan orang tua, dan kemarahan Rabb (Allah) ada pada kemarahan orang tua.”(HR. Tirmidzi)
Bentuk-bentuk Birrul Waldain
1) Mengikuti keinginan dan saran orang tua
2) Menghormati dan Memuliakan kedua orang tua
3) Membantu kedua orang tua secara fisik dan materiil
4) Mendo’akan kedua orang tua
Demikianlah Allah SWT dan Rasul-Nya menempatkan orang tua pada posisi yang sangat istimewa sehingga berbuat baik kepada keduanya menempati posisi yang sangat mulia, dan sebaliknya durhaka kepada salah satu atau keduanya juga menempati posisi yang sangat hina. Secara khusus Allah mengingatkan betapa besar jasa dan perjuangan seorang ibu dalam mengandung, menyusui, merawat, dan mendidik anaknya. Kemudian bapak walaupun tidak ikut mengandung, tetapi dia berperan besar dalam mencari nafkah, membimbing, melindungi, membesarkan, dan mendidik anaknya hingga mampu berdiri sendiri, bahkan sampai waktu yang tidak terbatas.
Berdasarkan hal tersebut maka sangatlah wajar apabila seorang anak menghormati dan menyanyangi kedua orang tua setelah cintanya kepada Allah SWT.
Beberapa sikap yang harus dimunculkan oleh setiap anggota keluarga tersebut diantaranya:
1. Tanggung jawab
2. Kerjasama
3. Perhitungan dan Keseimbangan
4. Disiplin
5. Kasih sayang
Ketauladan Ibu Dan Bapak Yang Wajib Ditunjukkan Kepada Anak:
1. Contoh Tauladan
2. Pembentukan Sikap

















AKHLAK SISWA DI LINGKUNGAN SEKOLAH
AKHLAK SISWA DI SEKOLAH

Oleh: SpinkSay, S.PdI.



1.    Pengertian Akhlak
Menurut pendekatan etimologi, perkataan "akhlak" berasal dari bahasa  Arab jama' dari bentuk mufradnya "Khuluqun" ( خُلُقٌ ) yang menurut logat diartikan: budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat. Kalimat tersebut mengandung segi-segi persesuain dengan perkataan "khalkun" ( خَلْقٌ ) yang berarti kejadian, serta erat hubungan " Khaliq" ( خَالِقٌ ) yang berarti Pencipta dan "Makhluk" ( مَخْلُوْقٌ ) yang berarti yang diciptakan. (Zahruddin AR, 2004:1).
Baik  kata  “akhlaq”  atau  “khuluq”  kedua-duanya  dapat  dijumpai  di  dalam  al-Qur'an, sebagai berikut: “Dan  sesungguhnya engkau  (Muhammad) benar-benar berbudi pekerti yang agung.” (Q.S. Al-Qalam, 68:4).

Sedangkan menurut pendekatan secara terminologi, berikut ini beberapa pakar mengemukakan pengertian akhlak sebagai berikut:
a.    Ibn Miskawaih :
“Akhlak adalah keadaan jiwa seseorang yang mendorongnya untuk melakukan perbuatan-perbuatan tanpa melalui pertimbangan pikiran lebih dahulu.” (Zahruddin AR, 2004:4)
b.    Imam Al-Ghazali :
Akhlak adalah suatu sikap yang mengakar dalam jiwa yang darinya lahir berbagai perbuatan dengan mudah dan gampang, tanpa perlu kepada  pikiran dan pertimbanagan. Jika sikap itu yang darinya lahir perbuatan yang baik dan terpuji, baik  dari  segi  akal  dan  syara', maka  ia disebut akhlak  yang baik. Dan jika lahir darinya perbuatan tercela, maka sikap tersebut disebut akhlak yang buruk. (Moh. Ardani, 2005:29)
 
c.    Prof. Dr. Ahmad Amin :
Sementara orang mengetahui bahwa yang disebut akhlak ialah kehendak  yang dibiasakan. Artinya, kehendak itu bila membiasakan sesuatu,  kebiasaan itu dinamakan akhlak. Menurutnya kehendak ialah ketentuan  dari  beberapa  keinginan manusia setelah imbang, sedang kebiasaan merupakan perbuatan yang diulang-ulang sehingga mudah melakukannya, Masing-masing dari kehendak dan kebiasaan ini mempunyai kekuatan, dan gabungan dari kekuatan itu menimbulkan kekuatan yang lebih besar. Kekuatan besar inilah yang bernama akhlak. (Zahruddin AR, 2004:4-5)

Jika diperhatikan dengan seksama, tampak bahwa seluruh definisi  akhlak sebagaimana tersebut diatas tidak ada yang saling bertentangan,  melainkan saling melengkapi, yaitu sifat yang tertanam kuat dalam jiwa yang nampak dalam perbuatan lahiriah yang dilakukan dengan mudah, tanpa memerlukan pemikiran  lagi dan sudah menjadi kebiasaan.
Selanjutnya Abuddin Nata (2005 : 274) mengatakan bahwa ada lima ciri yang terdapat dalam perbuatan akhlak yaitu :
Pertama perbuatan akhlak tersebut sudah menjadi kepribadian yang tertanam kuat dalam jiwa seseorang.
Kedua perbuatan akhlak merupakan perbuatan yang dilakukan dengan acceptable dan tanpa pemikiran (unthouhgt).
Ketiga, perbuatan akhlak merupakan perbuatan tanpa paksaan.
Keempat, perbuatan dilakukan dengan sebenarnya tanpa ada unsur sandiwara. Kelima, perbuatan dilakukan untuk menegakkan kalimat Allah.

Dengan demikian disimpulkan bahwa akhlak adalah suatu kondisi dalam jiwa yang dapat melahirkan sikap perilaku yang bersifat reflektif, tanpa perlu pemikiran ataupun paksaan. Secara umum kondisi jiwa tersebut merupakan suatu tabi’at (watak), yang dapat melahirkan sikap perilaku yang baik ataupun yang buruk.
Jika dikaitkan dengan kata Islami, maka akan berbentuk akhlak Islami, secara sederhana akhlak Islami diartikan sebagai akhlak yang berdasarkan ajaran Islam atau akhlak yang bersifat Islami. Kata  Islam yang berada  di belakang kata akhlak dalam menempati  posisi  sifat. Dengan demikian akhlak  Islami adalah perbuatan yang dilakukan dengan mudah, disengaja, mendarah daging dan sebernya berdasarkan pada ajaran Islam. Dilihat dari  segi  sifatnya  yang universal, maka  akhlak Islami  juga bersifat universal. (Abuddin Nata, 2003:147).
Dari definisi di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam menjabarkan akhlak universal diperlukan bantuan pemikiran akal manusia dan kesempatan  sosial yang terkandung dalam ajaran etika dan moral. Menghormati kedua  orang tua misalnya adalah akhlak yang bersifat mutlak dan universal. Sedangkan bagaimana bentuk dan cara menghormati oarng tua itu dapat  dimanifestasikan oleh hasil pemikiran manusia. 
Jadi, akhlak Islam bersifat mengarahkan, membimbing, mendorong, membangun peradaban manusia dan mengobati bagi penyakit sosial dari jiwa dan mental, serta tujuan berakhlak yang baik untuk mendapatkan kebahagiaan di dunia dan akhirat.
Dengan demikian akhlak Islami itu jauh lebih sempurna dibandingkan dengan akhlak lainnya. Jika aklhak lainnya hanya berbicara tentang hubungan dengan manusia, maka akhlak Islami berbicara pula tentang cara berhubungan dengan binatang, tumbuh-tumbuhan, air, udara dan lain sebagainya. Dengan cara demikian, masing-masing makhluk merasakan fungsi dan eksistensinya di dunia ini.

2.    Landasan Akhlak
Akhlak merupakan sistem moral atau akhlak yang berdasarkan  Islam, yakni bertititk tolak dari aqidah yang diwahyukan Allah kepada Nabi  atau Rasul-Nya yang kemudian agar disampaikan kepada umatnya. Hal ini sebagaimana dikemukakan oleh Mustofa (1997:149) bahwa :
Akhlak Islam, karena merupakan sistem akhlak yang berdasarkan  kepada kepercayaan kepada Tuhan, maka tentunya sesuai pula dengan dasar dari pada agama itu sendiri. Dengan demikian, dasar atau  sumber pokok daripada akhlak adalah al-Qur'an dan al-Hadits yang merupakan sumber utama dari agama itu sendiri.

Dengan demikian, maka yang menjadi landasan pokok akhlak adalah al-Qur’an dan as-Hadits.
Pribadi Nabi Muhammad adalah contoh yang paling tepat untuk  dijadikan teladan dalam membentuk kepribadian. Begitu juga sahabat-sahabat  Beliau yang selalu berpedoman kepada al-Qur'an dan as-Sunah dalam kesehariannya. Nabi SAW bersabda :
عَنْ أَنَسِ ابْنِ مَالِكٍ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : تَرَكْتُ فِيْكُمْ أَمْرَيْنِ لَنْ تَضِلُّوْا بَعْدَهُمَا كِتَابَ اللهِ وَسُنَّتِيْ.
Artinya:
Dari Anas bin Malik r.a. berkata, bahwa Nabi saw bersabda : "Telah ku tinggalkan atas kamu sekalian dua perkara, yang apabila kamu  berpegang kepada keduanya, maka tidak akan tersesat, yaitu Kitab Allah dan sunnah Rasul-Nya”. (Mustofa (1997:149)

Dengan demikian tidak diragukan lagi bahwa segala perbuatan atau  tindakan manusia apapun bentuknya pada hakekatnya adalah bermaksud  mencapai kebahagiaan, sedangkan untuk mencapai kebahagiaan menurut  sistem moral atau akhlak yang agamis (Islam) dapat dicapai dengan jalan menuruti perintah Allah yakni dengan menjauhi segala larangan-Nya dan  mengerjakan segala perintah-Nya, sebagaimana yang tertera dalam pedoman dasar hidup bagi setiap muslim yakni al-Qur'an dan al-Hadits.
 
3.    Ruang Lingkup Akhlak Siswa di Sekolah
Pada dasarnya ruang lingkup akhlak Islami adalah sama dengan ruang ajaran  Islam  itu  sendiri,  khususnya  yang  berkaitan  dengan  pola  hubungan. Akhlak Islami mencakup berbagai aspek, dimulai dari akhlak terhadap Allah, hingga  sesama makhluk  (manusia,  binatang,  tumbuh-tumbuhan,  dan  benda-benda yang tak bernyawa) (M. Quraish Shihab, 1996 :261)
Berbagai bentuk dan  ruang  lingkup akhlak  Islami yang demikian  itu dapat dipaparkan sebagai berikut:
a.    Akhlak  terhadap  Allah,  seperti:  bertaqwa  kepada-Nya,  sabar  dalam menghadapi  musibah,  bersyukur  terhadap  segala  ni’mat-Nya dan sebagainya.
b.    Akhlak terhadap sesama manusia, yaitu:
1)   Akhlak  terhadap  diri  sendiri,  seperti:  jujur,  optimis,  hemat  dan sebagainya.
2)   Akhlak  terhadap  Bapak/Ibu  (Guru),  seperti:  berbakti  kepada bapak/Ibu (Guru), Menghormati Bapak/ibu (Guru), dan sebagainya.
3)   Akhlak  terhadap  orang  lain  (teman,  masyarakat),  seperti:  berkata jujur, memaafkan kesalahan orang lain dan sebagainya.
c.    Akhlak  terhadap  lingkungan,  seperti:  menjaga  kebersihan  kelas, memelihara lingkungan dan sebagainya.
Ruang lingkup materi pendidikan akhlak secara terperinci dikemuakakan oleh Mohammad Daud Ali (1997:458) yang dapat disajikan sebagai berikut :
1)   Akhlak terhadap Alloh (Kholiq) antara lain adalah :
a)    Al-Hubb, yaitu mencintai Alloh melebihi cinta kepada apa dan siapapun juga dengan mempergunakan firman-Nya dalam       al-Qur’an sebagai pedoman hidup dan kehidupan. Kecintaan itu diwujudkan dengan cara melaksanakan segala perintah dan menjauhi segala larangan-Nya.
b)   Ar-Roja’ yaitu mengharapkan karunia dan berusaha untuk memperoleh keridhoan Alloh SWT.
c)    Asy-Syukr, yaitu mencyukuri segala karunia dan nikmat dari Alloh dengan cara menggunakannya sebagai sarana untuk berbakti kepada-Nya.
d)   Qona’ah yaitu menerima dengan ikhlas semua ketentuan dan keputusan Alloh SWT setelah berikhtiar secara maksimal.
e)    Memohon ampunan hanya kepada Alloh SWT.
f)    At-Taubat, bertaubat hanya kepada Allah SWT. Taubat yang paling murni dan tinggi adalah taubat nashuha yaitu taubat dengan sebanar-benarnya taubat, dengan menunjukkan adanya penyesalan atas kesalahan yang telah dilakukan serta adanya perubahan ke arah kebaikan.
g)   At-Tawakkal, yaitu berserah diri atau menyandarkan keputusan atas segala urusan hanya kepada Alloh SWT.

2)   Akhlak terhadap makhluk dapat dikategorikan lagi menjadi dua yaitu :
a)    Akhlak terhadap manusia, antara lain :
(1)      Akhlak terhadap Rasulullah SAW, yaitu :
(a)      Mencintai Rasulullah SAW secara tulus dengan mengikuti semua sunnahnya.
(b)     Menjadikan Rasulullah SAW sebagai idola, suri teladan dalam hidup dan kehidupan.
(c)      Menjalankan apa yang diperintah-Nya dan tidak melakukan apa yang dilarang-Nya.

(2)      Akhlak terhadap orangtua (birrul walidain), misalnya :
(a)      Mencintai mereka melebihi cinta kepada kerabat lain.
(b)     Merendahkan diri kepada keduanya diiringi rasa hormat dan kasih sayang.
(c)      Berkomunikasi dengan orangtua secara khidmat, mempergunakan kata-kata lemah lembut.
(d)     Berbuat baik kepada ibu-bapak dengan sebaik-baiknya, dengan mengikuti nasehat baiknya, tidak menyinggung perasaannya, dan membuatnya ridha.
(e)      Mendo’akan keselamatan dan ampunan bagi mereka kendatipun seorang atau kedua-duanya telah meninggal dunia.

(3)      Akhlak terhadap diri sendiri, antara lain :
(a)      Memelihara kesucian diri.
(b)     Menutup aurat (bagian tubuh yang tidak boleh kelihatan menurut hukum dan akhlak Islam).
(c)      Jujur dalam perkataan, berbuat ikhlas dan rendah hati (tawadhu).
(d)     Malu melakukan perbuatan jahat, jelek atau tercela.
(e)      Menjauhi berbagai penyakit hati, seperti dengki, dendam dan sebagainya.
(f)      Berlaku adil terhadap diri sendiri dan orang lain.
(g)     Menjauhi segala perkataan dan perbuatan yang sia-sia, tidak ada manfaatnya.

(4)      Akhlak terhadap keluarga/karib kerabat, antara lain :
(a)      Saling membina rasa cinta dan kasih sayang dalam kehidupan keluarga.
(b)     Saling menunaikan kewajiban untuk memperoleh hak.
(c)      Berbakti kepada ibu bapak.
(d)     Mendidik anak-anak dengan penuh kasih sayang.
(e)      Memelihara hubungan silaturrahim dan melanjutkan silaturrahmi yang dibina orangtua yang telah meninggal dunia.

(5)      Akhlak terhadap tetangga, antara lain :
(a)      Saling mengunjungi.
(b)     Saling membantu dalam segala kondisi dan dalam hal kebaikan.
(c)      Saling memberi dan menghormati.
(d)     Saling menghindari kejelekan, permusuhan atau pertengkaran.

(6)      Akhlak terhadap masyarakat, antara lain :
(a)      Memuliakan tamu.
(b)     Menghormati nilai dan norma yang berlaku dalam masyarakat.
(c)      Saling menolong dalam kebajikan dan taqwa.
(d)     Menganjurkan anggota masyarakat termasuk diri sendiri untuk berbuat baik dan mencegah dari perbuatan jahat.
(e)      Memberi makan fakir miskin dan berusaha melapangkan hidup da kehidupannya.
(f)      Bermusyawarah dalam segala urusan mengenai kepentingan bersama.
(g)     Mentaati putusan yang telah diambil.
(h)     Menunaikan amanah dengan jalan melaksanakan kepercayaan yang diberikan seseorang atau masyarakat.
(i)       Menepati janji.

3)   Akhlak terhadap bukan manusia (lingkungan hidup), antara   lain :
(1)      Sadar dan memelihara kelestarian lingkungan hidup.
(2)      Menjaga dan memanfaatkan alam terutama hewani dan nabati, fauna dan flora yang senggaja diciptakan Tuhan untuk kepentingan manusia dan makhluk lain.
(3)      Sayang kepada sesama makhluk.

4.    Faktor-faktor yang Mempengaruhi Akhlak
Pada dasarnya setiap manusia memiliki keinginan untuk memiliki kepribadian yang baik. Nipa Abdul Halim (2000:12) mengemukakan  bahwa :
Setiap orang ingin agar menjadi orang yang baik, mempunyai kepribadian yang kuat, dan sikap mental yang kuat dan akhlak yang terpuji. Semua itu dapat diusahakan dengan melalui pendidikan, untuk itu perlu dicari jalan yang dapat membawa kepada terjaminnya akhlak perilaku ihsan. Dengan demikian pendidikan agama harus diberikan secara terus-menerus baik faktor kepribadian, faktor keluarga, pendidikan formal, pendidikan nonformal atau lingkungan masyarakat.

Para siswa merupakan generasi muda yang merupakan sumber insani bagi pembangunan nasional, untuk itu pula pembinaan bagi mereka dengan mengadakan upaya-upaya pencegahan pelanggaran norma-norma agama dan masyarakat.
Secara umum pengaruh pendidikan akhlak seseorang tergantung pada dua faktor yaitu:
a.    Faktor Internal
Faktor Internal / kepribadian dari orang itu sendiri. Perkembangan agama pada seseorang sangat ditentukan oleh pendidikan dan pengalaman yang dilaluinya, terutama pada masa–masa pertumbuhan yang pertama (masa anak) dari umur 0-12 tahun. Kemampuan seseorang dalam memahami masalah-masalah agama atau ajaran-ajaran agama, hal ini sangat dipengaruhi oleh intelejensi pada orang itu sendiri dalam memahami ajaran–ajaran Islam. (Zakiah Darajdat, 1970:58)
a.    Faktor Eksternal
Ada beberapa faktor eksternal yang bisa mempengaruhi akhlak (moral) seseorang  yaitu:
1)   Lingkungan Keluarga
Pada dasarnya, lingkungan lain menerima anak-anak setelah mereka dibesarkan dalam lingkungan keluarga, dalam asuhan orang tuanya. Dengan  demikian, rumah keluarga muslim adalah benteng utama tempat anak-anak  dibesarkan melalui pendidikan Islam. Yang dimaksud dengan keluarga muslim adalah keluarga yang mendasarkan aktivitasnya  pada  pembentukan  keluarga yang sesuai dengan syariat Islam.
Berdasarkan al-Quran dan as-Sunnah, kita dapat mengatakan bahwa tujuan terpenting dari pembentukan keluarga sebagaimana dikemukakan oleh Abdurrahman An-Nahlawi (1995:144) adalah hal-hal berikut:
1)   Mendirikan syariat Allah dalam segala permasalahan rumah  tangga. 
2)   Mewujudkan  ketentraman  dan  ketenangan psikologis. 
3)   Mewujudkan sunnah Rasulallah  saw. 
4)   Memenuhi kebutuhan cinta-kasih anak-anak. Naluri menyayangi anak merupakan potensi yang diciptakan bersamaan dengan  penciptaaan manusia dan binatang. Allah menjadikan naluri itu sebagai salah satu landasan  kehidupan alamiah, psikologis, dan sosial mayoritas makhluk hidup.  Keluarga, terutama orang tua, bertanggung jawab untuk memberikan kasih sayang kepada anak-anaknya. 
5)   Menjaga fitrah anak agar anak tidak melakukan penyimpangan-penyimpangan.

Keluarga merupakan masyarakat alamiyah, disitulah pendidikan  berlangsung dengan sendirinya sesuai dengan tatanan pergaulan yang berlaku didalamnya. Keluarga merupakan persekutuan terkecil  yang  terdiri  dari ayah, ibu dan anak dimana keduanya (ayah dan ibu) mempunyai peranan yang sangat penting bagi perkembangan anak-anaknya. 
Dalam pembinaan akhlak anak, faktor orangtua sangat menentukan, karena akan masuk ke dalam pribadi anak bersamaan dengan unsur-unsur pribadi yang didapatnya melalui pengalaman sejak kecil. Pendidikan keluarga sebagai orangtua mempunyai tanggungjawab dalam mendidik anak-anaknya karena dalam keluarga mempunyai waktu banyak untuk membimbing, mengarahkan anak-anaknya agar mempunyai akhlak Islami. (Nipa Abdul Halim, 2000:12)
Ada beberapa hal yang perlu direalisasikan oleh orangtua yakni aspek pendidikan akhlakul karimah. Pendidikan akhlak sangat penting dalam keluarga, karena dengan jalan membiasakan dan melatih pada hal-hal yang baik, menghormati kepada orang tua, bertingkah laku sopan, baik dalam berperilaku keseharian maupun dalam bertutur kata. Pendidikan akhlak tidak hanya secara teoritik namun disertai contohnya untuk dihayati maknanya, seperti kesusahan ibu yang mengandungnya, kemudian dihayati apa yang ada dibalik yang nampak tersebut, kemudian direfleksikan dalam kehidupan kejiwaannya. Oleh karena itu orangtua berperan penting sebagai  pendidik, yakni memikul pertanggungjawaban terhadap pendidikan  anak. Karena pendidikan itulah yang akan membentuk manusia di masa depan. (Chabib Thoha, 1996:108)
Keluarga merupakan wadah pertama dan utama, peletak dasar perkembangan anak. Dari keluarga pertama kali anak mengenal agama dari kedua orang tua, bahkan pendidikan anak sesungguhnya telah dimulai sejak persiapan pembentukan keluarga. Setelah mendapatkan pendidikan akhlak dalam keluarga secara tidak langsung nantinya akan berkembang di lingkungan masyarakat. Oleh karena itu maka kebiasaan-kebiasaan dalam keluarga harus dalam pengawasan, karena akan sangat berpengaruh pada diri anak, kebiasaan yang buruk dari keluarga terutama dari kedua orang tua akan cepat ditiru oleh anak-anaknya, menjadi kebiasaan anak yang buruk. Dengan demikian juga kebiasaan yang baik akan menjadi kebiasaan anak yang baik. Peran orang tua dan anggota keluarga sangat sangat menentukan masa depan anaknya. (Zakiah Darajdat, 1970:58)
Sejak seorang  anak lahir, ibunyalah yang selalu ada disampingnya,  oleh karema itu ia meniru perangai ibunya, karena ibunyalah yang pertama  dikenal oleh anaknya dan sekaligus menjadi temannya yang pertama yang dipercayai. Begitu juga ayah mempunyai pengaruh yang besar terhadap akhlak anaknya, sebagaimana dijelaskan Risnayanti (2004:29-30) bahwa :
Disamping ibunya, ayah juga mempunyai pengaruh yang  mana besar terhadap perkembangan akhlak anak, dimata anak, ayah merupakan  seseorang yang tertinggi dan terpandai diantara orang- orang  yang  di  kenal dalam lingkungan keluarga, oleh karena ayah melakukan pekerjaan sehari-hari berpengaruh gara pekerjaan anaknya. Dengan demikian, maka sikap dan perilaku ayah dan ibu mempunyai pengaruh besar terhadap perkembangan akhlak anak-anaknya.

Supaya perkembangan akhlak/moral keagamaan anak dapat berkembang dengan baik, sebaiknya keluarga utamanya ayah dan ibu memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
1)   Konsisten dalam mendidik
Ayah dan ibu harus memiliki sikap dan perlakuan yang sama dalam melarang dan membolehkan tingkah laku tertentu pada anak. Pada kenyataanya masih banyak kita jumpai orangtua yang tidak kompak dalam mendidik anaknya, hal ini disebabkan kurangnya pengetahuan orangtua dan juga dipengaruhi rasa ego.
Ketidak-kompakan orangtua dalam mendidik anaknya berakibat kurang baik terhadap moral anak, biasanya mereka bingung membedakan mana yang baik dan mana yang buruk, mana yang boleh dan mana yang tidak boleh, patuh pada aturan bapak atau patuh pada aturan ibu, dan lain sebagainya. Maka sebaiknya ayah dan ibu menyamakan persepsi dalam memberikan didikan pada anak-anaknya.
 2)   Sikap orangtua dalam keluarga
Sikap orangtua dalam keluarga secara tidak langsung mempengaruhi perkembangan moral anak. Melalui proses peniruan (imitasi) mereka mereka merekam sikap ayah pada ibu dan sebaliknya, sikap orangtua pada tetangga tetangga sekitarnya akan dengan mudah ditiru oleh anak. Sikap yang otoriter orangtua akan membuahkan sikap yang sama pada anak. Sebaliknya sikap kasih sayang, keterbukaan, musyawarah, dan konsisten, juga akan membuahkan sikap yang sama pada anak.
Menurut penulis, sebaiknya orangtua memberikan contoh (tauladan) moral yang baik pada anak-anaknya, agar dimasa yang akan datang anak-anaknya menjadi orang yang berguna.
3)   Penghayatan dan pengamalan agama yang dianut
Orangtua berkewajiban menanamkan ajaran-ajaran agama yang dianutnya kepada anak, baik berupa bimbingan-bimbingan maupun contoh implementasinya dalam kehidupan sehari-hari. Keteladanan orangtua dalam menjalankan moral keagamaan merupakan cara yang paling baik dalam menanamkan moral keagamaan anak.
Dengan perkembangan akhlak/moral keagamaan yang baik pada anak sudah barang tentu akan berpengaruh terhadap budi pekerti atau tingkah laku anak pada masa yang akan datang. Di samping faktor pengaruh keluarga, faktor lingkungan masyarakat dan pergaulan anak juga mempengaruhi perkembangan moral keagamaan anak, pada perkembangannya terkadang anak lebih percaya kepada teman dekatnya dari pada orangtuanya, terkadang juga lebih mematuhi orang-orang yang dikaguminya seperti ; gurunya, artis favoritnya, dan sebagainya.
Keluarga dengan akhlak yang baik dan lingkungan masyarakat yang baik, secara teoritis akan berpengaruh positif terhadap perkembangan akhlak mulia pada anak.
2)   Lingkungan Sekolah
Perkembangan akhlak anak yang dipengaruhi oleh lingkungan sekolah.  Di sekolah  ia  berhadapan  dengan  guru-guru  yang  berganti-ganti. Kasih  guru  kepada murid  tidak mendalam  seperti  kasih  orang tua  kepada  anaknya,  sebab  guru  dan  murid  tidak  terkait  oleh  tali kekeluargaan.  Guru  bertanggung  jawab  terhadap  pendidikan  murid-muridnya,  ia  harus  memberi  contoh  dan  teladan  bagi  bagi  mereka, dalam  segala mata  pelajaran  ia  berupaya menanamkan  akhlak  sesuai dengan  ajaran  Islam.  Bahkan  diluar  sekolah  pun  ia  harus  bertindak sebagai seorang pendidik.
Sehubungan dengan pengaruh lingkungan sekolah, Risnayanti (2004:30) mengemukakan bahwa :
Kalau di rumah anak bebas dalam gerak-geriknya, ia boleh makan apabila lapar, tidur apabila mengantuk dan boleh bermain, sebaliknya di sekolah suasana bebas seperti itu tidak terdapat. Disana ada aturan-aturan  tertentu. Sekolah dimulai  pada waktu  yang ditentukan,  dan  ia harus duduk selama waktu itu pada waktu yang ditentukan pula. Ia tidak boleh meninggalkan atau menukar tempat, kecuali seizin gurunya. Pendeknya ia harus menyesuaikan diri dengan peraturan-peraturan yang ada ditetapkan. Berganti-gantinya  guru dengan  kasih sayang yang kurang mendalam, contoh dari suri tauladannya, suasana yang tidak sebebas dirumah anak-anak, memberikan pengaruh terhadap perkembangan akhlak mereka.

3)   Lingkungan Masyarakat
Lembaga non-formal akan membawa seseorang berperilaku yang lebih baik, karena di dalamnya akan memberikan pengarahan-pengarahan terhadap norma-norma yang baik dan buruk. Misalnya pengajian, ceramah yang barang tentu akan memberikan pengarahan yang baik, tak ada seorang mubaligh yang mengajak hadirin untuk melakukan perbuatan yang tidak baik.
Pendidikan yang bersifat non formal yang terfokus pada agama ternyata akan mempengaruhi pembentukan akhlak pada diri seseorang. Karena itu menurut M. Abdul Quasem (1988 : 94) bahwa “Nilai-nilai dan kebiasaan masyarakat yang tidak bertentangan dengan nilai-nilai Islam apalagi yang membawa maslahat dapat dimanfaatkan sebagai bahan dalam menentukan kebijaksanaan.”
Akhlak yang baik dapat pula diperoleh dengan memperhatikan orang-orang baik dan bergaul dengan mereka, secara alamiah manusia itu meniru tabiat seseorang tanpa dasar bisa mendapat kebaikan dan keburukan dari tabiat orang lain.  Interaksi edukatif antara individu dengan individu lainnya yang berdasarkan nilai-nilai Islami agar dalam masyarakat itu tercipta masyarakat yang berakhlakul karimah.
Lingkungan masyarakat yakni lingkungan yang selalu mengadakan hubungan dengan cara bersama orang lain. Oleh karena itu lingkungan masyarakat juga dapat membentuk akhlak seseorang, di dalamnya orang akan menatap beberapa permasalahan yang dapat mempengaruhi bagi perkembangan, baik dalam hal-hal yang positif maupun negatif dalam membentuk akhlak pada diri seseorang. Oleh karena itu lingkungan yang berdampak negatif tersebut harus diatur, supaya interaksi edukatif dapat berlangsung dengan sebaik-baiknya. (Nur Uhbiyati, 1997:235)
Dari penjelasan di atas ditegaskan bahwa manusia hidup membutuhkan orang lain. Maksudnya bahwa tak seorangpun manusia yang bisa hidup sendiri. Jika dikaitkan lingkungan sekolah, hal ini sama bahwa mereka dalam hidup saling membutuhkan dan saling mempengaruhi satu sama lain. Misalkan ketika ia melihat temannya yang rajin melakukan kegiatan keagamaan di lingkungan sekolah maka secara tidak langsung dia akan terpengaruh juga dengan kegiatan temannya. Jadi lingkungan sangat memberikan pengaruh yang besar bagi pertumbuhan pola pikir dan akhlak seseorang.
Menurut Nur Uhbiyati (1997:235) ada tiga macam pengaruh lingkungan pendidikan terhadap keberagamaan dan akhlak seseorang yaitu :
a)    Lingkungan yang acuh tak acuh terhadap agama. 
Lingkungan semacam ini ada kalanya  berkeberatan terhadap pendidikan agama, dan ada kalanya pula agar sedikit tahu tentang hal itu. 
b)   Lingkungan yang berpegang pada tradisi agama, tetapi tanpa keinsafan batin.
Biasanya lingkungan demikian menghasilkan seseorang beragama yang secara tradisional tanpa kritik atau beragama secara kebetulan.
c)    Lingkungan yang memiliki tradisi  agama dengan sadar dan hidup dalam kehidupan yag beragama.
Lingkungan ini memberikan motivasi atau dorongan yang kuat kepada seseorang untuk memeluk dan mengikuti pendidikan agama yang ada, apabila lingkungan ini ditunjang oleh anggota-anggota masyarakat yang baik dan kesepakatan memadai, maka kemungkinan besar hasilnya pun paling baik untuk mewujudkan akhlak pada diri orang yang ada disekitarnya.

Masyarakat di sini juga ikut mempengaruhi akhlak atau perilaku seseorang yang ada disekitarnya, yang dalam kehidupan sehari-harinya ia tak mungkin lepas dari pengaruh lingkungan dimana ia tinggal. Menurut Mansur (2004:83) bahwa :
Lingkungan pergaulan merupakan alat pendidikan, meskipun keadaan maupun peristiwa apapun yang terjadi tidak bisa dirancang, sehingga keadaan tersebut mempunyai pengaruh terhadap pembentukan kepribadian seorang baik berdampak baik maupun akan berdampak jelek.

Lingkungan pergaulan yang baik akan mendukung pula perkembangan pribadi seseorang yang disekitarnya. Namun pergaulan yang jelek pun sangat mendukung kepribadian yang buruk, bahkan bisa merusak akidah-akidah yang telah tertanam pada diri sejak kecil, jika ia tidak pandai mengawasi dan menyaring (memfilter) dari segala pergaulan yang terjadi di masyarakat.
Dalam kegiatan masyarakat cenderung bersifat pengajaran orang dewasa, di lingkungan agama Islam bentuk jalur ini yang kegiatannya diprogramkan dalam instansi-instansi sekolah. Dasar-dasar pengembangan intelektual dalam Islam harus bersumber dari Al-Qur’an dan Hadist.
Jadi disini kita atau orang dewasa harus berhati-hati terhadap berbagai macam faktor yang bisa mempengaruhi akhlak yang tidak baik. Apabila nilai-nilai agama banyak masuk ke dalam pembentukan kepribadian seseorang, maka tingkah laku oang tersebut akan banyak diarahkan dan dikendalikan oleh nilai-nilai agama. Oleh karena itu sebagai orangtua hendaknya melakukan pengawasan yang ketat dalam hal perilaku/akhlak dalam lingkungan masyarakat.
Tanggung jawab masyarakat terhadap pendidikan anak-anak menjelma dalam beberapa perkara dan cara yang dipandang merupakan metode pendidikan masyarakat utama. Cara yang terpenting sebagaimana dikemukakan Abdurrahman An-Nahlawi (1995:176-181) sebagai berikut : 
1)   Pertama, Allah menjadikan masyarakat sebagai penyuruh kebaikan dan pelarang kemunkaran.
2)   Kedua, dalam masyarakat Islam, seluruh anak-anak dianggap anak sendiri atau anak saudaranya sehingga ketika memanggil anak  siapa pun dia, mereka akan memanggil dengan “Hai anak saudaraku!” dan sebaliknya, setiap anak-anak atau remaja akan memanggil setiap orang tua dengan panggilan, “Hai  Paman!”. 
3)   Ketiga, untuk menghadapi orang-orang yang membiasakan  dirinya  berbuat buruk, Islam membina mereka melalui salah satu cara membina dan mendidik manusia.
4)   Keempat, masyarakat pun dapat melakukan pembinaan melalui pengisolasian, pemboikotan, atau pemutusan hubungan kemasyarakatan. Atas izin Allah dan Rasulullah SAW.
5)   Kelima, pendidikan kemasyarakatan  dapat  juga dilakukan  melalui  kerjasama  yang  utuh  karena  bagaimanapun, masyarakat  muslim  adalah masyarakat yang padu.
6)   Keenam, pendidikan kemasyarakatan bertumpu pada landasan  afeksi masyarakat, khususnya rasa saling mencintai.

Masyarakat turut serta memikul tanggung jawab pendidikan dan masyarakat juga mempengaruhi akhlak siswa atau anak. Masyarakat yang  berbudaya,  memelihara dan menjaga norma-norma dalam kehidupan dan  menjalankan agama secara baik akan membantu perkembangan akhlak siswa kepada arah yang baik, sebaliknya masyarakat yang melanggar  norma-norma yang berlaku dalam kehidupan dan tidak tidak menjalankan ajaran agama secara baik, juga akan memberikan pengaruh kepada perkembangan akhlak siswa, yang membawa mereka kepada akhlak yang baik.
Dengan demikian, di pundak masyarakat terpikul keikutsertaan dalam  membimbing dan perkembangan akhak siswa. Menurut Risnayanti (2004:31) bahwa, “Tinggi  dan rendahnya  kualitas  moral  dan  keagamaan  dalam hubungan sosial dengan siswa amatlah mendukung kepada  perkembangan sikap dan perilaku mereka.”
4)   Faktor visual dan audio visual
Tidak hanya pengaruh lingkungan tapi masih banyak lagi misalnya TV, majalah dan tayangan-tayangan lain yang bisa memberikan banyak pengaruh pada kepribadian dan akhlak anak. Misalkan kita melihat tayangan-tayangan barat atau film-film porno, maka kalau anak-anak didik kita tidak dibekali dengan ilmu agama maka ia akan terjerumus ke dalamnya. Belum lagi sekarang marak dengan majalah-majalah yang menyajikan tentang beragam busana yang jorok yang sangat tidak pantas dipakai oleh budaya kita. Sementara anak seusia SMP itu adalah masa dimana keinginan untuk mencoba sangat tinggi. Oleh karena itu kita harus berhati-hati memberikan pengarahan kepada anak-anak kita agar mereka selalu memegang ajaran agama. (Nazaruddin Razak, 1973:45)
Disinilah pentingnya peranan penanaman akhlak yang telah ditanamkan oleh kedua orangtuanya, yang berguna sebagai filter perkembangan yang telah terjadi pada zaman yang penuh globalisasi ini. Oleh karena itu selektif dalam memilih teman adalah salah satu kunci untuk selamat dunia dan akhirat. Hanya orang-orang yang paham akan ajara agama (Islam) yang bisa selektif dalam bergaul. Karena pada dasarnya Islam mempunyai misi universal dan abadi. Intinya adalah mengadakan bimbingan bagi kehidupan mental dan jiwa manusia atau akhlak. Bangsa Indonesia yang mengalami multi krisis juga disebabkan kurangnya pendidikan akhlak. (Nazaruddin Razak, 1973:45)
Mengenai faktor yang berpengaruh terhadap akhlak, Abudin Nata (2000: 165) mengemukakan bahwa terdapat tiga aliran yang sudah sangat populer yang ketiganya dapat mempengaruhi akhlak, aliran tersebut adalah: 
 1)   Aliran Nativisme
Aliran ini menjelaskan bahwa faktor yang paling berpengaruh terhadap akhlak adalah pembawaan dari dalam yang bentuknya dapat berupa kecenderungan, bakat, akal, dan lain-lain. Jika seseorang sudah memiliki kecenderungan baik, maka dengan sendirinya ia akan menjadi baik.
2)   Aliran Empirisme
Aliran ini menjelaskan bahwa faktor yang paling berpengaruh terhadap akhlak adalah faktor dari luar yaitu lingkungan sosial yang termasuk pembinaan dan pendidikan yang diberikan. Jika pendidikan dan pembinaan yang diberikan kepada anak baik, maka anak itupun akan menjadi baik.
3)   Aliran Konvergensi
Aliran ini menjelaskan bahwa faktor yang paling berpengaruh terhadap akhlak adalah faktor internal yaitu pembawaan anak, dan faktor dari luar yaitu pendidikan dan pembinaan yang dibuat secara khusus atau melalui interaksi dalam lingkungan sosial. Singkatnya, jika semua anak didik dididik dan dibina secara intensif dengan beberapa metode yang mengarah kepada kebaikan, maka anak itupun akan menjadi baik.
Akhlak siswa sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor di atas, oleh karena itu contoh yang baik (uswah hasanah) dari guru maupun orang tua sangat perlu untuk diperhatikan. Hal tersebut dimaksudkan agar siswa terbiasa melakukan segala sesuatu sesuai dengan tata kehidupan yang semestinya. Sehingga siswa benar-benar merasa hidup dalam lingkungan yang baik (bi’ah hasanah) dimanapun ia berada, disekolah, dirumah, maupun di lingkungan tempat tinggalnya.





5.    Indikator Akhlak
Kedudukan akhlak dalam kehidupan manusia menempati tempat yang sangat penting, baik sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat. Jatuh bangunnya, jaya hancurnya suatu bangsa tergantung bagaimana akhlak penghuninya.
Seseorang yang berakhlak mulia, selalu melaksanakan kewajiban-kewajibannya, memberikan hak kepada yang berhak menerimanya. Adapun kewajiban-kewajiban manusia yang harus dipenuhi adalah kewajiban terhadap dirinya, kewajiban terhadap Allah SWT, kewajiban terhadap sesama manusia, kewajiban terhadap makhluk lain dan kewajiban terhadap alam.
Untuk memudahkan penelitian ini, penulis membatasi persoalan kewajiban-kewajiban manusia tersebut dalam lingkup kewajiban terhadap Allah SWT, kewajiban terhadap sesama manusia, dan kewajiban terhadap makhluk lain (tumbuh-tumbuhan dan binatang/hewan).


a.    Akhlak Terhadap Allah SWT
Alam ini mempunyai pencipta dan pemelihara yang diyakini ada-Nya, yakni Allah SWT. Dia-lah yang memberikan rahmat dan menurunkan adzab kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya. Dia-lah yang wajib diibadahi dan ditaati oleh segenap manusia. Sebagai kewajiban dan akhlak manusia kepada Allah di antaranya; taat, ikhlas, khusyu’, tasyakur (bersyukur), tawakal, dan taubat. Urutan bahasannya sebagai berikut:
1)   Taat
Taat adalah melaksanakan perintah-perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Pengertian taat ini senada dengan pengertian ibadah, sebab maksud taat disini adalah beribadah kepada Allah.
َاْلعِبَادَةُ هِىَ التَّقَرُّبُ إِلَى اللهِ بِامْتِثَالِ أَوَامِرِهِ وَاجْتِنَابِ نَوَاهِيْهِ
“Ibadah ialah taqarub (mendekatkan diri) kepada Allah dengan mentaati segala perintah-Nya dan menjauhi segala yang dilarang-Nya.” (Rachmat Djatnika, 1996:187)
Firman Allah SWT:
وَأَطِيْعُوا اللهَ وَالرَّسُوْلَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُوْنَ
“Taatlah kepada Allah dan perintah Rasul agar kamu diberi rahmat”  (QS Ali Imron : 132)

2)   Ikhlas
Ikhlas adalah kesesuaian penampilan seorang hamba antara lahir dan batin. Sedangkan al-Tustari yang dikutip oleh Imam Nawawi (1996:46) bahwa “Ikhlas adalah gerak seseorang dan diamnya baik penampilan lahir maupun batin, semuanya itu hanya dibaktikan kepada Allah SWT, tidak tercampuri sesuatu apapun, baik hawa nafsu maupun keduniaan.”
Beribadah hanya kepada Allah SWT dengan ikhlas dan pasrah, tidak boleh beribadah kepada apapun dan siapapun selain kepada-Nya. Hal ini sesuai dengan firman-Nya:
“Manusia tidak diperintah ibadah melainkan (beribadah) kepada Allah dengan tulus dan ikhlas kebaktian semata-mata karena-Nya”  (QS Al-Bayyinah : 5)

3)   Khusyu’
Dalam beribadah kepada Allah hendaklah besungguh-sungguh, merendahkan diri sepenuhnya dan khusyu’ kepada-Nya. Sebagaimana firman-Nya yang berbunyi:
قَدْ أَفْلَحَ الْمُؤْمِنُوْنَ الَّذِيْنَ هُمْ فِىْ صَلاَتِهِمْ خَاشِعُوْنَ
“Beruntunglah orang-orang yang beriman, (yaitu) orang-orang yang khusyu’ dalam shalatnya” (QS Al-Mu’minun : 1-2)

4)   Tasyakur (bersyukur)
Tasyakur adalah berterimakasih kepada Allah atas segala pemberian dan merasakan kecukupan atas karunia-Nya. Firman Allah SWT:
يَاأَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا كُلُوْا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا رَزَقْنَاكُمْ وَاشْكُرُوْا لِلَّهِ إِنْ كُنْتُمْ إِيَّاهُ تَعْبُدُوْنَ
“Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rizqi yang baik-baik yang telah Kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika benar-benar hanya kepada-Nya kamu beribadah.” (QS Al-Baqoroh : 172)
Dan firman-Nya lagi dalam surat Ibrahim ayat 7, yang berbunyi:
وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبَّكُمْ لَئِنْ شَكَرْتُمْ لَأَزِيْدَنَّكُمْ وَلَئِنْ كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِىْ لَشَدِيْدٌ
“Dan ingatlah tatkala Tuhanmu mema’lumkan; jika kalian bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkarinya, sesungguhnya siksaan-Ku sangat pedih” (QS Ibrahim : 7)
5)   Tawakal
Tawakal adalah mempercayakan diri kepada-Nya dalam melaksanakan sesuatu pekerjaan yang telah direncanakan dengan mantap (Hamzah Ya’qub, 1983:143). Firman Allah SWT:
فَإِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللهِ إِنَّ اللهَ يُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِيْنَ
“Apabila engkau telah mempunyai kemauan yang keras (ketetapan hati), maka percayakanlah dirimu kepada Allah, sesungguhnya Allah menyukai (mencintai) kepada orang-orang yang mempercayakan diri” (QS Ali Imran : 159)
6)   Taubat
Sehubungan dengan taubat ini, Hamzah Ya’qub (1983:144) mengemukakan :
Manusia tidak akan lepas dari dosa dan noda. Jika seseorang terjerumus ke dalam salah satu dosa, hendaklah cepat manusia segera ingat kepada Allah, menyesali perbuatannya yang salah dan memohon ampun (istighfar) kepada-Nya serta taubat yang sebenar-benarnya.

Dalam SK Dirjen Diknas NO.12/C/KEP/TU/2008 tentang LHB disebutkan aspek dan indikator akhlak mulia sebagai berikut :
No.
Aspek
Indikator
1.
Kedisiplinan
1.1.    Datang tepat waktu
1.2.    Mematuhi tata tertib
1.3.    Mengikuti kegiatan sesuai jadwal
2.
Kebersihan
1.1.    Menjaga kebersihan dan kerapihan pribadi (rambut, pakaian)
1.2.    Menjaga kebersihan dan kerapihan lingkungan (ruang belajar, halaman dan membuang sampah pada tempatnya)
3.
Kesehatan
3.1.    Tidak merokok dan minum minuman keras.
3.2.    Tidak menggunakan narkoba
3.3.    Membiasakan hidup sehat melalui aktivitas jasmani
3.4.    Merawat kesehatan diri
4.
Tanggung Jawab
4.1.    Tidak menghindari kewajiban
4.2.    Melaksanakan tugas sesuai dengan kemampuan
5.
Sopan santun
5.1.    Bersikap hormat kepada warga sekolah
5.2.    Bertindak sopan dalam perkataan, perbuatan dan cara berpakaian
5.3.    Menerima nasehat guru
6.
Percaya diri
6.1.    Tidak mudah menyerah
6.2.    Berani menyatakan pendapat
6.3.    Berani bertanya
6.4.    Mengutamakan usaha sendiri dari pada bantuan
7.
Kompetitif
7.1.    Berani bersaing
7.2.    Menunjukkan semangat berprestasi
7.3.    Berusaha ingin maju
7.4.    Memiliki keinginan untuk tahu
8.
Hubungan sosial
8.1.    Menjalin hubungan baik dengan warga sekolah
8.2.    Menolong teman yang mengalami kesusahan
8.3.    Bekerjasama dalam kegiatan yang positif
8.4.    Mendiskusikan materi pelajaran dengan guru dan peserta didik lain
8.5.    Memiliki toleransi dan empati terhadap orang lain
8.6.    Menghargai pendapat orang lain
9.
Kejujuran
9.1.    Tidak berkata bohong
9.2.    Tidak menyontek dalam ulangan
9.3.    Melakukan penilaian diri/antar teman secara obyektif/apa adanya
9.4.    Tidak berbuat curang dalam permainan
9.5.    Sportif (mengakui keberhasilan dan bisa menerima kekalahan dengan lapang dada)
10.
Pelaksanaan Ibadah Ritual
10.1.    Melaksanakan sholat/ibadah sesuai dengan agama masing-masing

Bentuk-bentuk Birrul Waldain:
1. Mengikuti keinginan dan saran orang tua
2. Menghormati dan Memuliakan kedua orang tua
3. Membantu kedua orang tua secara fisik dan materiil
4. Mendo’akan kedua orang tua
Memelihara sarana di sekolah
¨  Islam menyuruh manusia untuk memanfatkan segala potensi yang ada, tercantumdalam Q.S. Ibrahim: 32 yang artinya:
¨  “Allah-lah yang telah menciptakan langit dan bumi dan memurunkan air hujan dari langit. Kemudian dia mengeluarkan dengan hujan itu sebagai buah-buahan menjadi rezeki untuk mu; dan dia telah menundukan bahtera bagimu supaya bahtera itu berlayar dilautan dengankehendak-Nya, dan dia telah menundukan (pula) bagimu sunagi-sungai”
¨  Allah telah menentukan balasan berupa sayatan atau siksaan dan imbalan berupa manisan berupa pahala yang setimpal dengan pilihan yang dijalani manusia, apa yang dipilih itu berupa kebaikan atau keburukan. Dan allah telah member petunjuk tentang kabar gembira dan peringatan hal tersebut dalam Q.S: Al zalzalah: 7-8 yang artinya
¨  barang siapa yang mengerjakan kebaika seberat dzarrahpun,niscaya dia kanmelihat (balasan) nya
¨  dan barang siapa yang mengerjakan kejahatan sebesar dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan) pula.
¨  Kemudian dalam Q.S. al-Isra: yang artinya:
¨  “dan jangan lah kamu mengikuti apa yang kemu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya, sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungjawabannya.”
¨  Sekolah sebagai bentuk organisasi diartikan sebagai wadah dari kumpulan manusia yang bekerja sama untuk mencapai tujuan tertentu yakni tujuan pendidikan,dengan memanfaatkan manusia itu sendiri sebagai sumber daya, di samping yang ada di luar dirinya, seperti
¨  uang, material, dan waktu. Agar kerja sama itu berjalan dengan baik, maka perlu ada aturan.2 Keberhasilan program pendidikan melalui proses belajar mengajar sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu siswa, kurikulum, tenaga kependidikan, dana, prasarana dan sarana, dan faktor lingkungan lainnya. Apabila faktor tersebut bermutu, dan proses belajar bermutu pada gilirannya akan menghasilkan lulusan yang bermutu pula.
¨  Guru merupakan salah satu pelaku dalam kegiatan sekolah. Oleh karena itu, ia dituntut untuk mengenal tempat bekerjanya itu. Pemahaman tentang apa yang terjadi sekolah akan banyak membantu mereka memperlancar tugasnya sebagai pengelola langsung proses belajar mengajar. Guru perlu memahami faktor-faktor yang langsung dan tidak langsung menunjang proses belajar mengajar.
¨  Prasarana dan sarana diibaratkan sebagi motor penggerak yang dapat berjalan dengan kecepatan sesuai dengan keinginan oleh penggeraknya. Begitu pula dengan pendidikan, sarana dan prasarana sangat penting karena dibutuhkan. Sarana dan prasarana pendidikan dapat berguna untuk menunjang penyelenggaraan proses belaja
¨  mengajar, baik secara langsung maupun tidak langsung dalam suatu lembaga dalam rangka mencapai tujuan pendidikan.
¨  Prasarana dan sarana pendidikan adalah salah satu sumber daya yang menjadi tolok ukur mutu sekolah dan perlu peningkatan terus menerus seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang cukup canggih. Manajemen prasarana dan sarana sangat diperlukan dalam menunjang tujuan pendidikan yang sekaligus menunjang pembangunan nasional, oleh karena itu diperlukan pengetahuan dan pemahaman konseptual yang jelas agar dalam implementasinya tidak salah arah.





AKHLAK TERHADAP LINGKUNGAN TETANGGA DAN MASYARAKAT

 Batasan tetangga  masih diperselisihkan para ulama. Pendapat pertama, batasan tetangga yang mu’tabar adalah 40 rumah dari semua arah. Hal ini disampaikan oleh Aisyah radhiallahu ‘anha, Azzuhri dan Al Auzaa’i. Kedua, sepuluh rumah dari semua arah. Ketiga, orang yang mendengar azan adalah tetangga. Hal ini disampaikan oleh imam Ali bin Abi Tholib radhiallahu ‘anhu. Keempat, tetangga adalah yang menempel dan bersebelahan saja. Kelima, batasannya adalah mereka yang disatukan oleh satu masjid. Yang lebih kuat, insya Allah, batasannya kembali kepada adat yang berlaku. Apa yang menurut adat adalah tetangga maka itulah tetangga. Wallahu A’lam.

(http://futabashou534.multiply.com/journal/item/49/Adab_Bertetangga)



Tetangga mempunyai hak yang perlu kita perhatikan :

1. Jika tetangganya orang muslim dan kerabat dekat kita, maka hak yang mereka dapati adalah : hak tetangga, hak muslim dan hak kerabat.

2. Jika tetangganya orang muslim, maka hak yang mereka dapati adalah : hak tetangga dan hak muslim.

3. Jika tetangga orang kafir, maka hak yang mereka dapati adalah : hanya hak tetangga.

(http://futabashou534.multiply.com/journal/item/48)



10 KIAT SUKSES BERTETANGGA

(http://www.alsofwah.or.id/index.php?pilih=lihatannur&id=460)



Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, "Sebaik-baik sahabat di sisi Allah adalah sebaik-baik manusia kepada sahabatnya, dan sebaik-baik tetangga adalah orang yang paling baik terhadap tetangganya". (HR. Ahmad dan at-Tirmidzi)

Banyak cara dan kiat untuk menjadi tetangga terbaik dan mendapatkan simpati dan cinta para tetangga, serta merasakan tulus dan mulianya kasih sayang dari mereka.

Di antara kiat-kiat yang paling utama dan sangat dianjurkan oleh Islam adalah sebagai berikut:



1. Tidak Menyakiti Tetangga dan Murah Hati.

Tidak salah lagi bahwa menyakiti tetangga adalah perbuatan yang diharamkan dan termasuk di antara dosa-dosa besar yang wajib untuk dijauhi. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, "Barangsiapa yang beriman kepada Allah subhanahu wata’ala dan hari Akhir, maka janganlah ia menyakiti tetangganya". (Muttafa'alaih)

Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam juga bersabda, "Demi Allah tidaklah seseorang beriman! Demi Allah tidaklah seseorang beriman! Demi Allah tidaklah seseorang beriman!, Mereka para sahabat bertanya, "Siapa ya Rasulullah?". Rasulullah menjawab, "Seseorang yang tetangganya tidak aman dari kejahatannya". (HR. al-Bukhari).

Sedangkan Islam mengajarkan umatnya agar senantiasa bersikap murah hati terhadap para tetangga dan memuliakannya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, "Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari Akhir, maka hendaklah ia memuliakan tetangganya." (Muttafaq 'alaih).

Di antara sikap memuliakan tetangga dan berbuat baik kepadanya adalah: memberikannya hadiah walaupun tidak seberapa nilainya. Sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh 'Aisyah radhiyallahyu ‘anhu ia berkata, "Wahai Rasulullah! Saya memiliki dua tetangga, siapa yang harus aku beri hadiah?” Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab, "Kepada tetangga yang lebih dekat pintunya darimu?" (HR. al-Bukhari).



2. Memulai salam

Memulai salam adalah bagian dari tanda-tanda tawadhu (rendah hati) seseorang dan tanda ketaatannya kepada Allah subhanahu wata’ala. Sebagaimana Allah subhanahu wata’ala berfirman,"…Dan berendah dirilah kamu terhadap o-rang-orang yang beriman." (QS. 15:88)

Begitu juga menebarkan salam dapat menumbuhkan kasih sayang di antara kaum muslimin. Rasulullahshallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, "… Maukah aku beritahu kepada kalian tentang sesuatu yang jika kalian mengerjakannya, maka kalian akan saling mencintai: Tebarkan salam di antara kalian." (HR. Muslim)

Menebarkan salam juga merupakan hak di antara hak-hak seorang muslim atas saudaranya yang muslim. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, "Hak seorang muslim atas saudaranya yang muslim ada enam: ji0ka bertemu dengannya, maka ucapkanlah salam kepadanya,…" (HR. Muslim).

Dan sekikir-kikirnya manusia adalah yang kikir memberikan salam. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, "Sesungguhnya sekikir-kikirnya manusia adalah orang yang kikir mengucapkan salam." (HR. Ibnu Hibban. Dan dishahihkan oleh al-Albani).

Menebarkan salam juga merupakan salah satu faktor masuk surga. Sebagaimana Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, "Wahai Manusia!! Tebarkanlah salam, berikanlah makan, bersilaturrahimlah, dan shalatlah di waktu malam, sedangkan manusia sedang tidur." (HR. at-Tirmidzi. Dishahihkan oleh al-Albani).



3. Bermuka berseri-seri (ceria)

Berwajah berseri-seri dan selalu tersenyum saat bertemu dengan para shahabatnya adalah merupakan kebiasaan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Dari Jarir bin Abdullah radhiyallahu ‘anhu ia berkata, “Tidak pernah Rasulullahshallallahu ‘alaihi wasallam melihatku kecuali ia tersenyum padaku." (Hadits Muttafaq 'alaih).

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,"Senyummu kepada saudaramu adalah sedekah." (HR. at-Tirmidzi. Dishahihkan oleh al-Albani). dan beliau shallallahu ‘alaihi wasallam juga bersabda, "Janganlah kamu menghina/meremehkan sedikit pun dari kebaikan, walaupun hanya bertemu dengan saudaramu dengan muka berseri-seri." (HR. Muslim).



4. Menolong Saat dalam Kesulitan.

Di antara memelihara dan menjaga hak-hak bertetangga adalah dengan menolong tetangga saat dalam kesulitan/ saat ia membutuhkan. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallambersabda, "Sesungguhnya asy'ariyyin (suku asy'ari) adalah jika perbekalannya habis, atau jika persediaan makanan untuk keluarganya di Madinah tinggal sedikit, mereka mengumpul kan apa yang mereka miliki dalam satu kain, lalu mereka membagikannya di antara mereka pada tempat mereka masing-masing dengan sama rata. Mereka adalah bagian dariku, dan aku adalah bagian dari mereka." (Hadits Muttafaq 'alaih).

Banyak di antara para tetangga yang tidak mau tau tahu dengan tetangganya sedikit pun. Padahal menolong tetangga saat ia membutuhkan adalah salah satu faktor untuk dapat meraih simpati dan cintanya. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, "Seutama-utama amal shalih adalah membahagiakan saudaramu yang mu'min, atau melunaskan hutangnya, atau memberinya roti." (HR. Ibnu Abi ad-Dunya, dan dihasankan oleh al-Albani).

5. Memberikan Penghormatan yang Istimewa.

Intervensi dalam urusan pribadi tetangga adalah salah satu sebab yang dapat menimbulkan ketidakharmonisan dalam bertetangga. Seperti menanyakan hal-hal yang sangat khusus (pribadi). Contoh: “Berapa gajimu?” “Berapa pengeluaranmu tiap bulan?” “Berapa uang simpananmu (tabungan) di bank?” “Kamu punya berapa rekening?” Dan lain sebagainya.

Seorang muslim yang baik adalah seorang yang memperhatikan tata krama dalam bertetangga, tidak mencampuri urusan yang tidak bermanfaat baginya, dan tidak menanyakan urusan-urusan orang lain yang bersifat pribadi. Allah subhanahu wata’ala berfirman, "Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggunganjawabnya.” (QS. Al-Isra': 36)

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam juga bersabda, "Di antara baiknya Islam seseorang adalah meninggalkan sesuatu yang tidak bermanfaat baginya." (HR. at-Tirmidzi, dan dishahihkan oleh al-Albani).

Maka jika anda ingin mendapat cinta dan simpati tetangga, janganlah pernah mencampuri urusan-urusan pribadi mereka.



6. Menerima Udzur (permohonan maaf).

Bersikap toleransi dengan tetangga, dan lemah lembut dalam berinteraksi dengannya merupakan salah satu kiat untuk menarik simpati tetangga. Contohnya: Dengan menerima permohonan maaf darinya, dan menganggap seolah-olah ia tidak pernah melakukan kesalahan tersebut. Karena tidak ada manusia yang tidak pernah berbuat salah.

Bahkan yang lebih utama adalah memaafkannya sebelum ia meminta maaf. Sikap inilah yang dapat menambah kecintaan tetangga kepada kita. Sebagai-mana yang diperbuat oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallamterhadap orang-orang munafik saat mereka tidak pergi berjihad, maka tatkala beliau shallallahu ‘alaihi wasallamtelah kembali dari peperangan, mereka datang dan menyampaikan udzur mereka kepada beliaushallallahu ‘alaihi wasallam, dan beliau pun menerimanya, serta menyerahkan rahasia-rahasia mereka kepada Allah subhanahu wata’ala.



7. Menasehati dengan lemah lembut.

Manusia yang berakal tentu tidak akan menolak nasehat, dan tidak pula membenci orang yang menasehatinya. Tetapi umumnya manusia tidak menerima kalau dirinya dinasehati dengan cara dan sikap yang kasar serta tidak beretika. Allah subhanahu wata’ala sungguh telah memuji Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan mengaruniakan sifat lemah lembut kepada beliau, sebagai- mana firman-Nya, artinya, "Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu…" (QS. Ali 'Imran: 159)

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, "Sesungguhnya Allah Maha Lembut, Dia mencintai kelembutan dalam segala urusan." (Hadits Muttafaq 'alaih).

Seorang muslim yang baik ketika ia tahu tetangganya berbuat maksiat adalah menasehatinya dengan lemah lembut, dan mengajaknya kembali ke jalan Allah shallallahu ‘alaihi wasallam, memotivasinya agar berbuat baik, dan memperingatkannya dari kejahatan, serta mendo’akannya tanpa sepengetahuannya. Sikap-sikap inilah yang dapat menarik simpati tetangga dan memperbaiki hubungan di antara tetangga.



8. Menutup Aib.

Seorang mu'min adalah seorang yang mencintai saudara-saudaranya, menutup aibnya, bersabar atas kesalahannya, dan menginginkan saudaranya selalu mendapatkan kebaikan ,taufiq serta istiqamah. Dengan sikap ini pula kita akan meraih simpati dan cinta tetangga. Nabishallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, "Barangsiapa yang menutupi aib seorang muslim, maka Allah akan menutup aibnya di dunia dan di Akhirat." (HR. Muslim).



9. Mengunjungi.

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda tentang keutamaan berkunjung ini, "Sesungguhnya ada seorang yang mengunjungi saudaranya di suatu kampung. Maka Allah subhanau wata’ala mengutus seorang malaikat untuk mengawasi perjalanannya. Malaikat tadi bertanya kepadanya, "Mau ke mana kamu?”Lalu ia menjawab, "Saya mau mengunjungi saudaraku di kampung." Lalu ia bertanya kembali, "Apa kamu ingin mengambil hakmu darinya?” Ia menjawab, "Tidak, tetapi karena saya mencintainya karena Allah”. Dia berkata, "Sesungguhnya aku adalah utusan Allah subhanahu wata’ala kepadamu, dan sesungguhnya Allah subhanahu wata ‘ala mencintaimu sebagaimana kamu mencintai saudaramu karena-Nya." (HR. Muslim).

Seseorang hendaknya mencari waktu yang tepat untuk mengunjungi tetangganya. Tidak mendatanginya dengan tiba-tiba atau tanpa mengabarinya terlebih dahulu atau meminta izin kepadanya. Dan hendaklah tidak membuat tetangga merasa terbebani atau direpotkan dengan kunjungannya. Maka hendaklah ia tidak terlalu sering berkunjung, khawatir kalau hal itu membosankannya dan membuatnya menjauhkan diri darinya. Dan juga hendaklah tidak duduk berlama-lama saat berkunjung. Kiat-kiat inilah yang dapat membuat tetangga senang menyambut kunjungan kita, bahkan merindukan kedatangan kita untuk kali berikutnya.



10. Bersikap Ramah Tamah.

Di antara sekian banyak kiat sukses meraih simpati para tetangga dan mempererat hubungan di antara para tetangga adalah dengan bersikap ramah tamah terhadap mereka dengan ungkapan dan ucapan yang baik dan lembut, atau dengan memberikan hadiah istimewa kepadanya, atau dapat pula dengan mengundang mereka untuk makan di rumah kita, dan lain sebagainya. Allah subhanahu wata’ala berfirman, artinya, "Perkataan yang baik dan pemberian ma'af lebih baik dari sedekah yang diiringi dengan sesuatu yang menyakitkan (perasaan sipenerima). Allah Maha Kaya lagi Maha Penyantun". (QS. Al-Baqarah: 263).

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallambersabda, "Saling memberi hadiah lah, niscaya kalian akan saling mencintai." (HR. al-Bukhari dalam kitab "al-Adab al-Mufrad").

Inilah beberapa kiat syar'i untuk meraih simpati para tetangga, menjaga dan menjalin kasih sayang dengan mereka. Semoga Allah subhanau wata’ala memberikan taufiqNya kepada kita. Sesungguhnya Dia Maha Pemberi taufiq dan Maha Kuasa atas segala sesuatu. Dan akhir da'wah kami "Segala puji hanya bagi Allah Rabb semesta alam."



TUNTUNAN ISLAM PEDULI LINGKUNGAN
dalam rentang sejarah pada hakikatnya Islam telah lebih dahulu menggagas perlunya perlindungan dan penjagaan terhadap lingkungan hidup
Tidak sedikit masyarakat yang membuang sampah ke parit, selokan, merusak fasilitas umum, membuang sampah tidak pada tempatnya, dan yang sejenisnya adalah pemandangan yang sering kita jumpai di tengah masyarakat. Tidak ada terlihat rasa bersalah atau malu dengan kelakuan demikian, bahkan menjadi kebiasaan sehari-hari. Kondisi ini adalah potret mini dari ketidakpedulian masyarakat terhadap lingkungan hidup.
Jika diliihat dalam skala besar berbagai bencana alam yang telah melanda negeri ini, mulai dari Tsunami di Aceh, banjir bandang, tanah longsor, semakin menipisya lapisan ozon, kondisi alam dan iklim yang tidak menentu dan sebagainya apabila dihubungkan dengan hukum kasualitas (sebab-akibat) tentunya tidak terlepas dari partisipasi manusia sebagai pengelola alam itu sendiri.
Sebab alam ini diperuntukkan kepada manusia untuk dapat dikelola menjadi lebih baik dan bermanfaat kepada seluruh penghuni bumi. Namun, manakala alam dikelola sesuka hati dan hanya untuk kepentingan pribadi semata tanpa memikirkan efek negatifnya maka yang terjadi adalah bencana yang tidak hanya menimpa si pelaku tetapi secara komunal atau seluruh masyarakat yang merasakannya
Islam memberikan rambu-rambu yang cukup jelas mengenai lingkungan hidup. Salah satu Hadis Rasul yang menjelaskan mengenai pemeliharaan lingkungan hidup dalam Sunan Abu Daud: “Barangsiapa yang memotong pohon sidrah maka Allah akan meluruskan kepalanya tepat ke dalam neraka.”
Pohon sidrah adalah pohon yang terkenal dengan sebutan al-sidr. Pohon ini tumbuh di padang pasir, tahan terhadap panas dan tidak memerlukan air. Pohon tersebut digunakan sebagai tempat berteduh oleh para musafir, orang yang mencari makanan ternak, tempat penggembalaan, atau untuk berbagai tujuan lainnya.
Ancaman neraka bagi orang yang memotong pohon sidrah menunjukkan perlunya menjaga kelestarian lingkungan hidup di sekitar kita. Hal ini dikarenakan keseimbangan (ekosistem) antara makhluk satu dengan lainnya perlu dijaga, sedangkan memotong pohon sidrah adalah salah satu bentuk perbuatan yang mengancam unsur-unsur alam yang sangat penting untuk keselamatan hidup manusia dan makhluk hidup lainnya.
Penjelasan di atas menunjukkan bahwa Islam cukup memberikan kepedulian terhadap lingkungan hidup. Jika dilihat dalam rentang sejarah pada hakikatnya Islam telah lebih dahulu menggagas perlunya perlindungan dan penjagaan terhadap lingkungan hidup sebelum munculnya berbagai organisasi dunia yang menyerukan perlindungan dan pelestarian lingkungan (suaka alam), baik hutan ataupun lainnya sampai penetetapan hari lingkungan hidup.
Oleh karena itu, pada dasarnya apa yang dilakukan para penebang hutan secara liar (illegal loging), pencemaran udara,membuang sampah ke sungai, parit dan selokan dan seluruh perbuatan yang merusak lingkungan hidup adalah perbuatan yang tidak terpuji dan melanggar peraturan, baik itu peraturan pemerintah maupun aturan agama.
Dapat kita lihat penebangan hutan secara liar di tanah air sudah terjadi di mana-mana kendati pun sudah ada penanganan dari pemerintah. Padahal, yang meraup keuntungan hanya sekelompok orang saja sedangkan akibat yang dimunculkannya begitu fatal kepada masyarakat banyak yang tidak ikut campur dan tidak tahu sama sekali.
Oleh sebab itu, bencana yang dialami bangsa ini bukan karena benci dan murkanya Allah SWT, tetapi karena tindakan dan perilaku masyarakatnya yang telah melakukan pengrusakan terhadap tatanan alam yang sudah tertata secara alami. Akhirnya, alam menjadi tidak bersahabat dan akrab lagi dengan manusia dan menjadi hal yang manakutkan dan menyeramkan bagi manusia sendiri.
Dengan demikian, pesan Rasul dalam hadis di atas sekalipun begitu singkat tetapi padat makna sudah cukup menjadi bukti bahwa Islam sangat peduli dengan lingkungan hidup sekaligus untuk menciptakan masyarakat yang harus menjaga dan memahami betapa pentingnya peranan lingkungan hidup dalam kehidupan.
Namun, cukup disayangkan umat Islam yang tidak mengindahkan tuntunan dan arahan agamanya sendiri sehingga berakhir terjerumus kepada kehancuran, kegagalan dan penyesalan manakala bencana menimpa di belakang hari. Begitu banyak ajaran Islam berbicara mengenai hal-hal yang berkenaan dengan penjagaan, pemeliharaan lingkungan hidup.
Sampai-sampai larangan tidak boleh buang air besar di bawah pohon yang sedang berbuah ataupun di jalan yang sering dilewati orang banyak. Ini mengindikasikan bahwa Islam benar sempurna dan paripurna dalam segala hal yang tujuannya agar umatnya dapat menjalani kehidupan penuh dengan ketenangan, kedamaian, kebersihan, kesehatan dan sebagainya.
Hal inilah mungkin yang ditegaskan Rasul dengan ungkapan “Islam itu tinggi dan tidak ada yang dapat melebihi ketinggiannya”. Pada hakikatnya hadis tersebut secara teoritis dan konsep tidak terbantahkan kebenarannya. Namun, dalam tataran prakteknya umat Islam selalu ketinggalan dalam mengamalkannya.
Bahkan dalam studi perbandingan persoalan kebersihan dan penataan lingkungan sering yang menjadi contoh adalah negara Barat, sementara itu negara-negara yang notebenenya Islam hanya bernostalgia dengan keagungan dan kejayaan Islam masa lalu tetapi jauh dari praktek yang diinginkan Islam itu sendiri.

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjwE4cWEBRy1Dl8BlyBH79NnYQwlu_Y-m-FTXUU6ZLC_wNZbggmFL3BkumvgquUfINWQZ0KaWw8z2zYlyN7XfXQKphm40cNhHWc12GX4XLqosfi60mN_2OXmb6QUqBawC07d5Conw5Y5e9N/s320/Yourbusiness-and-the-environment.jpg
Akhlak Terhadap Allah
  1. Beribadah kepada Allah, yaitu melaksanakan perintah Allah untuk menyembah-Nya sesuai dengan perintah-Nya. Seorang muslim beribadah membuktikan ketundukkan terhadap perintah Allah.
  2. Berzikir kepada Allah, yaitu mengingat Allah dalam berbagai situasi dan kondisi, baik diucapkan dengan mulut maupun dalam hati. Berzikir kepada Allah melahirkan ketenangan dan ketentraman hati.
  3. Berdo’a kepada Allah, yaitu memohon apa saja kepada Allah. Do’a merupakan inti ibadah, karena ia merupakan pengakuan akan keterbatasan dan ketidakmampuan manusia, sekaligus pengakuan akan kemahakuasaan Allah terhadap segala sesuatu. Kekuatan do’a dalam ajaran Islam sangat luar biasa, karena ia mampu menembus kekuatan akal manusia. Oleh karena itu berusaha dan berdo’a merupakan dua sisi tugas hidup manusia yang bersatu secara utuh dalam aktifitas hidup setiap muslim.Orang yang tidak pernah berdo’a adalah orang yang tidak menerima keterbatasan dirinya sebagai manusia karena itu dipandang sebagai orang yang sombong ; suatu perilaku yang tidak disukai Allah.
  4. Tawakal kepada Allah, yaitu berserah diri sepenuhnya kepada Allah dan menunggu hasil pekerjaan atau menanti akibat dari suatu keadaan.
  5. Tawaduk kepada Allah, yaitu rendah hati di hadapan Allah. Mengakui bahwa dirinya rendah dan hina di hadapan Allah Yang Maha Kuasa, oleh karena itu tidak layak kalau hidup dengan angkuh dan sombong, tidak mau memaafkan orang lain, dan pamrih dalam melaksanakan ibadah kepada Allah.
Akhlak Terhadap Manusia
  1. HusnuzanBerasal dari lafal husnun ( baik ) dan Adhamu (Prasangka). Husnuzan berarti prasangka, perkiraan, dugaan baik. Lawan kata husnuzan adalah suuzan yakni berprasangka buruk terhadap seseorang. Hukum kepada Allah dan rasul nya wajib, wujud husnuzan kepada Allah dan Rasul-Nya antara lain: Meyakini dengan sepenuh hati bahwa semua perintah Allah dan Rasul-Nya Adalah untuk kebaikan manusia. Meyakini dengan sepenuh hati bahwa semua larangan agama pasti berakibat buruk. Hukum husnuzan kepada manusia mubah atau jaiz (boleh dilakukan). Husnuzan kepada sesama manusia berarti menaruh kepercayaan bahwa dia telah berbuat suatu kebaikan. Husnuzan berdampak positif berdampak positif baik bagi pelakunya sendiri maupun orang lain.
  2. Tawaduk berarti rendah hati. Orang yang tawaduk berarti orang yang merendahkan diri dalam pergaulan. Lawan kata tawaduk adalah takabur. Allah berfirman , Dan rendahkanlah dirimu terhadap keduanya, dengan penuh kasih sayang dan ucapkanlah, ”Wahai Tuhanku! Sayangilah keduanya sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku pada waktu kecil.” (Q.S. Al Isra/17:24) Ayat di atas menjelaskan perintah tawaduk kepada kedua orang tua.
  3. Tasamu artinya sikap tenggang rasa, saling menghormati dan saling menghargai sesama manusia. Allah berfirman, ”Untukmu agamamu, dan untukku agamaku (Q.S. Alkafirun/109: 6). Ayat tersebut menjelaskan bahwa masing-masing pihak bebas melaksanakan ajaran agama yang diyakini.
  4. Ta’awun berarti tolong menolong, gotong royong, bantu membantu dengan sesama manusia. Allah berfirman, ”...dan tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan...”(Q.S. Al Maidah :2)
Akhlak Terhadap Lingkungan Hidup
  1. Yang dimaksud dengan lingkungan adalah segala sesuatu yang disekitar manusia, baik binatang, tumbuh-tumbuhan maupun benda-benda yang tidak bernyawa.Pada dasarnya akhlak yang diajarkan al-Qur'an terhadap lingkungan bersumber dari fungsi manusia sebagai khalifah. Kekhalifahan menuntut adanya interaksi antara manusia dengan sesamanya dan manusia terhadap alam. Kekhalifahan mengandung arti pengayoman, pemeliharaan, serta bimbingan, agar setiap makhluk mencapai tujuan penciptaanya.
  2. Dalam pandangan Islam, seseorang tidak dibenarkan mengambil buah sebelum matang, atau memetik bunga sebelum mekar, karena hal ini berarti tidak memberi kesempatan kepada makhluk untuk mencapai tujuan penciptaannya.
    Ini berarti manusia dituntut mampu menghormati proses yang sedang berjalan, dan terhadap proses yang sedang terjadi. Yang demikian mengantarkan manusia bertangung jawab, sehingga ia tidak melakukan perusakan terhadap lingkungan harus dinilai sebagai perusakan pada diri manusia itu sendiri.
  3. Binatang, tumbuh-tumbuhan dan benda-benda tak bernyawa semuanya di ciptakan oleh Allah SWT, dan menjadi milik-Nya, serta kesemuanya memiliki ketergantungan kepada-Nya. Keyakinan ini mengantarkan seorang muslim untuk menyadari bahwa semunya adalah "umat" Tuhan yang harus diperlakukan secara wajar dan baik.
Dalil-dalil Akhlak Terhadap Allah, Manusia, dan Lingkungan Hidup

“Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui.”(Q.S. Al Baqarah :188).

“(Ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada malaikat: "Sesungguhnya Aku akan menciptakan manusia dari tanah". (Q.S. Shaad: 7 1).
Kesimpulan
Lingkungan hidup sekitar adalah bahagian yang tidak terpisahkan dari proses kehidupan kita. Oleh sebab itu, orang-orang yang melakukan pengrusakan lingkungan, penebangan hutan secara liar, buang sampah di sungai, parit dan selokan, pencemaran udara tidak menyahuti ajaran agamaanya dan tidak punya moral sosial.
Sudah saatnya semua pihak menyadari betapa pentingnya memelihara lingkungan hidup dan bahaya yang mengancam manakala tidak peduli dengan lingkungan hidup. *****  
sungai-bersih “Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi sesudah (Allah) memperbaiknya dan berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut dan harapan. Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik.” (Al-A’raf: 56)
Dewasa ini musibah bertubi-tubi menimpa bangsa Indonesia, terutama musibah tanah longsor dan banjir. Bahkan, kota Pekalongan juga tak luput dari banjir setiap kali hujan deras mengguyur kota yang terkenal dengan industri batiknya ini. Ketika banjir melanda, otomatis produksi batik akan tersendat sehingga menyebabkan roda ekonomi juga tidak berputar dengan baik.
Jika daya tampung air suatu sungai sudah tidak memadai dan air sungai tersebut meluap ke daerah sekitarnya, maka terjadilah banjir. Adapun penyebab terjadinya banjir cukup banyak dan saling berkait antara satu penyebab dengan penyebab lainnya. Penyebab tersebut antara lain sampah yang tidak dikelola dengan baik, got-got saluran air yang tertutup, berkurangnya lahan resapan air, curah hujan yang tinggi, menurunnya daya serap tanah, kondisi alam, serta penurunan daya tampung sungai.
Padahal Islam sudah mengajarkan kepada umatnya agar memelihara lingkungannya guna mencegah terjadinya bencana alam. Adapun konsep Islam dalam memelihara lingkungan adalah sebagai berikut:
  1. Penanaman Pohon dan Penghijauan
Rasulullah mengajarkan kepada sahabatnya pentingnya menaman pohon dan menghijaukan lahan. Beliau bersabda, “Apabila seorang muslim menanam tanaman kemudian tanaman itu dimakan oleh burung, manusia ataupun binatang, maka orang tersebut mendapat pahala bersedekah. (HR. Bukhari dan Muslim)
2. Memberdayakan tanah dan Menghidupkan Lahan Mati
Supaya daya serap tanah semakin tinggi, maka tanah perlu dikelola dengan baik yaitu dibajak dan dipupuk. Islam juga mengajarkan kepada umatnya agar menghidupkan lahan mati. Tujuanya supaya tercipta keseimbangan lingkungan. Dalam penghidupan lahan mati, Rasulullah bersabda, “Barangsiapa yang menghidupkan sebidang tanah yang mati, maka tanah itu menjadi miliknya, dan apabila diambil oleh para pencari rezeki, maka itu menjadi (pahala) sedekah untuknya.” Maksud dari para poencari rezeki adalah binatang buas, burung-burung, manusia dan siapa yang memanfaatkannya.
3. Menjaga Kebersihan
Dalam sebuah ungkapan disebutkan bahwasanya kebersihan adalah sebagian daripada iman. Artinya, orang yang memelihara lingkungannya agar selalu bersih berarti dia telah menunjukkan diri sebagai seorang yang beriman. Sebaliknya, jika dia mengotori lingkungan dengan membuang sampah sembarangan, berarti kadar imannya masih patut dipertanyakan.
4. Menjaga Kekayaan Alam
Islam mengajarkan kepada umatnya agar tidak merusak kekayaan alam yang ada. Al-Qur`an menyebutkan tentang berbagai macam kekayaan alam yang dianugerahkan Allah kepada manusia, tujuannya supaya dijaga dan tidak dirusak. Kekayaan tersebut antara lain: kekayaan hewani, kekayaan nabati, kekayaan laut, kekayaan tambang, matahari dan bulan, dsb. Dalam sebuah hadits Rasulullah bahkan mengecam orang yang membunuh seekor burung dengan tanpa memenuhi haknya. Beliau bersabda, “Barangsiapa yang membunuh seekor burung secara sia-sia, maka pada Hari Kiamat kelak burung itu akan mengadu ke hadapan Allah dan berkata, ‘Wahai Tuhanku, si fulan telah membunuhku hanya untuk main-main, ia tidak membunuhku untuk suatu manfaat apa pun.” (HR. An-Nasa`i, Ahmad, dan Ibnu Hibban)



5. Ramah Terhadap Lingkungan
Islam mengajarkan kepada setiap muslim agar memperlakukan lingkungan sekitarnya dengan ramah. Rasulullah saw bersabda, “Sesungguhnya Allah mewajibkan untuk berbuat baik terhadap segala sesuatu.” (HR. Muslim)
Muslim sejati adalah orang yang memperlakukan manusia, binatang, tumbuh-tumbuhan, benda mati, bumi dan air, dengan baik. Salah satu contoh perlakuan baik terhadap air adalah menggunakannya dengan sebaik-baiknya dan tidak membuangnya sembarangan.
Semoga dengan adanya kesadaran kita semua merawat lingkungan akan menjadikan lingkungan sekitar kita menjadi lebih baik sehingga kita dijauhkan dari bencana alam yang dapat meluluhlantakkan segalanya.

 IlustrasiBismillahirrahmanirrahim Segala puji milik Allah SWT, Pemilik lingkungan dunia dan akhirat, semoga rahmat dan kesejahteraan senantiasa tercurahkan pada makhluk paling bersih dan harum sepanjang sejarah kehidupan, sayyiduna Muhammad saw, sosok yang paling peduli terhadap lingkungan, bahkan kepeduliannya tidak hanya sekedar membawa kebahagian duniawi saja, melainkan kebahagiaan dunia dan akhirat –bagi muslim– dan  mendapat bahagia di dunia saja bagi non muslim. Dan semoga salam dan kesejahteraan tercurahkan juga kepada keluarga serta sahabat-sahabat beliau yang senantiasa berjuang hingga menghasilkan lingkungan yang damai dan penuh budi pekerti luhur dan makmur.
Kita telah terpilih menjadi umat terbaik, maka, setidaknya kita mengerti mengapa kita terpilih sebagai umat terbaik sepanjang kehidupan?!
Allah SWT berfirman dalam surat Ali Imran ayat 110:
((وتؤمنون المنكر عن وتنهون بالمعروف تأمرون للناس أخرجت أمة كنتمير خ هبالل....)).
“Kalian adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyeru pada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah.”

AMAR MA’RUF NAHI MUNKAR, merupakan suatu bentuk kepedulian umat terbaik terhadap lingkungannya. Jikalau dilihat dari segala aspeknya, umat muslim memiliki kepribadian yang selalu peduli kepada kehidupan masyarakat. Dalam ayat lain Allah SWT berfirman dalam surat Ali Imran ayat 104:
((...المنكر عن وينهون بالمعروف ويأمرون الخير الى يدعون أمة منكم ولتكن)).
“Dan hendaknya ada diantara kalian umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari kemungkaran.”
Kepedulian merupakan bagian dari kebaikan (al-Khair dan al-Ma’ruf) seperti yang telah disebutkan dalam ayat di atas, dan perintah yang ada yakni: hendaknya ada diantara kalian yang menyeru... dan menyuruh… dan mencegah..., dan ini semua merupakan suatu bentuk agar kita menjadi orang yang peduli.
Masih sangat banyak ayat-ayat Allah yang menunjukkan bahwa, Islam adalah agama yang selalu peduli pada masyarakat dan lingkungannya. Memang objek syariat Islam adalah masyarakat dan lingkungan. Bahkan dalam sejarah-sejarah perjalanan baginda Rasul saw yang tertera dalam karangan-karangan para Muhibbin (orang-orang yang mencintai Rasulullah saw) tentang kehidupan beliau, dan akan kita temui bagaimana beliau saw sangat menjaga pada masyarakat dan lingkungannya.
Ya, bagaimana tidak...?! Beliau adalah utusan yang ditugaskan untuk sekalian alam ini, tidak hanya orang muslim namun non muslim pun menjadi bagian yang harus beliau perhatikan, begitu juga makhluk-makhluk selain manusia, masuk dalam asuhan (hirs) beliau.
Bagaimanapun, kita tidak akan pernah usai menguraikan sirah dan perjalanan Rasulullah saw. Namun di sini, marilah kita coba mengulas sedikit tentang beliau yang bersangkut paut dengan PEDULI LINGKUNGAN.
Selain ayat di atas, ada contoh kecil, namun agung keberadaannya, dan tidak sedikit yang menyepelekannya, yaitu: kebiasaan beliau saw ketika memotong kuku ataupun rambut selalu menguburnya. Karena, memang pada dasarnya kuku dan rambut ketika telah terpotong akan menjadi sampah, namun, mereka tetap bagian tubuh yang tetap mulia, jadi, tidaklah heran jika beliau mengubur hasil potongan kuku dan rambut beliau. Apalagi kita tahu bahwa, potongan kuku yang terserak akan sedikit menyakiti siapa saja yang tidak memakai alas kaki, jika mengenainya, walaupun tidak parah. Namun begitulah beliau saw, sekecil apapun sesuatu ataupun permasalahan apabila sekiranya akan mengganggu orang lain, maka akan segera beliau tangani. Hal ini agar menjadi tauladan bagi kita, sesuai dengan sabda beliau saw, “Jangan menganggap remeh kebaikan sekalipun kelihatannya sepele.”
Sebagai bukti lain bahwa beliau saw sangat peduli pada lingkungan adalah sabda beliau,  “Menyingkirkan duri dari jalan adalah sadekah.”  Hal ini memotivasi kita semua, agar senantiasa peduli pada lingkungan, bahkan beliau menyamakan kedudukannya dengan hal bersedekah. Maka, di situ ada kesempatan bagi yang tidak mampu bersedekah dengan harta. Kalau yang kecil seperti duri pun kita dianjurkan untuk mempedulikannya, apalagi gangguan-gangguan yang lebih besar.
Sebenarnya, jika ditelaah kembali makna peduli lingkungan menurut Islam, maka sangatlah luas dan mendalam. Karena bagi Islam peduli pada lingkungan ini tidak hanya seputar kebersihan, kedamaian dan hal-hal yang meliputi keduniaan saja, melainkan kepedulian Islam itu meliputi seluruh kemaslahatan masyarakat dari segi duniawi dan ukhrowi.
Semakin mendalam pengkajian tentang peduli lingkungan, kita akan mengerti maksud dari ayat di atas bahwa Amar ma’ruf dan nahi mungkar, mengadakan halaqoh ta’lim, dan pengajian agama, juga merupakan suatu bentuk ajaran Islam untuk peduli pada lingkungan, karena kepedulian muslim dalam bermasyarakat dan berbangsa ini sesuai. Seperti yang kita ketahui bahwa Islam adalah agama Rahmatan lil ‘Alamin, yakni Islam merangkul semua bentuk kehidupan masyarakat.
Jadi, apabila telah terpatri di dalam setiap muslim bahwa Islam adalah agama Rahmatan lil Alamin, maka ia akan selalu peduli pada lingkungan dan masyarakat sekitarnya. Lebih-lebih kalau ia mau meresapi apa yang disabdakan oleh baginda Rasulullah saw yang diriyatkan oleh Hudzaifah al-Yaman:
((منهم فليس المسلمين بأمر يهتم لا من)).
“Barang siapa yang tidak peduli pada urusan (masalah) orang muslim, maka ia bukan dari golongan mereka.”
Hadist ini sebenarnya memiliki lanjutan yang sangat panjang, yang di dalamnya terdapat pesan tentang kepeduliannya pada masalah-masalah tertentu yang lebih khusus. Kutipan hadist ini lebih umum, maka dari itu saya kutip inti umum pesan hadistnya saja. Kata Amrul muslimin di hadist ini meliputi semua urusan ataupun semua masalah  duniawi dan ukhrawi orang muslim. Namun yang terpenting kita (orang-orang Islam) tahu, bahwa Islam adalah Agama yang selalu menanamkan nilai-nilai kepedulian. Hal ini orang Islam harus paham agar lebih mengerti akan keagungan agama Islam itu sendiri, dan agar tidak seperti yang terjadi di zaman sekarang ini.
Misalnya, yang terjadi sekarang adalah sedikitnya masyarakat yang peduli terhadap kebersihan. Hal ini sebenarnya juga merupakan tugas kita untuk menyampaikan kepada mereka -muslim ataupun non muslim- tentang pentingnya hidup bersih dan sebab akibatnya. Kalau mereka mengerti penyebab dari kotornya suatu tempat, karena tidak adanya tong sampah misalnya, atau tidak adanya penampungan air bersih, atau kamar mandi umum kurang memadai, atau penyaluran air got tersumbat dsb. Maka, kita ajak mereka untuk mengatasi hal-hal tersebut dengan segera. Mengingat, efek buruknya, yang dapat menyebabkan banyak penyakit, bahkan juga mengakibatkan bencana seperti, banjir. Kalau tidak disegerakan khawatir musibah-musibah tersebut dengan waktu cepat dapat membahayan masyarakat dan lingkungan kita, kalau musibah itu datang sebelum kita mengatasinya, maka kita sendiri yang repot.
Sebenarnya hal di atas ini juga merupakan dakwah kita sebagai orang muslim untuk senantiasa mengajak pada kebaikan, sesuai dengan ayat di atas. Mengajak pada kebaikan merupakan  suatu sifat kepedulian yang ada dalam diri manusia, dan itu kalam Allah SWT hanya ada di umat terbaik (umat sayyiduna Muhammad saw). Dan jika kita sudah menyampaikan dan ikut serta mengatasi, maka hasilnya kita serahkan kepada Yang Maha Kuasa.
Bangsa Indonesiaku…!! Kalau saja di sana banyak orang yang benar-benar peduli pada lingkungan, maka tidak akan ada orang yang membuang sampah makanan, sampah belanja, sampah pabrik dan sampah-sampah lainnya ke saluran air got, ke jalanan, sungai-sungai dan laut. Hal-hal ini tidak akan terwuujud kecuali dengan adanya kepedualin dari segala lapisan masyarakat, tanpa ada pengecualian, terutama peran pemerintah, dan tokoh masyarakat dalam hal ini, misalnya: memberi tong sampah besar di pinggir jalan, mengadakan program kerja bakti mingguan atau bulanan, membangun kamar mandi atau WC umum gratis yang memadai di setiap beberapa tempat, dan masih banyak lagi.
Lihat, karena tidak adanya tong sampah yang memadai misalnya, akhirnya mereka membuang sampah sembarangan, yang mengakibatkan lingkungan menjadi kotor, sehingga penyakit menyebar kemana-mana. Ketika penyakit sudah menyebar sampai pelosok desa, perekonomian jadi lambat dan orang-orang kecil jadi repot mencari biaya pegobatan, dan akhirnya merembet pada kemiskinan. Sungguh hal ini bukan masalah yang sepele…!
Dan sebenarnya masih sangat banyak sekali masalah-masalah masyarakat yang mesti kita pedulikan, bahkan mungkin ada sebagian masalah yang sampai pada taraf hukum wajib untuk kita pedulikan dan kita atasi.
 

 



Islam adalah agama yang mengajarkan pada umatnya untuk selalu mencintai lingkungan untuk kemaslahatan bersama. Mencintai lingkungan adalah bagian dari spirit Islam sebagai rahmattal lil allamin atau atau agama pembawa berkah dan kesejahteraan ummatnya. Hal tersebut disampaikan oleh Rektor Undip, Prof. Sudharto P. Hadi saat memberikan tausiyah Kultum di Masjid Kampus Undip (MasjidKU) Tembalang, (28/7)

Dalam tausiyah dihadapan ratusan jamaah yang mayoritas mahasiswa dan masyarakat sekitar kampus tersebut ditekankan bahwa mencintai lingkungan adalah bagian dari ketaqwaan terhadap Allah SWT. "Predikat bertaqwa adalah sebuah kermotan besar yang tidak dimiliki oleh setiap umat di dunia ini, tetapi yangterpenting bahwa ketaqwaan tersebut harus diamalkan sehingga memberikan berkah yang lebih besar" ujarnya.

Peduli terhadap lingkungan adalah bagian dari mengamalkan ketaqwaan. "Tidak sempurna iman dan taqwa seseorang bila tidak mencintai sesama" tandasnya.

Prof. Dharto juga menekankan bahwa Rasullolah juga mengajarkan untuk mencintai sesama, menghimbau untuk selalu mencintai orang lain meskipun ia membeci kita serta serta berusaha untuk damai meskipun mereka membencimu. "amalan yangperlu dilakukan oleh umat Islam sebagai bentuk dalam mencintai sesama salah satunya adalah peduli dengan lingkungan baik yang bersifat hidup seperti tumbuh-tumbuhan atau mati seperti udara tanah dan air.

Dengan menjalankan syariat Islam, termasuk puasa kita digolongkan sebagai orang-orang yang beriman yang diwajibkan untuk berpuasa supaya bertaqwa (laa lakum tataqun), sebagaimana Firman Allah dalam surat Al Baqaroh ayat 183. Predikat beriman ini tentu harus kita syukuri, karena termasuk umat pilihan tetapi sekaligus tantangan ketika kita harus mencapai ketaqwaan dan mengamalkanya dalam kehidupan keseharian.  Ketaqwaan yang diharapkan Allah tentu saja selaras dengan spirit agama yang kita anut bersama yaitu Islam yang merupakan agama yang rachmatan lil alamin yang memberikan rachmat bagi alam semesta..

Dalam hubungan manusia dengan manusia (hablum minanas) seharusnya kita bisa menjaga tali silarurachim,  bersikap santun, adil, penuh kasih sayang, toleransi, bersifat inklusif,  menjaga kedamaian. Sikap-sikap menghujat, memfitnah, memprovokasi, menciptakan permusuhan sudah seharusnya kita hindari. Tidaklah sempurna Iman seseorang jika ia tidak mencintai sesamanya seperti mencintai dirinya sendiri. Rasululah mengajarkan cinta dan kedamaian dalam hubungan dengan sesama, sekalipun dengan orang yang tidak menyukaikita. Pesan Rasululah adalah cintailah orang yang membencimu, damaikan orang yang memusuhimu.

"Dalam kaitan dengan Rachmatan lilialamin, hablul minanas juga ditafisrkan sebagai hubungan dengan mahluk lain dan semua ciptaan Allah. Kepada hewan, binatang dan segenap seru sekalian alam, baik yang hidup (biotic) maupun yang mati (abiotic). Kalau dalam ilmu yang saya tekuni yakni ilmu lingkungan bukan hanya bio sentris tetapi eco-sentries yang menghargai semua ciptaan Allah baik yang hidup maupun yang tidak hidup seperti tanah, udara, air, bahan-bahan tambang, mineral. Konsep itu disebut juga sebagai deep-ecology atau ekologi dalam.  Kalau ada ekologi dalam tentu ada ekologi dangkal(shallow ecology), yaitu julukan bagi manusia yang tidak menghargai alam dan disebut sebagai antroposentris. Mereka yang berkuasa atas alam, segala sesuatu yang ada dialam ini, dalam pandangan antroposentries, sah dieksploitasi untuk kemakmuran manusia. " ujarnya

"Antroposentries adalah penafsiran yang keliru dan berlebihan dari amanah yang kita  terima dari Allah sebagai khalifatullah fil ardhi. Firman Allah dalam surat Al Baqaroh ayat 30: Allah berfirman kepada para Malaikat bahwa sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah dibumi. Puasa di bulan ramadhan merupakan wahana untuk melakukan refleksi atas peran kita sebagai khalifah.  Surat Ar Rum ayat 41: telah nampak kerusakan didarat dan dilaut disebabkan oleh ulah perbuatan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari akibat perbuatan mereka, agar mereka kembali kepada jalan yang benar." tandasnya

Selanjutnya dalam surat Al Qashash ayat 77 difirmankan: dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.

Dalam kehidupan sehari-hari manusia jangan menjadi pribadi yang antroposentri, pusat dari segala-galanya serta merasa dominan dan penentu segala aspek kehidupan, hal tersebut terkesan berlebihan dan bertentangan dengan ajaran agama yang menekankan bahwa manusia dihadirkan di bumi sebagai khalifah, penerang dan pencerah umat lainnya. "Jika manusia lebih mencintai lingkungan maka bumi ini akan memberikan kesejahteraan bagi umatnya" katanya. "Pembangunan yang dilakukan jangan hanya sekedar berorientasi mengejar pertumbuhan ekonomi dengan patokan angka-angka, hal tersebut mengakibatkan pembangunan lebih bersifat antroposentris ketimbang ecoposentris yang berorientasi ramah lingkungan" paparnya.

Kondisi inilah yang mengakibatkan munculnya bencana banjir, rob, tanah longsor dan udan salah mongso atau musim yang tidak menentu, dampak inilah yang mengakibatkan kerugian besar dan nilainya tidak sebanding dengan hasil pembangunan yang hanya mengejar angka dan fisik.

"Puasa merupakan momen yang tepat untuk melakukan refleksi atas ketaqwaan kita yang harus tercermin spirit Islam yang kita anut sebagai agama yang rachmatan lilialamien.  Said Aqil Siradj mengatakan, Ramadhan adalah Momen Kembali ke Jalan Yang Lurus. Semoga Allah senantiasa menuntun kita menuju ketakwaan sejati yang sejalan dengan rachmatan lilalamien,"


Peduli Sosial
Peduli sosial adalah perilaku warga bangsa untuk dapat melakukan perbuatan baik terhadap sesama yaitu berbagi, membantu, dan atau mempermudah pihak lain dalam melakukan urusannya (urusan yang benar dan baik). Orang yang mempersulit urusan orang lain adalah orang yang tidak peduli sosial.
Peduli sosial memiliki banyak makna, tetapi pada umumnya semua pihak hampir sepakat bahwa peduli sosial merujuk pada kegiatan amal baik kepada sesama. Dalam tulisan ini peduli sosial tidak hanya bermakna parsial tetapi lebih merujuk pada usaha seseorang untuk menyelamatkan warga bangsa sesuai dengan kemampuan dan kewenangan yang dimilikinya. Warga bangsa tidak hanya dalam jumlah banyak tetapi satu atau dua orang saja, termasuk warga bangsa.
Implementasi dari peduli sosial sangat mudah dan dapat dilakukan setiap saat, misalnya senyum kepada orang lain hingga pihak lain merasa nyaman adalah contoh perbuatan peduli sosial. Seorang dokter yang menyapa pasien dengan lemah lembut penuh kasih sayang adalah peduli sosial, karena mungkin hanya dengan perhatian seperti itu telah membantu mengobati pasien. Lebih jauh dari itu, peduli sosial dapat pula dilakukan tanpa orang lain mengetahuinya.
Suatu ketika penulis mendapat keluhan dari seorang dosen (sebuah perguruan tinggi di Bandung) yang merasa tidak diperhatikan oleh rekannya. Pada waktu itu tidak dilibatkan sebagai instruktur sebuah pelatihan (dengan menjadi instruktur pelatihan ia akan memperoleh honor yang lumayan). Saya katakan, cobalah datang kepada koordinator instruktur agar mendapat giliran sebagai pelatih. Ia katakan sudah mendatanginya, apa yang ia katakan adalah: "saya tidak memiliki kewajiban kepada siapapun -termasuk anda- untuk memilih seseorang sebagai instruktur!". Menurut saya, kata-kata semacam itu merupakan contoh tidak peduli sosial. Ia hanya peduli pada perhitungan politik, memilih seseorang yang suatu saat akan dapat diminta utang budinya. Kasihan kepada kawan itu, karena ia tidak memiliki kontribusi terhadap jejaring politik sang koordinator, ia menjadi korban ketidakpedulian.
Lebih tersembunyi lagi dari makna kepedulian sosial adalah doa. Barang siapa yang suka mendoakan kawannya agar dapat diberi keselamatan, kesehatan, dan murah rizki adalah juga bentuk kepedulian sosial. Bayangkan, jika masing-masing kita saling mendoakan agar orang lain cepat kaya dan naik pangkat, kita akan terbebas dari rasa iri terhadap orang itu!. Tapi ini sangat berat!
Dengan ilustrasi di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa kepedulian sosial yang kasat mata sangat mudah dilakukan, sebaliknya semakin tersembunyi (misalnya: mendoakan orang lain) akan semakin sulit dilakukan. Demikianlah makna peduli sosial dalam tulisan ini, yaitu kepedulian seseorang baik dalam bentuk terbuka maupun tersembunyi .  

Lingkungan

Lingkungan pada tulisan ini adalah Lingkungan Hidup (LH) yaitu merupakan sumberdaya alam untuk penompang kehidupan manusia. Lingkungan hidup perlu dijaga dengan kesadaran kesyukuran kepada Tuhan Yang Maha Kasih. Artinya bahwa dalam memperlakukan lingkungan hidup jangan melalui antroposentisme (ekploitasi lingkungan untuk kehidupan manusia) tetapi hendaknya berupa ekosentrisme (keseimbangan atau keserasian lingkungan yang dikelola dengan penuh tanggung jawab manusia).
Lingkungan sebagai pilar pembangunan sebenarnya tidak membutuhkan manusia. Keberadaannya diciptakan tanpa menunggu kehadiran manusia. Sebaliknya manusia sangat tergantung kepada keberadaan lingkungan. Seluruh keperluan manusia berada pada alam dari oksigen untuk bernafas, bahan makanan, pakaian, perumahan, dan lain-lain.
Untuk menjaga kelestarian lingkungan perlu komitmen, peduli sosial, dan teknologi. Begitu pula dengan pemanfaatannya, perlu ada komitmen, peduli sosial, dan teknologi. Bagaimana semuanya dapat dijelaskan? Perlu perenungan yang tidak hanya diajarkan pihak lain tetapi harus dirasakan dan ditemukan sendiri. Orang yang memiliki pengamalan (semacam etika) terhadap lingkungan hidup disebut orang yang telah memiliki ”kesalehan lingkungan”
Ada contoh seseorang memiliki telah memiliki ”kesalehan” lingkungan. Dari hasil renungannya pernah ia katakan bahwa kekayaan alam ini tidak akan pernah habis oleh milyaran manusia yang memperlakukan alam dengan penuh kearifan. Sebaliknya, dalam waktu singkat akan cepat habis hanya oleh seorang manusia yang serakah. Planet Bumi yang kecil ini telah diciptakan oleh Tuhan dalam ukuran yang ”cukup” bahkan berlebih jika diisi oleh manusia yang memiliki kesadaran bahwa hidupnya untuk beribadah kepada Tuhannya. Sebaliknya planet bumi akan hangus terbakar hanya diisi oleh manusia yang ingin hidupnya menunjukkan kesombongannya, keserakahan, dan tidak menunjukkan rasa syukur kepada Tuhan, bahkan ini berperan sebagai tuhan.
Pembahasan lingkungan semakin menarik, tetapi untuk pendahuluan cukup sekian saja. Terima kasih

KEPEDULIAN SOSIAL

PENGERTIAN
Kepedulian sosial adalah perasaan bertanggung jawab atas kesulitan yang dihadapi oleh orang lain di mana seseorang terdorong untuk melakukan sesuatu untuk mengatasinya.
“Kepedulian Sosial” dalam kehidupan bermasyarakat lebih kental diartikan sebagai perilaku baik seseorang terhadap orang lain di sekitarnya.
Kepedulian sosial dimulai dari kemauan “MEMBERI” bukan “MENERIMA”
Bagaimana ajaran Nabi Muhammad untuk mengasihi yang  KECIL dan Menghormati yang BESAR; orang-orang kelompok ‘besar’ hendaknya mengasihi dan menyayangi orang-orang kelompok ‘kecil’, sebaliknya orang ‘kecil’ agar mampu memposisikan diri, menghormati, dan memberikan hak kelompok ‘besar’.
•Rasul bersabda:
• لَيْسَ مِنَّا مَنْ لَمْ يَرْحَمْ صَغِيرَنَا وَيَعْرِفْ شَرَفَ كَبِيرِنَا
•”Bukanlah termasuk golongan kami orang yang tidak menyayangi orang muda di antara kami, dan tidak mengetahui kemuliaan orang-orang yang tua di antara kami” (HR. At-Tirmidzy dari Abdullah bin ‘Amr radhiyallahu ‘anhu, dan dishahihkan Syeikh Al-Albany )
•لَيْسَ مِنَّا مَنْ لَمْ يَرْحَمْ صَغِيرَنَا وَيُوَقِّرْ كَبِيرَناَ
•”Bukan termasuk golonganku orang yang tidak menyayangi orang muda di antara kami dan tidak menghormati orang yang tua” (HR. At-Tirmidzy, dishahihkan Syeikh Al-Albany).
Bagaimana Cara Pembentukan Sikap dan Prilaku Kepedulian Sosial?
Sikap dan perilaku kepedulian sosial bukan pembawaan, tetapi dapat dibentuk melalui pengalaman dan proses belajar; dapat dilakukan melalui 3 model:
1.Mengamati dan Meniru perilaku peduli sosial orang-orang yang diidolakan (mengacu pada teori social learningnya Bandura)
2. Melalui proses pemerolehan Informasi Verbal tentang kondisi dan keadaan sosial orang yang lemah sehingga dapat diperoleh pemahaman dan pengetahuan tentang apa yang menimpa dan dirasakan oleh mereka dan bagaimana ia harus bersikap dan berperilaku peduli kepada orang lemah (mengacu pada teori kognitif Bruner)
3. Melalui penerimaan Penguat/Reinforcement berupa konsekuensi logis yang akan diterima seseorang setelah melakukan kepedulian sosial (mengacu pada teori operant conditioning nya Skinner (konsekuensi mempengaruhi perilaku)
Model I
•Imitating dan modeling.
•Peran penting tokoh idola (model)
•Adanya pertimbangan konsekuensi yang diterima (teori reinforcement)
•Ayat-ayat al-Qur’an tentang sejarah para tokoh besar
•Metode cerita, sosiodrama, bermain peran, teladan guru, dkk
Model II
•Teori kognitif: seseorang akan memberikan respons kepada lingkungan eksternalnya berdasarkan atas pemahaman kognisi seseorang terhadap lingkungan atau obyek tersebut.
•Pentingnya peran pemahaman dalam mempengaruhi prilaku
• Melalui tahap informasi, transformasi (mengubah informasi), dan evaluasi (penilaian untuk digunakan) dengan indra sam’a, abshar, dan af’idah
•Ilmu dan Amal
•Metode analisis nilai, dan pembelajaran kognitif –afektif.
Model III (menerima penguatan/reinforcement)
•Konsekuensi mempengaruhi perilaku berarti seseorang melakukan sesuatu karena mereka mengetahui ada hal lain yang akan mengikutinya sebagai konsekuensi dari perilaku mereka.
•Konsep tsawab, ujrah.
•Konsep reward dan punishment
•Pemberian punishment dapat cepat diketahui hasilnya, namun dalam jangka panjang akan mengakibatkan beberapa masalah pada seseorang yang terkena perlakuan ini, seperti sikap apatis, takut pada pengawas, sikap mutar-mutar, melakukan sesuatu hanya untuk memenuhi aturan, belajar agar terhindar dari hukuman, agresif dan emosional. Sebaliknya reinforcement positif (diberikannya sesuatu yang menyenangkan) berfungsi lebih efektif dalam membentuk perilaku seseorang dibandingkan punishment, meskipun hasilnya tidak bisa dilihat dengan cepat.
•Teori reinforcement merupakan teori fungsi (semua komponennya ditentukan oleh fungsinya—bagaimana hal tsb bekerja—bukan ditentukan oleh strukturnya—bagaimana bentuknya), sebagai teori fungsi, reinforcement akan bekerja dengan baik jika sesuai dan memenuhi kebutuhan dan karakter seseorang yang diberi reinforcement. Suatu reinforcement yang sama bentuknya akan berbeda fungsi dan keefektifannya jika diberikan kepada individu yang berbeda.
Rambu-Rambu Reinforcement (konsekuensi) dalam Pembentukan Perilaku
Efektifitas reinforcement ditentukan oleh faktor:
1.Kesesuaian dengan kebutuhan.
2.Kesegeraan pemberian dan dirasakan.
3.Keastian atau keajegan.
4.Ukuran (kuantitas dan kualitas).
Pranata dan Proses Pembentukan Kepedulian Sosial dalam Islam
•Tebar Salam (afsussalam); membuka pintu informasi dan substansinya menciptakan kedamaian dan kesejahteraan sosial.
•Silaturrahmi; memungkinkan tersambungnya keberlanjutan interaksi yang terputus, lebih mampu memaafkan dan memahami orang lain, verifikasi dan update informasi sehingga semakin peduli.
•Shalat berjamaah; mengkondisikan terjadinya interaksi sosial secara rutin.
•Merawat jenazah; interaksi langsung kepada si ‘kecil’ (mayat yang sudah tidak punya daya apapun)
•Puasa
•Zakat dan Shadaqah
A.    Kepedulian Sosial

1. Pengertian kepedulian sosial
Kata peduli berarti memerhatikan atau menghiraukan sesuatu. Kepedulian berarti sikap memerhatikan sesuatu. Dengan demikian kepedulian sosial berarti sikap memerhatikan atau menghiraukan urusan orang lain (sesama anggota masyarakat).Kepedulian sosial yang di maksud bukanlah untuk mencampuri urusan orang lain, tetapi lebih pada membantu menyelesaikan permasalahan yang di hadapi orang lain dengan tujuan kebaikan dan perdamaian.

2. Perlunya Memiliki Kepedulian Sosial
Manusia diciptakan Allah sebagai makhluk sosial, yaitu makhluk yang senantiasa mengadakan hubungan dengan sesamanya.Kerjasama dengan orang lain dapat terbina dengan baik apabila masing-masing pihak memiliki kepedulian sosial.Oleh karena itu sikap ini sangat di anjurkan dalam islam. Kebalikan dari sikap peduli sosial ialah egois.
3. Dampak Positif memiliki kepedulian sosial
Terwujudnya sikap hidup gotong royong
Terjalinya hubungan batin yang akrab
Menumbuhkan kerukunan dan kebersamaan
Terjadinya pemerataan kesejahteraan
Menghilangkan jurang pemisah antara si miskin dan sikaya
Terwujudnya persatuan dan kesatuan
Menciptakan kondisi masyarakat yang kuat dan harmonis
Menghilangkan rasa dengki dan dendam
B. Surah Al-kausar dan al-Ma’un tentang kepedulian sosial
Surah Al kautsar
a. Lafal surah dan terjemahannya
“Sungguh kami telah memberimu Muhammad nikmat yamg banyak. Maka laksanakan shalat karena Tuhanmu, dan berkurbanlah (sebagai ibadah dan mendekatkan diri pada Allah). Sungguh orang-orang yang membencimu dialah yang terputus (dari rahmat Allah). (Q.S. al-Al-Kausar:1-3)

b. Asbabun Nuzul
Menurut ibnu al-Munzir yang bersumber dari Ibnu Juraij, surah ini turun berkaitan dengan kematian petra Nabi Muhammad saw., Ibrahim. Dengan kematian putranya ini beliau tidak lagi memiliki anak laki-laki.Hal ini mengundang orang kafir untuk menekan batin beliau. Orang Kafir Qurais mengatakan, “Bataru Muhammad (Muhammad telah terputus keturunanya)” ucapan ini sempat membuat beliau gelisa. Untuk menghiburnya, Allah menurunkan surah ini.

c. Kandungan Surah
Pada Ayat 1, Allah menyatakan bahwa Dia telah memberi nikmat yang banyak kepada Nabi Muhammad. Nikmat yang banyak itu di sebut sebagai Al-Kausar. Begitu banyak nikmat yang Allah berikan kepada makhluknya sebagai firma-Nya di dalam Q.S Ibrahim : 34

Pada ayat 2, terdapat 2 perintah kepada nabi Muhammad khususnya dan umat islam pada umumnya.

Yaitumelaksanakan shalat dan berkurban. Pelaksanaan du perintah ini sebagai bukti rasa syukur atas limpahan nikmat Allah yang begitu banyak. Setelah perintah shalat di ikuti perintah berkorban. Korban merupakan ibadah yang memiliki dua dimensi yaitu ibadah kepada Allah dan Ibadah sosial.
Pada ayat 3, Allah menjelaskan bahwa orang yang membenci Nabi Muhammad dan risalahnya akan terputus dari rahmat-Nya.
Nabi Muhammad memiliki 7 orang anak, empat perempuan dan tiga laki-laki. Ke empat anak perempuan beliau adalah : Fatimah, Zainab, Ruqayah, dan Ummu Kulsum. Sedang ketiga anak laki-lakinya adalah : Abdullah, Qasim, dan Ibrahim mereka meninggal ketika masih kecil.

2. Surah Al-Ma’un
a. Lafal Surah dan terjemahnya
“Tahukah kamu orang yang mendustakan agama? Maka itulah yang menghardik anak yati, dan tidak mendorong memberi makan orang miskin. Maka celakalah orang yang salat, (yaitu) orang yang lalai terhadap sholatnya, yang berbuat ria, dan enggan (memberikan) bantuan. (Q.S. Al- Ma’un : 1-7)

b. Asbabun Nuzul
Sebagaimana di riwayatkanIbnu al-Munzir dari Tariq bin Abu Talhah yang bersumber dari Ibnu Abbas, Surah al-Ma’un ayat 4-7 turun berkenaan dengan orang-orang munafik yang mempertontonkan shalatnya kepada kaum muslimin. Mereka meninggalkan shalat jika tidak ada orang muslimin yang melihatnya dan menolak memberikan bantuan dan pinjaman. Ayat ini di turunkan sebagai peringatan kepada orang-orang yang berbuat seperti itu.

C. Kandungan surah
Pada ayat 1, Allah menanyakan tentang siapa orang yang mendustakan agama. Kalimat tersebut tidak memerlukan jawaban karena Allah lebih mengetahui. Ayat ini memberikan penekanan kepad Nabi Muhammadmenaruh perhatian yang lebih terhadap masalah yang akan di terangkan. Orang yang mendustakan agama adalah orang yang paling celaka.

Pada ayat 2 dan 3 Allah mulai menjelaskan orang-orang yang mendustakan agama.

Mereka adalah orang yang menghardik anak yatim dan tidak menyuruh memberi makan (tidak peduli nasib) orang miskin. Nabi Muhammad memotifasi umatnya untuk senantiasa menyayangi anak yatim. Dalam sebuah hadis beliau bersabda : “Sebaik-baik orang Islam adalah rumah yang di dalamnya ada anak yatim dan di asuh dengan baik. Seburuk-buruk rumah orang Islam adalah rumah yang di dalamnya ada anak yatim yang di perlakukan dengan jahat. (H.R Ibnu Majah dari Abu Hurairah)

Pada ayat ke 4 dan 5 Allah menjelaskan tentang orang-orang yag salat, tetapi mendapat celaka.
Kecelakaan itu akibat mereka lalai terhadap shalat.
Pada ayat ke 6 Allah menjelaskan tentang ria. Ria berarti berbuat baik karena ingin memperoleh pujian atau mendapat penghormatan dari orang lain.
Pada ayat 7 merupakan suatu pelajaran tentang kepedulian sosial bagi umat Islam
Keterkaitan ke dua Surah tentang Kepedulian Sosial dalam Fenomena Kehidupan

1. Sama-sama mendidik umat Islam agar memiliki kepedulian sosial.
2. Kepedulian sosial dalam al-Kausar di wujudka dengan penyembelihan qurban
3. Dalam surah al-Ma’un di wujudkan dengan bentuk :

a. Menyantuni dan tidak menyia-nyiakan anak yatim
b. peduli terhadap nasib atau keadaan orang-orang miskin
c. Suka membantu atau meringankan bebannya dengan memberikan sesuatu.

4. Bersifat kikir terhadap sesama yang membutuhkan.

Penerapan Isi Kandungan ke dua Surah dalam Kehidupan Sehari-hari
Surah al-Kausar
a. Kita harus mensyukuri segalanikmat yang di berikan
b. Harus melaksanakan shalat wajib dan shalat sunah semampunya
c. Menyisihkan sebagian harta untuk berkorban
d. peduli terhadap fakir miskin

2. Surah al-Ma’un
Kita harus memiliki kepedulian kepada anak yatim.
Membiasakan diri untuk membantu fakir miskin.
Mendukung setiap usaha untuk menyejahterakan anak yati dan fakir miskin.
Kita harus menjaga ibadah, terutama shalat wajib, baik waktu maupun kekusukanya.

AKHLAQ TERHADAP LINGKUNGAN
Perkataan akhlak dalam bahasa Indonesia berasal dari bahasa arab akhlaq, bentuk jamak kata khuluq atau al-khuluq, yang secara etimologis berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku, atau tabi’at. Dalam kepustakaan, akhlak diartikan juga sikap yang melahirkan baik, maupun buruk.
Selama ini, masalah akhlak ini hanya sering terfokus terhadap hubungan antar manusia saja. Padahal, akhlak terhadap lingkungan juga sangatlah penting. Kita lihat sekarang ini banyak sekali tingkah laku manusia yang tidak mempedulikan lingkungan sekitarnya, misalnya :
       dengan menebang hutan,
       mengubah area hutan menjadi area pemukiman,
       membuang sampah sembarangan
             Yang dimaksud dengan lingkungan adalah segala sesuatu yang disekitar manusia, baik binatang, tumbuh-tumbuhan maupun benda-benda yang tidak bernyawa.
            Pada dasarnya akhlak yang diajarkan al-Qur'an terhadap lingkungan bersumber dari fungsi manusia sebagai khalifah. Kekhalifahan menuntut adanya interaksi antara manusia dengan sesamanya dan manusia terhadap alam. Kekhalifahan mengandung arti pengayoman, pemeliharaan, serta bimbingan, agar setiap makhluk mencapai tujuan penciptaanya.
MENGHINDARI BERGURAU DIJALAN
            Sebagai mana kita maklumi manusia adalah makhluk social. Sebagai makhluk social, manusia harus menyadari bahwa dirinya tidak mampu hidup sendiri.
            Satu hal yang harus kita ingat dan pahami ketika brkumpul dengan teman, banyak hal yang dapat kita lakukan, seperti dari berbicara yang serius, sampai ringan sekali, sesekali diiringi canda tawa. Dalam bersosialisasi perlu juga adanya pembicaraan yang menyenangkan seperti bergurau.namun kita harus memperhatikan situasi, waktu dan kondisi.
Kita harus menghindari bergurau dijalan bila harus menuju suatu tempat sebab :
Bisa mengganggu keselamatan kita
Berbahaya bagi keselamatan kita
Tidak sopan dalam pandangan masyarakat
Menganggu ketertiban umum
Menganggu lingkungan tempat yang dilewati dengan suara yang gaduh & rebut

MEMBERI SALAM SAAT BERTEMU TEMAN
            Hukum mengucapkan salam adalah sunnah yang amat dianjurkan (sunnah mu’akadah). Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ”Jika seseorang di antara kalian berjumpa dengan saudaranya, maka hendaklah memberi salam kepadanya. Jika antara dia dan saudaranya terhalang pepohonan, dinding atau bebatuan; kemudian mereka berjumpa kembali, maka ucapkan salam kepadanya” (HR. Abu Daud).
Sedangkan hukum menjawab salam adalah wajib. Sebagaimana firman Allah Ta’ala (yang artinya), “Apabila kamu dihormati dengan suatu penghormatan, maka balaslah yang lebih baik atau balaslah dengan yang serupa. Sesungguhnya Allah memperhitungkan segala sesuatu” (QS. An Nisaa’[4]: 86).
            Makna salam adalah do’a seorang Muslim kepada saudaranya seiman. Kata “Assalaamu ‘alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh” mempunyai makna “Semoga seluruh keselamatan, rahmat dan berkah  dianugerahkan Allah kepada kalian”. Nilai do’a dalam kandungan salam ini menjadi salah satu dasar mengapa salam tidak dapat diberikan kepada orang-orang non Muslim.
            Do’a seorang muslim kepada non muslim adalah do’a supaya mereka mendapat petunjuk masuk dalam pangkuan Islam. Demikianlah do’a Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada orang non muslim, ”Ya Allah berilah petunjuk kepada kaumku, karena sesungguhnya mereka orang yang tidak mengerti” (Sirah Nabawiyah, Abul Hasan ali An Nadwi).
Maka dengan demikian salam harus senantiasa di ucapkan saat bertemu dengan teman, karna ada beberapa manfaatnya, yakni :
Mempererat hubungan pertemanan
Mencairkan ketegangan atau konflik
Mendo’akan teman agar senantiasa selamat dan sejaterah
Merupakan ibadah
 
“Maka sungguh indah, jikalah salam itu disebarkan oleh wajah penuh senyuman, dihayati dan diresapi sebagaimana Abbas Assisi menyampaikan dalam surat-surat kepada sahabat-sahabatnya: Salaam Allah 'alaika wa rahmatuhu wa barakaatuh. Sungguh damai dan nyaman, jika salam kita sampaikan sebagai ta'abbudan (ibadah) dan mahabbah (kecintaan), bukan sekedar kebiasaan. Salaam Allah yaa Ikhwatii, ya khalilii, wa rahmatuhu wa barakatuh. (Semoga Allah memberikan kedamaian, kasih mesra dan barakahNya untukmu saudaraku, sahabatku). Doa tulus ini kupersembahkan untukmu. Wassalamu'alaikum wa rahmatullaahi wa barakaatuh.”